29.8 C
Denpasar
Sunday, June 4, 2023

Prof Bakta jadi Tersangka Berawal dari Sengketa Tanah Unud Vs Warga

DENPASAR – Jauh sebelum mencuatnya kasus dugaan pemalsuan akta autentik yang menjadikan Mantan Rektor Unud, Prof I Made Bakta sebagai tersangka, ternyata masalah ini bermula dari sengketa tanah antara Unud dengan warga Jimbaran.

 

I Komang Sutrisna, kuasa hukum dari I Nyoman Suastika, warga sekaligus sebagai pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik menjelaskan bahwa perkara ini sejatinya sebagai buntut dari sengketa tanah seluas 2,7 hektare antara Unud dengan warga Jimbaran.

 

Dijelaskan Komang, sengketa ini bermula ketika Unud mengklaim bahwa tanah yang ditempati I Nyoman Suastika sebagai tanah negara yang diserahkan kepada Unud.

 

Dengan dasar dokumen berupa Surat Penyataan Penyerahan Hak Milik, daftar lampiran, dan daftar pembayaran ganti rugi rencana lokasi Kampus Unud No.493.82/2589/Agr tanggal 15 November 1982.

 

Suastika sendiri memiliki alas hak (ahli waris I RIMPUH) Pipil No.514. Persil 137, klas V seluas 27.600 meter persegi dan SPPT PBB No.51.03.050.004.043-0003.0 (tahun 2004).

 

Dalam data Leter C yang tersimpan di Kelurahan Jimbaran, Persil 137 ada dalam peta klasiran tahun 1948. Tanah itu bukan merupakan tanah negara namun tanah hak milik adat yang telah dibagikan kepada masyarakat.

Baca Juga:  Jadi Sarang Transaksi Narkoba, Kafe Bibir Disegel

 

Sengketa berlanjut dengan gugatan perdata di pengadilan mulai tahun 2011 silam. Daam putusan PN Denpasar dan PT Denpasar dimenangkan Unud. Namun, dalam kasasi dimenangkan pihak I Nyoman Suastika.

Sekadar mengingatkan, putusan kasasi ini sempat memantik civitas akademika di Unud menggelar demonstrasi ke PN Denpasar. Mereka minta penundaan eksekusi putusan kasasi, dan Unud mengajukan PK. 

Sampai akhirnya muncul Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 451/PK/PDT/2015.

 

“Putusan PK ini setelah ditelisik dan dikabarkan dalam eksaminasi publik terdapat keganjilan sebagai fakta hukum,” beber Komang Sutrisna.

 

Selain dalam putusan menunjuk kuasa hukum yang tidak memiliki kuasa atas Putusan PK, keganjilan juga terlihat bahwa disebutkan objek tanah adalah tanah negara.

 

Sementara dari alat bukti berupa dokumen dan saksi-saksi, obyek tanah sengketa bukan tanah negara, melainkan tanah Hak Milik Adat.

 

Pada sisi lain dituangkan dalam putusan PK disebut-sebut ganjil itu, bahwa Unud memiliki sertifikat atas tanah sengketa namun setelah dicek tidak ada.

Bahkan disebutkan pada objek tanah terdapat bangunan untuk sarana pendidikan, faktanya juga tidak ada.

 

Baca Juga:  Bidik Tersangka Baru di Kasus Korupsi SPI Unud, Kejati Gandeng PPATK dan OJK

“Lebih kabur lagi, dalam Putusan PK itu tidak dengan tegas memutuskan tanah tersebut adalah milik Unud dan tidak ada perintah untuk menerbitkan sertifikat atas nama Unud,” beber Komang Sutrisna.

 

Nah, dari kasus itu, akhirnya I Nyoman Suastika melaporkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor STTL/368/IX/2021/BARESKRIM POLRI tertanggal 15 September 2021 dengan dugaan pemalsuan dalam dokumen yang dipakai Unud untuk mengklaim tanah.

 

Diduga, dokumen tersebut mengandung pemalsuan cap jempol. Kemudian penyidik telah mengirim bukti pembanding dari cap jempol almarhum I Wayan Pulir (ayah pelapor) yang tertera pada dokumen milik Unud.

 

Setelah dokumen diperiksa laboratorium kriminalistik INAFIS Polri, ditemukan cap jempol tidak identik.

 

Hasil laboratorium itu kemudian dibawa dalam proses gelar perkara yang dilaksanakan pada 11 November 2021 lalu. Akhirnya laporan ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan.

 

“Hasil labolatorium kriminalistik tersebut memperkuat unsur pemalsuan surat autentik seperti yang kami laporkan,” tandas mantan wartawan itu.

 

Dikonfirmasi terpisah, Rektor Unud Prof Nyoman Gde Antara belum bisa berkomentar banyak.

