SINGARAJA – Kejaksaan Negeri Buleleng mengungkit kembali perkara yang lama terpendam. Yakni perkara korupsi perjalanan tirtayatra ke India yang dilakukan oleh DPRD Buleleng pada tahun 2003 silam. Kali ini jaksa berusaha melakukan eksekusi uang pengganti dalam perkara ini.
Perkara tersebut sebenarnya sudah incraht sejak 11 Mei 2011 lalu. Ketika itu, empat orang terpidana, masing-masing Nyoman Sudarmaja Duniaji, mendiang I Gde Widnjana Dangin, mendiang Made Sudana, dan Nyoman Gede Astawa, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Lewat putusan nomor 131 PK/Pid.Sus/2010, majelis hakim menolak upaya PK tersebut. Alhasil para terpidana harus menjalani hukuman pidana sebagaimana diputuskan majelis hakim dalam proses kasasi di Mahkamah Agung.
Dalam putusan nomor 357 K/Pid.Sus/2007 tanggal 30 April 2008, para terpidana dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 6 bulan.
Selain itu majelis hakim memutuskan para terpidana membayar uang pengganti kerugian negara yang totalnya Rp2,5 miliar. Nilai itu tahun 2003, ketika harga beras masih Rp2.600-2.800 per kilogram. Sedangkan saat ini, harga beras sekitar Rp10 ribu per kilogram. Naik hampir empat kalinya.
Dari putusan tersebut, bila dirinci terpidana Sudarmaja diwajibkan membayar kerugian negara Rp 733.697.154, terpidana Widnjana Dangin sebanyak Rp 545.679.284, terpidana Made Sudana sebanyak Rp 517.029.484, dan terpidana Gede Astawa sebanyak Rp 702.979.262.
Apabila para terdakwa tak membayar uang pengganti kerugian negara setahun sejak putusan dinyatakan incraht, maka jaksa dapat melakukan penyitaan terhadap harta benda atau aset para terpidana. Selanjutnya harta benda itu dapat dilelang guna menutupi uang pengganti kerugian negara.
Kini 10 tahun setelah perkara dinyatakan incraht, jaksa kembali membuka perkara tersebut. Sebab dari temuan jaksa, para terdakwa belum membayar kerugian negara.
Humas Kejari Buleleng A.A. Jayalantara mengatakan, mengakui pihaknya membuka kembali perkara tersebut. Sebab kewajiban para terdakwa masih tercatat dalam sistem e-piutang. Sehingga jaksa eksekutor memiliki kewajiban melakukan eksekusi perkara tersebut. Meski sudah lewat 10 tahun sejak dinyatakan incraht.
“Memang ini perkara lama. Jadi para terpidana pernah secara bersama-sama merumuskan belanja di DPRD Buleleng pada tahun 2003. Sehingga yang bersangkutan menerima pembayaran yang tidak sesuai dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 9 miliar. Jaksa akan berupaya melakukan eksekusi hingga tuntas,” tegas Jayalantara.