TABANAN, Radar Bali.id – Sengketa tanah desa adat yang berpolemik di Banjar Tenten Desa Adat Banjar Anyar Kediri Tabanan akhirnya berakhir. Pengosongan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Rabu (8/3/2023).
Proses eksekusi lahan seluas 469 M2 di Desa Adat Banjar Anyar yang dilakukan dengan menggunakan alat berat berupa ekskavator dijaga ketat oleh aparat kepolisian Polres Tabanan.
Eksekusi lahan sempat menyita perhatian masyarakat adat setempat.Pasalnya selama ini masyarakat mengetahui bahwa lahan itu adalah milik Desa Adat Banjar Anyar.
Eksekusi Tanah Desa Adat tersebut setelah adanya penetapan putusan risalah lelang nomor 32/65/2022 tanggal 12 Januari 2022. Yang dikuatkan dengan putusan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tabanan tertanggal 22 Februari 2022 Nomor 2/Pdt.Eks/2022/PN Tab.
Perkara lahan tersebut dimenangkan pihak Bank BPR Pande Artha Dewata selaku pihak pemohon eksekusi. Sedangkan Desa Adat Banjar Anyar dan Klian Banjar Pekraman Dajan Tenten selaku termohon.
Juru sita PN Tabanan I Nyoman Windia menyebut eksekusi lahan yang berada di Banjar Tenten Desa Banjar Anyar ini berdasarkan putusan risalah lelang. Putusan lelang itu sama dengan putusan pengadilan yang sifatnya bisa memaksa.
Sebelumnya dalam perkara sengketa lahan ini sempat adanya permohonan perlawanan dari pihak termohon dalam hal ini Desa Adat Banjar Anyar diwakili oleh Jero bendesa adat dan Kelian Banjar Tenten.
Dimana dalam perlawanan hukum itu sudah ada putusan PN Tabanan yakni NO. Artinya gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil atau tidak memenuhi syarat formal.
“Jadi Desa Adat Banjar Anyar ini, mereka pernah mengajukan upaya hukum sampai tingkat banding di PN Tinggi Denpasar, namun kalah justru PN Tinggi Denpasar menguatkan putusan PN Tabanan,” tutur Windia.
Karena ada putusan ini dan risalah lelang. Kemudian tidak dilakukan upaya hukum berupa kasasi dari Desa Adat Banjar Anyar. Disisi lain hak dari termohon sudah habis waktunya untuk melakukan gugatan, maka putusan sudah dianggap ikrah.
“Sehingga kami di PN Tabanan melanjutkan untuk proses eksekusi lahan seluas 469 M2 ini,” ungkap Windia.
Sementara Bendesa Adat Banjar Anyar I Made Raka mengatakan dirinya yang mewakili masyarakat adat Desa Banjar tidak menerima dengan putusan pengadilan dengan dilakukan eksekusi lahan saat ini.
“Respon masyarakat kami jelas dalam hati warga tidak terima, karena dari dulu mereka tahu bahwa tanah seluas 469 M2 adalah tanah ayahan desa milik Desa Adat Banjar Anyar,” ungkap Made Raka.
Made Raka menjelaskan tanah ayahan desa adat secara diam-diam disertifikatkan oleh salah satu oknum yang bukan dari warga Banjar Anyar. Setelah sertifikat terbit, malah sertifikat tersebut digunakan untuk mencari uang di Bank BPR Pande Artha Dewata. Ada oknum yang mengaku sebagai ahli waris tanah desa adat, dengan melakukan penerbitan sertifikat.
“Oknum ini yang kami cari. Oke kami kalah di perdata, tapi upaya hukum pidana pemalsuan ahli waris kami laporkan ke polisi,” sebutnya.
Made Raka menambahkan sebelum eksekusi tanah desa dilakukan saat ini. Sejatinya pihaknya di Desa Adat bersama warga sudah melakukan perlawanan hukum dan gugatan.
“Kami sudah lakukan upaya-upaya hukum.Tapi kami kalah dan tanah desa adat ini menjadi milik pihak bank,” pungkasnya. [juliadi/radar bali]