DENPASAR,radarbali.id – Pertemuan tertutup mahasiswa Universitas Udayana dengan Rektor Unud, Prof I Nyoman Gde Antara berlangsung tertutup tanpa kesimpulan yang dilaksanakan secara tertutup di Ruang Bangsa, Gedung Rektorat, Jalan Jimbaran, Bukit, kemarin (17/3/2023). Rektor hanya mengizinkan para mahasiswa yang di ruangan tanpa media.
Usai pertemuan, wajah Prof Antara sangat kusut. Guru Besar Fakultas Teknik menghindari para media. Bahkan, petugas keamanan Unud menghalangi para awak media yang ingin melakukan wawancara dengan Prof Antara.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana, I Putu Bagus Padmanegara mengatakan, Prof Antara yang meminta pertemuan dilakukan tertutup bahkan tidak bisa melakukan siaran langsung dari media sosial. Prof Antara tidak sendiri menghadapi puluhan mahasiswa, ia bersama keempat Wakil Rektor.
Bagus mengatakan selama tiga jam berdialog hasilnya deadlock dan akan dilaksanakan lagi 24 Maret mendatang. Dalam pertemuan kemarin lebih banyak Pembahasan SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi) yang juga alot, Rektor sepakat SPI dihapuskan namun, meminta solusi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristekdikti). Awalnya pihak BEM ingin bersurat langsung ke Kementerian. Nyatanya, WR 3 yang sudah bertemu langsung dengan Dirjen Dikti sehingga para mahasiswa kecewa merasa dikelabui.
“Pak Rektor dan beliau sepakat SPI dihapuskan tapi beliau minta solusi dari Kementerian setelah ini kami bersurat. Sempat kami bersurat tapi nyatanya WR 3 kami rekan dan sahabat Dirjen Dikti malah beliau yang kesana kami cukup kecewa seharusnya kami yang kesana,” terangnya..
Perwakilan mahasiswa juga kecewa lima tahun SPI ini telah berjalan tetapi tidak pernah melibatkan mahasiswa untuk menetapkan nominal dana pangkal. Mahasiswa sangat keberatan nominal SPI ini menjadi syarat diawal sebelum tes dilakukan.
Sayangnya rektor tuli akan desakan mereka yang meminta dilibatkan untuk pembahasan SPI ” Kami harap jangan sampai SPI ini menjadi bentuk pelolosan. Kami bertanya-tanya kalau penentuan angka SPI diawal otomatis orang berpikir semakin besar nilainya semakin besar kemungkinan lebih besar lolos,” terang Bagus.
Menurut Bagus, pihak rektorat membantah nominal SPI menjadi patokan kelulusan peserta jalur mandiri. Sampai saat ini tidak ada keterbukaan terhadap sistem jalur mandiri. “Kalau tidak ada transparansi itu hanya omong kosong,” jelasnya.
Terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi, Bagus meminta Kejati jangan masuk angin atau kendor dalam pengusutan dugaan penyalahgunaan dana SPI Unud. Apalagi Kepala Kejati di ganti diharapkan tidak mempengaruhi pengusutan kasus ini.
“Kami akan datang ke Kejati meminta Kepala Kejati Bali mengusut tuntas kasus SPI ini. Kalau benar akan Praperadilan berarti masih berasa benar,” ucapnya.
Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rektor Universitas Udayana, Prof I Nyoman Gde Antara, meluruskan mengenai pengembalian SPI, karena ada yang membayar lebih dari yang seharusnya sehingga ada dana lebih Rp 1,8 miliar. Untuk pengembalian harus ada permohonan karena sudah di kas negara.
“Bukan seperti itu, dikira nanti itu betul-betul korupsi. Sebetulnya itu, kuasa hukum yang akan mengoreksi. Sebetulnya itu bukan mengembalikan. Ada yang secara tidak sengaja bayar. Ya (lebih,Red), itu bahkan secara sukarela. Mestinya SPI-nya Rp 2 juta dia bayar Rp 2,1 juta,” terangnya.
“Itu kan memungkinkan diambil, tetapi memakai permohonan gimana nanti bisa dikeluarkan karena itu sudah di Kas Negara,” sambungnya.
Lanjutnya, ada tata cara dan mekanisme mengembalikan dana masyarakat yang sudah terlanjur dibawa ke kas negara. Permohonan itu hanya bisa dilakukan mahasiswa yang merasa kelebihan membayar.
“Dana yang sudah di kas negara, yang terhitung kelebihan membayar, nanti supaya melakukan permohonan bagi mahasiswa yang merasa kelebihan membayar dengan kesadarannya sendiri,” pungkasnya. (feb/rid)