 

“Biar tidak simpang siur, nanti tim hukum Unud yang akan memberikan statement,” ucapnya singkat. 



DENPASAR – Jauh sebelum mencuatnya kasus dugaan pemalsuan akta autentik yang menjadikan Mantan Rektor Unud, Prof I Made Bakta sebagai tersangka, ternyata masalah ini bermula dari sengketa tanah antara Unud dengan warga Jimbaran.

 

I Komang Sutrisna, kuasa hukum dari I Nyoman Suastika, warga sekaligus sebagai pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik menjelaskan bahwa perkara ini sejatinya sebagai buntut dari sengketa tanah seluas 2,7 hektare antara Unud dengan warga Jimbaran.

 

Dijelaskan Komang, sengketa ini bermula ketika Unud mengklaim bahwa tanah yang ditempati I Nyoman Suastika sebagai tanah negara yang diserahkan kepada Unud.

 

Dengan dasar dokumen berupa Surat Penyataan Penyerahan Hak Milik, daftar lampiran, dan daftar pembayaran ganti rugi rencana lokasi Kampus Unud No.493.82/2589/Agr tanggal 15 November 1982.

 

Suastika sendiri memiliki alas hak (ahli waris I RIMPUH) Pipil No.514. Persil 137, klas V seluas 27.600 meter persegi dan SPPT PBB No.51.03.050.004.043-0003.0 (tahun 2004).

 

Dalam data Leter C yang tersimpan di Kelurahan Jimbaran, Persil 137 ada dalam peta klasiran tahun 1948. Tanah itu bukan merupakan tanah negara namun tanah hak milik adat yang telah dibagikan kepada masyarakat.

Baca Juga:  Ratusan Pelayat Iringi Pemakaman Ayu Serli Hingga Ke Setra

 

Sengketa berlanjut dengan gugatan perdata di pengadilan mulai tahun 2011 silam. Daam putusan PN Denpasar dan PT Denpasar dimenangkan Unud. Namun, dalam kasasi dimenangkan pihak I Nyoman Suastika.

Sekadar mengingatkan, putusan kasasi ini sempat memantik civitas akademika di Unud menggelar demonstrasi ke PN Denpasar. Mereka minta penundaan eksekusi putusan kasasi, dan Unud mengajukan PK. 

Sampai akhirnya muncul Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 451/PK/PDT/2015.

 

“Putusan PK ini setelah ditelisik dan dikabarkan dalam eksaminasi publik terdapat keganjilan sebagai fakta hukum,” beber Komang Sutrisna.

 

Selain dalam putusan menunjuk kuasa hukum yang tidak memiliki kuasa atas Putusan PK, keganjilan juga terlihat bahwa disebutkan objek tanah adalah tanah negara.

 

Sementara dari alat bukti berupa dokumen dan saksi-saksi, obyek tanah sengketa bukan tanah negara, melainkan tanah Hak Milik Adat.

 

Pada sisi lain dituangkan dalam putusan PK disebut-sebut ganjil itu, bahwa Unud memiliki sertifikat atas tanah sengketa namun setelah dicek tidak ada.

Bahkan disebutkan pada objek tanah terdapat bangunan untuk sarana pendidikan, faktanya juga tidak ada.

 

Baca Juga:  Pengunjung Kafe Monjali Denpasar Dikeroyok Sekelompok Pria

“Lebih kabur lagi, dalam Putusan PK itu tidak dengan tegas memutuskan tanah tersebut adalah milik Unud dan tidak ada perintah untuk menerbitkan sertifikat atas nama Unud,” beber Komang Sutrisna.

 

Nah, dari kasus itu, akhirnya I Nyoman Suastika melaporkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor STTL/368/IX/2021/BARESKRIM POLRI tertanggal 15 September 2021 dengan dugaan pemalsuan dalam dokumen yang dipakai Unud untuk mengklaim tanah.

 

Diduga, dokumen tersebut mengandung pemalsuan cap jempol. Kemudian penyidik telah mengirim bukti pembanding dari cap jempol almarhum I Wayan Pulir (ayah pelapor) yang tertera pada dokumen milik Unud.

 

Setelah dokumen diperiksa laboratorium kriminalistik INAFIS Polri, ditemukan cap jempol tidak identik.

 

Hasil laboratorium itu kemudian dibawa dalam proses gelar perkara yang dilaksanakan pada 11 November 2021 lalu. Akhirnya laporan ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan.

 

“Hasil labolatorium kriminalistik tersebut memperkuat unsur pemalsuan surat autentik seperti yang kami laporkan,” tandas mantan wartawan itu.

 

Dikonfirmasi terpisah, Rektor Unud Prof Nyoman Gde Antara belum bisa berkomentar banyak.

 

“Biar tidak simpang siur, nanti tim hukum Unud yang akan memberikan statement,” ucapnya singkat. 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru