NEGARA, Radar Bali.id – Dugaan korupsi badan usaha milik desa (BUMDes) Desa Perancak, yang diselidiki Kejari Jembrana, dihentikan. Ini karena pihak pengelola Bumdes mengembalikan uang. Sehingga, dinilai tidak ada kerugian negara meskipun sebelumnya diakui ada aliran dana BUMDes yang digunakan oknum pengurus.
Penyelidikan yang dilakukan tahun 2022, setelah rangkaian penyelidikan dilakukan akhirnya tutup tahun 2022, dugaan kasus korupsi ditutup. Tepatnya pada pertengahan bulan Desember 2022 lalu, Kejari Jembrana mengeluarkan surat penghentian penyelidikan.
Kasi Intel Kejari Jembrana, Â Wuryanto, yang juga selaku humas Kejari Jembrana mengatakan bahwa pada saat proses penyelidikan yang dilakukan pada tahun 2022, sudah memeriksa sejumlah orang.
Dari pemeriksaan tersebut terungkap ada uang kas BUMDes sebesar Rp 282 juta yang menjadi potensi kerugian negara. Dalam pemeriksaan juga diakui bahwa uang BUMDes digunakan untuk kepentingan pribadi oknum pengurus. “Mereka juga bersedia mengembalikan,” ungkapnya.
Akhirnya pihak pengurus Bumdes mengembalikan seluruh kerugian Bumdes yang nilainya Rp 282 juta ke kas BUMDes. Pembayaran dilakukan oleh tiga orang pengurus dengan cara mencicil hingga seluruh kerugian dikembalikan. “Kami sudah ada bukti adanya pengembalian uang,” jelasnya.
Karena itu, seiring dengan perkembangan prosesnya, penyelidikan dihentikan oleh Kejari Jembrana. Karena salah satu prinsip dalam penyelidikan dugaan korupsi adalah unsur kerugian negara, jika tidak ada kerugian negara dari BUMDes maka bisa dihentikan penyelidikannya. “Penyelidikan dihentikan. Karena sudah tidak ada kerugian (negara) ,” ujarnya.
Wuryanto menyebut, dasar hukum dari penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi BUMDes tersebut peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2021 tentang badan usaha milik desa. “Tidak serta merta dihentikan, ada dasar hukum untuk penghentian penyelidikan dugaan korupsi BUMDes,” jelasnya.
Wuryanto merujuk pasal 62 ayat 3 yang menyebut dalam hal kerugian BUM Desa/BUM Desa bersama diakibatkan oleh unsur kesengajaan atau kelalaian penasihat, pelaksana operasional, dan atau pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Maka musyawarah desa atau musyawarah membahas dan antar Desa memutuskan bentuk pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh penasihat, pelaksana operasional, dan atau pengawas berdasarkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Apabila tidak ada itikad baik melaksanakan pertanggungjawaban seperti yang tertuang dalam pasal 3 tersebut, maka musyawarah desa ata musyawarah antar desa memutuskan untuk menyelesaikan kerugian secara proses hukum. “Apabila nanti ada temuan baru mengenai Bumdes tersebut, akan kami tindaklanjut dengan proses hukum,” tegasnya.
Selian penyelidikan BUMDdes Desa Perancak yang berawal dari pengaduan masyarakat tersebut, pada tahun 2022 lalu juga banyak dugaan kasus korupsi yang dihentikan karena tidak cukup bukti dan tidak adanya kerugian negara. Seperti penyelidikan LPD Mendoyo Dauh Tukad, pembangunan lumbung pangan seba produksi di subak susun sari, Desa Tukadaya dan dugaan korupsi di Pura Mertasari.
Sedangkan penyelidikan kasus dugaan korupsi yang masih dalam proses, dugaan korupsi LPD Desa Adat Yehembang Kauh dan penyelidikan rehabilitasi sekolah dari DAK pusat tahun 2021. “Penyelidikan sudah ditindaklanjuti seksi pidana khusus,” terangya. [m.basir/radar bali]