MESKI sudah berlangsung sejak 2017, sengketa tanah antara warga dengan pemerintah Desa di Desa Penglatan, Kabupaten Buleleng terus berlanjut dan makin memanas.
Memanasnya kembali perkara ini setelah adanya rencana eksekusi tanah beserta gedung kantor perbekel Penglatan.
EKA PRASETYA, Buleleng
WARGA di Desa Penglatan, Kecamatan Buleleng meminta Negara segera turun tangan terkait rencana eksekusi tanah dan gedung Kantor Perbekel Penglatan.
Desakan itu, karena warga merasa menemui jalan buntu, setelah sengketa perdata berlangsung sejak tahun 2017 lalu.
Sementara pihak penggugat, mengklaim mereka sudah mentaati prosedur hukum yang berlaku mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga mahkamah agung.
Perbekel Penglatan Nyoman Budarsa mengatakan, pihaknya sudah menemui titik buntu dalam mempertahankan aset kantor desa.
Menurut Budarsa, pihaknya sudah berkali-kali berupaya menyelesaikan masalah tersebut. Termasuk meminta bantuan pada pemerintah daerah namun selalu kandas.
Terakhir pemerintah daerah berencana memberikan ganti rugi senilai Rp 1,2 miliar pada mendiang Nengah Koyan beserta ahli warisnya selaku penggugat.
Namun upaya itu kandas karena dianggap tak sesuai dengan regulasi.
Pemerintah daerah, kata Budarsa, sebenarnya menawarkan agar kantor perbekel direlokasi.
Pemerintah daerah menyanggupi menyediakan lahan dan membangun gedung baru.
Hanya saja langkah itu ditolak warga. Sebab warga menilai kantor desa saat ini penuh dengan sejarah. Kantor desa juga diklaim dibangun atas hasil swadaya warga.
“Warga kami merasa tidak dapat keadilan karena gedung ini dibiayai negara dan swadaya warga. Selain itu dalam sejarah belum ada lokasi pelayanan umum dialihkan menjadi hak milik pribadi. Sehingga muncul keresahan di masyarakat kami dengan spanduk-spanduk yang terpasang beberapa hari ini. Tidak ada kami perbekel dan tokoh itu menggerakkan masyarakat melakukan kegiatan seperti itu,” ujar Budarsa saat ditemui di Kantor Perbekel Penglatan, Senin (13/9).
Lantaran sudah merasa buntu, pihaknya meminta negara hadir menyelesaikan masalah tersebut.
“Kami mohon ada win-win solution, supaya semua pihak tetap terpenuhi hak-haknya. Kami mohon pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif hadir. Duduk bersama, bantu kami selesaikan masalah ini,” imbuh Budarsa seraya menitikkan air mata.
Sedangkan tokoh masyarakat Desa Penglatan, Kadek Setiawan mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang telah berjalan.
Hanya saja warga masih merasa putusan pengadilan belum memenuhi rasa keadilan.
Setiawan menyatakan warga telah mengirim petisi pada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Tak kurang dari 1.200 kepala keluarga telah menandatatangani petisi tersebut. “Mudah-mudahan upaya ini ada hasilnya. Kami sangat menghormati proses hukum dan mediasi yang telah berjalan,” tegas Setiawan.