27.6 C
Denpasar
Monday, May 29, 2023

Bantah Copot Pemangku, Pihak Adat Tuding Warga Kanorayang Sebar Hoaks

SANKSI adat kanorayang (pengucilan) yang diberikan kepada keluarga Mangku Ketut Warka terus berlanjut.

Pihak prajuru Desa Adat Taro Kelod, Desa Dinas Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar juga telah mengungkap sejumlah alasan penjatuhan sanksi adat kepada keluarga Mangku Warka.

Bahkan selain membeber alasan pemberian sanksi kanorayang, pihak prajuru desa adat juga mengklarifikasi terkait soal kabar diberhentikannya Warga sebagai pemangku.

 

IB INDRA PRASETYA, Gianyar

KELIAN Adat Taro Kelod, Wayan Wangun menjelaskan, terkait status pemangku yang sebelumnya disandang Mangku Ketut Warka dan dilepas bukan diberhentikan warga. Melainkan kata Wangun, Warga yang memutuskan untuk mengundurkan diri.

“Bukan dari krama memberhentikan. Kemudian masalah mengaku mandi air tadah hujan, tidak benar, Dia sendiri punya sumur bor. Dia mencoba membuat sumur bor di pekarangan kami larang karena dia tinggal di tanah adat, dibuktikkan dengan sertifikat milik adat,” jelasnya.

Baca Juga:  Cabuli Perempuan Dewasa di Sungai, Pelajar SMK Diamankan

Lanjut Wangun, segala berita yang disampaikan Ketut Warka dituding hoaks (bohong). “Itu tidak benar,” ujarnya.

Bahkan, kata Wangun, meskipun sudah disanksi adat, pihak prajuru masih memberikan ruang bagi keluarga Warka kembali ke Taro Kelod.

“ Kalau Ketut Warka mau kembali, atau dikembalikan hak dan kewajibannya, supaya mengikuti awig. Intinya kepada Ketut Warka dan keluarga, kalau mau kembali, kalau mau kembali hak dan kewajibannya sebagai warga Taro Kelod, supaya mengikuti awig, aturan, pararem di Taro Kelod,” ujarnya.

Apalagi masyarakat setempat sudah menjalankan awig sejak ratusan tahun lalu. “Kami cuma melanjutkan hukum di Taro Kelod. Kami selaku prajuru, pengayah, menjalankan awig maupun dresta (tradisi, red). Termasuk menjalankan segala isi awig,” ungkapnya.

Dikatakan Wangun, hubungan masyarakat Taro Kelod dengan keluarga yang disanksi adat renggang.

“Karena dia sudah bebas hak kewajiban, maka cuek. Tidak ada komunikasi keseharian. Istilah kami di banjar ada suka duka, karena berkaitan Pawongan, sudah pasti hubungan sosial kami dengan dia agak renggang, karena kasus adat ini. Termasuk suka duka dan desa adat dia tidak bisa aktif karena sanksi adat,” terangnya.

Baca Juga:  Kuasa Hukum Kukuh Anggap Polisi Keliru Tetapkan Suwardana Jadi Tsk

Sementara itu, Bendesa Adat Taro Kelod, Ketut Subawa, menegaskan, sanksi terhadap Mangku Warka bukan Kanorayang. “Kalau dulu kanorayang tidak boleh begini begitu. Tapi ini bukan kanorayang. Itu dibebaskan dari hak dan kewajiban,” ujarnya.

Dibebaskan hak dan kewajibannya itu dengan maksud untuk memikirkan apa kesalahan. “Itu sudah dijalankan sejak 2019.

Tapi dia tidak menghiraukan. Sehingga penutupan air tidak menjalankan tugas sekian tahun. Sebenarnnya sudah ada toleransi dari masyarakat dan subak,” ujarnya.

Bendesa berharap, ke depan supaya ada kenyamanan di desa adat. “Biar beliau mau mengakui kesalahan, biar cepat gabung dengan masyarakat kami,” terangnya.



