TIM tangkap buron (Tabur) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua bersama tim dari Kejati Bali dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar berhasil meringkus Made Jabbon Suyasa Putra.
Terpidana kasus korupsi pengadaan notebook dan genset pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupatan Keerom, Papua asal Gianyar, Bali, ini ditangkap di rumahnya di Banjar Tengah Bon Biu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, pada Jumat (12/11) pagi sekitar pukul 06.00 WITA
Pria 41 tahun itu ditangkap setelah sempat menjadi buron selama 9 (Sembilan) tahun.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
DUA status disandang Made Jabbon Suyasa Putra. Selain sebagai terpidana kasus korupsi pengadaan netbook dan genset di Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupatan Keerom, Papua.
Jabbon juga menyandang status sebagai daftar pencarian orang (DPO) alias buron kejaksaan.
Status buronan itu disematkan tim kejaksaan terhadap pria kelahiran Jakarta 4 Maret 1980 itu pada akhir 2011 silam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali A. Luga Harlianto mengungkapkan, sebelum tertangkap, beberapa bulan terakhir tim Tabur Papua mendapat informasi Jabbon berada di kediamannya di Banjar Tengah Bon Biu, Kecamatan Blahbatuh.
“Tim melakukan pengintaian, dan beberapa hari terakhir melihat terpidana ada di rumahnya. Tim langsung bergerak (menangkap),” ujar Luga usai penangkapan kemarin.
Ditanya kenapa bisa sampai sembilan tahun buron dan baru tertangkap, Luga menyebut selama ini Jabbon berdomisili di Kabupaten Keerom, Papua. Keberadaan Jabbon sempat tidak terdeteksi selama masa pelarian.
Menurut Luga, berdasar putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), Jabbon dijatuhi pidana penjara 1,5 tahun. Yang bersangkutan sempat menjalani penahanan 120 hari.
Terpidana dilakukan penahanan pada tahap penyidikan hingga banding.
Namun, masa penahanannya habis, sehingga terpidana bebas demi hukum. “Setelah putusan turun, ternyata terpidana sudah tidak ada di alamat domisilnya di Papua,” jelas mantan Kasi Datun Merauke itu.
Jabbon pun masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Pria kelahiran Jakarta 4 Maret 1980 itu tergolong “sakti”.
Pasalnya, dalam sidang di tingkat pengadilan pertama, JPU mengajukan tuntutan 4,5 tahun penjara.
Namun, hakim hanya memutus 1,5 tahun penjara. Merasa putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan, JPU mengajukan banding hingga kasasi.
Sedangkan terkait modus korupsi yang dilakukan Jabbon, Luga menyebut hingga kasus menjerat Jabbon berawal dari pengadaan notebook dan genset.
Saat pengadaan notebook dan genset, meski belum selesai 100 persen. Namun, terpidana yang menjabat Direktur CV Romba Putra melampirkan dokumen pekerjaan seolah-olah pekerjaan telah selesai 100 persen.
Sehingga dilakukan pembayaran pekerjaan sebesar 100 persen. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp805,9 juta.