DENPASAR – Dit Krimum Polda Bali masih melakukan penyidikan dugaan kasus perusakan di Gedung Pancasila, Renon, Denpasar saat massa memburu anggota DPD RI Arya Wedakarna tahun 2020 lalu. Selasa (15/6/2021), saksi bernama I Gusti Ngurah Tirta dipanggil untuk memberikan klarifikasi di Ditreskrimum Polda Bali.
Dia didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Salah satu kuasa hukumnya, A.A Ngurah Mayun Wahyudi, SH., mengatakan bahwa kliennya itu dimintai keterangan sebagai saksi.
“Sekarang yang diperiksa sebagai sebagai saksi I Gusti Ngurah Tirta terkait laporan pengrusakan di gedung Pancasila. Di mana laporan ditingkatkan ke penyidikan,” katanya kepada awak media.
Lanjut dia, sebagai warga negara yang baik, kliennya datang memenuhi panggilan untuk memberikan klarifikasi. Ditegaskannya, bahwa kliennya membantah melakukan pengrusakan tersebut.
“Menurut sepengethuan klien kami, dia tidak melakukan (dugaan pengrusakan). Namun dia memang ada di TKP waktu itu dia tidak merasa melakukan itu,” ujarnya.
Ngurah Mayun Wahyudi juga heran dengan pasal yang dipasang terhadap kliennya. Menurut dia pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana penjara lebih dari 5 tahun sangatlah tidak masuk akal. Kerusakan yang terjadi di bagian pintu gedung Pancasila itu tidaklah parah.
“Dipasang pasal 170 sangat tinggi. Padahal pengrusakannya kalau lihat di medsos, pengrusakan pintunya tidak terlalu rusak. Apa yang dituduhkan itu kami klarifikasi,” imbuhnya.
Dilanjutkan Wahyudi, bahwa dugaan pengrusakan itu terjadi pada akhir tahun 2020 lalu. Saat itu sejumlah komponen masyarakat mendatangi gedung Pancasila untuk menemui anggota DPD Arya Wedakarna.
Namun di sana, massa tidak berhasil menemuinya. Padahal mobil milik Arya Wedakarna sedang ada di lokasi itu. Sehingga massa memaksa masuk dengan cara membuka pintu dengan paksa.
“Saat itu ada komponen masyarakat mempertanyakan eksistensi AWK mencari ke gedung itu. Untuk menanyakan sesuatu. Menurut informasi di situ ada AWK tapi tidak mau keluar. Sehingga masa memaksa membuka pintu. Nah siapa yang membuka kita penyelidikan lebih konkrit,” imbunya.
Sementara itu, senada dengan Wahyudi, Adi Susanto selaku salah satu kuasa hukum saksi juga menyampaikan bahwa pihaknya meminta Polda Bali bisa menyelesaikan kasus ini seadil mungkin.
“Karena ini kan sedang berproses, kami menghormati. Kami juga berharap Polda Bali mau terbuka terkait dugaan tindakan pidana oleh AWK terhadap mantan ajudan yang dilaporkan Maret 2020,” tandasnya.