26.5 C
Denpasar
Tuesday, May 30, 2023

Ahli Waris Tuding Penolakan Hanya Upaya Untuk Menunda Eksekusi

BULELENG-Munculnya penolakan warga atas rencana eksekusi tanah beserta gedung kantor Perbekel Penglatan, Buleleng menuai respon dari pihak penggugat.

Atas munculnya dinamika dan penolakan rencana eksekusi asset kantor desa, Ahli Waris Nengah Koyan, Nyoman Supama mengatakan, jika pihaknya memperjuangkan hak yang diwariskan oleh leluhur mereka.

“Kami sebagai masyarakat yang taat hukum berjuang dari bawah dari pengadilan negeri sampai tingkat PK. Kami berjuang sendiri hanya dengan mengandalkan sertifikat hak milik. Sedangkan mereka (desa) dibantu pejabat sampai anggota DPR,” kata Supama.

Menurut Supama pihak keluarga dan pemerintah daerah sempat melakukan mediasi.

Dalam mediasi itu, kata Supama, keluarga sudah sepakat bahwa eksekusi akan dilakukan secara simbolis. Selanjutnya akan ditandatangani kesepakatan pinjam pakai, sambil membicarakan proses pembayaran ganti rugi dengan nilai Rp 1,2 miliar yang telah disepakati oleh pihak keluarga dan pemerintah daerah.

Baca Juga:  Razia Gencar Jelang IMF, Hukum Pushup Para Pemabuk di Pinggir Jalan

“Jadi intinya ini sudah ada benang merah akan bagaimana akhir dari konflik ini, tapi kembali lagi ada beberapa orang yg berupaya untuk mempolitisasi,” imbuh Supama.

Bagaimana dengan rencana eksekusi? Supama mengaku rencana eksekusi sudah tertunda beberapa kali.

Menurut Supama, munculnya dinamika yang terjadi belakangan hanya upaya untuk menunda eksekusi. Sehingga terlihat suasana di desa terlihat tidak kondusif.

“Kami sebenarnya tidak masalah dengan dinamika itu. Kami sepenuhnya percayakan Polri dan Pengadilan akan melaksanakan tugasnya secara profesional demi kewibawaan penegak hukum.

Kalau mau melanjutkan pembicaraan kesepakatan dengan pemkab ya memang harus eksekusi dulu.

Entah itu secara simbolis atau apalah namanya. Intinya eksekusi tetap akan dilaksanakan cepat atau lambat,” tukas Supama.

Seperti diketahui, Kantor Perbekel Penglatan terancam dieksekusi. Eksekusi itu bermula dari sengketa perdata antara Nengah Koyan  dan ahli warisnya melawan pemerintah (Perbekel Penglatan).

Baca Juga:  Terkait Permintaan PHRI, Ini Kata Satgas Penanganan Covid-19 Buleleng

Nengah Koyan mengklaim hak kepemilikan lahan seluas tiga are, yang diatasnya terdapat bangunan Kantor Perbekel Penglatan.

Sengketa sudah berlangsung sejak 2017 lalu. Pengadilan selalu memenangkan pihak Nengah Koyan. Bahkan upaya pemerintah melakukan Peninjauan Kembali (PK) pada 17 Desember 2018 lalu juga kandas.

Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 738 PK/Pdt./2019 kembali memenangkan Nengah Koyan.

Dalam putusan itu, Mahkamah Agung menyatakan tanah seluas 3 are yang diatasnya terdapat aset bangunan, merupakan bagian tak terpisahkan dari lahan milik Nengah Koyan yang luas totalnya mencapai 19 are.

Pemerintah selaku pihak pemohon PK juga dihukum membayar biaya perkara sebanyak Rp 2,5 juta.

Kabar rencana eksekusi membuat warga resah. Pada Jumat (10/9) pagi, warga memasang spanduk di beberapa lokasi sebagai bentuk protes atas rencana eksekusi itu. 



BULELENG-Munculnya penolakan warga atas rencana eksekusi tanah beserta gedung kantor Perbekel Penglatan, Buleleng menuai respon dari pihak penggugat.

Atas munculnya dinamika dan penolakan rencana eksekusi asset kantor desa, Ahli Waris Nengah Koyan, Nyoman Supama mengatakan, jika pihaknya memperjuangkan hak yang diwariskan oleh leluhur mereka.

“Kami sebagai masyarakat yang taat hukum berjuang dari bawah dari pengadilan negeri sampai tingkat PK. Kami berjuang sendiri hanya dengan mengandalkan sertifikat hak milik. Sedangkan mereka (desa) dibantu pejabat sampai anggota DPR,” kata Supama.

Menurut Supama pihak keluarga dan pemerintah daerah sempat melakukan mediasi.

Dalam mediasi itu, kata Supama, keluarga sudah sepakat bahwa eksekusi akan dilakukan secara simbolis. Selanjutnya akan ditandatangani kesepakatan pinjam pakai, sambil membicarakan proses pembayaran ganti rugi dengan nilai Rp 1,2 miliar yang telah disepakati oleh pihak keluarga dan pemerintah daerah.

Baca Juga:  Geger, Nelayan Temukan Mayat di Pantai Sumur

“Jadi intinya ini sudah ada benang merah akan bagaimana akhir dari konflik ini, tapi kembali lagi ada beberapa orang yg berupaya untuk mempolitisasi,” imbuh Supama.

Bagaimana dengan rencana eksekusi? Supama mengaku rencana eksekusi sudah tertunda beberapa kali.

Menurut Supama, munculnya dinamika yang terjadi belakangan hanya upaya untuk menunda eksekusi. Sehingga terlihat suasana di desa terlihat tidak kondusif.

“Kami sebenarnya tidak masalah dengan dinamika itu. Kami sepenuhnya percayakan Polri dan Pengadilan akan melaksanakan tugasnya secara profesional demi kewibawaan penegak hukum.

Kalau mau melanjutkan pembicaraan kesepakatan dengan pemkab ya memang harus eksekusi dulu.

Entah itu secara simbolis atau apalah namanya. Intinya eksekusi tetap akan dilaksanakan cepat atau lambat,” tukas Supama.

Seperti diketahui, Kantor Perbekel Penglatan terancam dieksekusi. Eksekusi itu bermula dari sengketa perdata antara Nengah Koyan  dan ahli warisnya melawan pemerintah (Perbekel Penglatan).

Baca Juga:  Bobol Sel Besi Lapas untuk Kabur, Jejak Kejahatan Sang Residivis Ngeri

Nengah Koyan mengklaim hak kepemilikan lahan seluas tiga are, yang diatasnya terdapat bangunan Kantor Perbekel Penglatan.

Sengketa sudah berlangsung sejak 2017 lalu. Pengadilan selalu memenangkan pihak Nengah Koyan. Bahkan upaya pemerintah melakukan Peninjauan Kembali (PK) pada 17 Desember 2018 lalu juga kandas.

Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 738 PK/Pdt./2019 kembali memenangkan Nengah Koyan.

Dalam putusan itu, Mahkamah Agung menyatakan tanah seluas 3 are yang diatasnya terdapat aset bangunan, merupakan bagian tak terpisahkan dari lahan milik Nengah Koyan yang luas totalnya mencapai 19 are.

Pemerintah selaku pihak pemohon PK juga dihukum membayar biaya perkara sebanyak Rp 2,5 juta.

Kabar rencana eksekusi membuat warga resah. Pada Jumat (10/9) pagi, warga memasang spanduk di beberapa lokasi sebagai bentuk protes atas rencana eksekusi itu. 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru