DENPASAR–Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengadakan Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pesertanya yaitu PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank Negara Indonesia (BNI), PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan PT. Bank Tabungan Negara (BTN).
Acara yang digelar di Press Room Kejaksaan Agung RI di Kebayoran, Jakarta Selatan, itu juga dihadiri dan dibuka secara langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, Dr. Sunarta.
Mengawali diskusi, Leonard menyampaikan inovasi yang digagasnya yaitu “Kolaborasi Intelijen Kejaksaan Dalam Langkah Pencegahan Fraud pada Bank Milik Negara Menuju Terwujudnya Good Corporate Governance”.
Dijelaskan Leonard, pengaturan pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak tahun 2011, dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud.
“Melalui POJK 39/2019 tersebut, regulator mewajibkan Bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif,” tegas Leonard.
Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-fraud, baik oleh bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi.
Pada bulan Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan, dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.
Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, Mantan Dirut Bank BTN, Maryono ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak dua kali, yaitu sejumlah Rp 2,257 miliar dan Rp 870 juta yang ditransfer ke menantunya.
“Ini artinya peristiwa fraud bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja, baik itu pegawai pada lini depan, kepala cabang, sampai ke jajaran direksi,” tandasnya.
Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di bank milik negara.
Hal itu berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan negara.
Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu digalakkan penguatannya.
Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak.
Leonard menyampaikan perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara aparat penegak hukum (Kejagung RI) dengan Bank Himbara dalam jangka pendek.
Selain itu, juga dapat menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jangka menengah.
Diharapkan, jangka panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lainnya. (rba)