Penetapan tersangka terhadap ketua dan kasi kredit LPD Ped, Nusa Penida, Klungkung kembali menambah daftar panjang Lembaga Perkreditan Desa LPD) di Bali. Cara culas tersangka dalam korupsi LPD Ped dibongkar Kejari Klungkung.
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura
BERPAKAIAN dinas, Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Shirley Manutede membeberkan modus atau cara culas para tersangka, yakni I Made Sugama (ketua LPD Ped) dan Kasi Kredit berinisial IGS, di Kantor Kejari Klungkung, Jalan Gajah Mada Nomor 56, Semarapura Tengah, Klungkung, Kamis (14/10).
Ia tampak berbunga-bunga lantaran kerja penyidik telah berhasil mengungkap dugaaan korupsi di LPD Ped yang sudah dilaporkan warga delapan bulan lalu.
Angka korupsi yang dilakukan kedua pengurus Lembaga perkreditan desa adat yang dirancang sejak era Gubernur Bali Ida Bagus Mantra ini tidak sedikit. Berdasarkan perkiraan perhitungan, kerugian negara yang ditimbulkan akibat penyimpangan yang terjadi di LPD Adat Ped mencapai Rp 5 miliar lebih.
Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Shirley Manutede mengakui, kedua tersangka belum ditahan. Hal ini karena pihak Kejari Klungkung masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Inspektorat Daerah Kabupaten Klungkung.
Yang jelas, ungkap Shirley, keduanya dijerat menggunakan dua pasal. Yakni Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor subsider Pasal 3 UU yang sama.
Shirley pun membeberkan bagaimana kedua tersangka melancarkan aksi culas menggerogoti keuangan LPD untuk memperkaya atau menguntungkan diri atau orang lain. Ada beberapa cara yang dilakukan keduanya sehingga kerugiannya amat besar, yakni Rp5 miliar.
Disebutkan Shirley, bentuk penyimpangan penggunaan anggaran LPD Adat Ped yang dilakukan di antaranya, pemberian dana pensiunan setiap bulan yang seharusnya dibayarkan setelah pegawai masuk masa purna tugas.
Begitu juga adanya pemberian komisi, tunjangan kesehatan, biaya Tirta Yatra dan outbound yang pencairannya tidak sesuai aturan. Tidak sampai di sana, biaya promosi yang seharusnya dipergunakan untuk promosi justru dibagi-bagi.
Tidak itu saja. Ada juga modus yang lazim dilakukan para pengurus LPD yang sebelumnya tersandung perkara korupsi. Yakni berupa kredit macet sebesar Rp 2,5 miliar. Yang mana modusnya berupa kredit topeng, yakni meminjam uang dengan menggunakan nama orang lain.
“Jadi ada sejumlah penyimpangan penggunaan anggaran yang dilakukan sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp 5 miliar lebih,” imbuh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Bintarno.