SANKSI adat kanorayang (pengucilan) yang diberikan kepada keluarga Mangku Ketut Warka terus berlanjut.

Pihak prajuru Desa Adat Taro Kelod, Desa Dinas Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar juga telah mengungkap sejumlah alasan penjatuhan sanksi adat kepada keluarga Mangku Warka.

Bahkan selain membeber alasan pemberian sanksi kanorayang, pihak prajuru desa adat juga mengklarifikasi terkait soal kabar diberhentikannya Warga sebagai pemangku.

 

IB INDRA PRASETYA, Gianyar

KELIAN Adat Taro Kelod, Wayan Wangun menjelaskan, terkait status pemangku yang sebelumnya disandang Mangku Ketut Warka dan dilepas bukan diberhentikan warga. Melainkan kata Wangun, Warga yang memutuskan untuk mengundurkan diri.

“Bukan dari krama memberhentikan. Kemudian masalah mengaku mandi air tadah hujan, tidak benar, Dia sendiri punya sumur bor. Dia mencoba membuat sumur bor di pekarangan kami larang karena dia tinggal di tanah adat, dibuktikkan dengan sertifikat milik adat,” jelasnya.

Baca Juga:  Nikah tanpa Izin, Pasutri Jadi Tersangka Sekaligus Masuk dalam DPO

Lanjut Wangun, segala berita yang disampaikan Ketut Warka dituding hoaks (bohong). “Itu tidak benar,” ujarnya.

Bahkan, kata Wangun, meskipun sudah disanksi adat, pihak prajuru masih memberikan ruang bagi keluarga Warka kembali ke Taro Kelod.

“ Kalau Ketut Warka mau kembali, atau dikembalikan hak dan kewajibannya, supaya mengikuti awig. Intinya kepada Ketut Warka dan keluarga, kalau mau kembali, kalau mau kembali hak dan kewajibannya sebagai warga Taro Kelod, supaya mengikuti awig, aturan, pararem di Taro Kelod,” ujarnya.

Apalagi masyarakat setempat sudah menjalankan awig sejak ratusan tahun lalu. “Kami cuma melanjutkan hukum di Taro Kelod. Kami selaku prajuru, pengayah, menjalankan awig maupun dresta (tradisi, red). Termasuk menjalankan segala isi awig,” ungkapnya.

Dikatakan Wangun, hubungan masyarakat Taro Kelod dengan keluarga yang disanksi adat renggang.

“Karena dia sudah bebas hak kewajiban, maka cuek. Tidak ada komunikasi keseharian. Istilah kami di banjar ada suka duka, karena berkaitan Pawongan, sudah pasti hubungan sosial kami dengan dia agak renggang, karena kasus adat ini. Termasuk suka duka dan desa adat dia tidak bisa aktif karena sanksi adat,” terangnya.

Baca Juga:  Nyuri Besi di 23 TKP, Buruh Beristri Dua Ditangkap

Sementara itu, Bendesa Adat Taro Kelod, Ketut Subawa, menegaskan, sanksi terhadap Mangku Warka bukan Kanorayang. “Kalau dulu kanorayang tidak boleh begini begitu. Tapi ini bukan kanorayang. Itu dibebaskan dari hak dan kewajiban,” ujarnya.

Dibebaskan hak dan kewajibannya itu dengan maksud untuk memikirkan apa kesalahan. “Itu sudah dijalankan sejak 2019.

Tapi dia tidak menghiraukan. Sehingga penutupan air tidak menjalankan tugas sekian tahun. Sebenarnnya sudah ada toleransi dari masyarakat dan subak,” ujarnya.

Bendesa berharap, ke depan supaya ada kenyamanan di desa adat. “Biar beliau mau mengakui kesalahan, biar cepat gabung dengan masyarakat kami,” terangnya.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru