DENPASAR– I Wayan Mahardika, 38, oknum bawati cabul akhirnya, Selasa (8/6) menjalani sidang vonis.
Saat sidang dengan agenda pembacaan amar putusan itu, Ketua Majelis hakim I Made Pasek akhirnya memvonis pria 38 tahun yang sempat mengaku sebagai sulinggih, ini dengan hukuman pidana selama 4,5 tahun.
Vonis tinggi bagi oknum bawati, ini karena hakim menilai, perbuatan Terdakwa Mahardika terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana pencabulan saat ritual malukat.
Sebagai seorang bawati, perbuatan Mahardika dianggap tidak pantas karena dilakukan terhadap seorang perempuan berinisial KYD.
Apalagi, korban menganggap terdakwa sebagai guru spiritual yang sangat dihormati.
Pertimbangan memberatkan lainnya, perbuatan Mahardika sempat meresahkan masyarakat, khususnya umat Hindu di Bali.
“Terdakwa juga berusaha memungkiri perbuatannya,” ujar Ketua Majelis Hakim I Made Pasek.
Selain itu, Majelis hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, alasan pembenar, maupun alasan pemaaf terhadap perbuatan terdakwa.
Hakim juga menolak keterangan saksi meringankan dari pihak terdakwa yang menyebut terdakwa tidak bisa membaca dan menulis.
“Keterangan tersebut (tidak bisa membaca dan menulis) justru menambah keyakinan hakim, terdakwa berusaha menghindari perbuatannya,” tukas hakim senior itu.
Sementara pertimbangan yang meringankan, selain terdakwa bersikap sopan selama mengikuti persidangan, terdakwa juga merupakan tulanggung punggung keluarga yang masih memiliki anak kecil, dan masih dapat diharapkan memperbaiki kelakuannya.
Perbuatan terdakwa dinyatakan terbukti bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 289 KUHP sebagaimana dakwaan primer JPU.
Di mana terdakwa memegang payudara dan alat kelamin korban saat malukat.
Korban berusaha melawan tapi terdakwa terus memaksa dan meminta tidak menceritakan pada siapapun.
Korban sempat ketakutan, tapi setelah dipaksa suaminya akhirnya mau cerita dan melapor ke polisi.
Terdakwa sempat meminta maaf pada suami korban agar tidak melanjutkan proses hukum.
“Mengadili, menjatuhkan pidana penjara selama 4,5 tahun dikurangi masa penahanan,” tegas hakim Pasek membacakan amar putusannya.
Atas putusan hakim yang lebih ringan 1,5 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Mahardika menyatakan tidak terima.
“Saya mau banding, Yang Mulia,” ujar terdakwa didampingi pengacaranya.
Pernyataan banding itu diucapkan seketika oleh terdakwa usai hakim mengetuk palu. Terdakwa terdengar yakin untuk banding.
Bahkan, setelah hakim menjelaskan terdakwa memiliki waktu tujuh hari untuk pikir-pikir, terdakwa bergeming. “Saya mau banding,” cetusnya menggebu-gebu.
Sementara JPU menyatakan pikir-pikir.