MASIH ingat dengan kasus asusila terjadi di “Gumi Makepung” Jembrana dengan pelaku seorang kakek terhadap cucu?
Setelah sempat bikin heboh, kini kasus pencabulan pria uzur beristri tiga ini sudah sampai pengadilan dan menjalani sidang penuntutan. Seperti apa?
M.BASIR, Negara
MESKI sudah berusia 58 tahun, namun nafsu dan birahi kakek berinisial “M” alias “D” ini masih saja liar. Bahkan ia tega mencabuli seorang anak yang masih kerabatnya sendiri.
Seperti disampaikan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejari Jembrana Delfi Trimariono, Jumat (20/8).
Dijelaskan, kasus pencabulan terhadap anak berumur 10 tahun yang dilakukan terdakwa terjadi pada bulan Juni 2021 lalu di wilayah Tegal Badeng Barat, Negara.
Antara terdakwa dan korban yang masih ada hubungan keluarga dan rumahnya berdekatan. Pencabulan tersebut diketahui langsung oleh ayah korban (Saksi S,46) yang sedang mencari korban karena sudah malam, sekitar pukul 19.00 WITA tetapi korban tidak berada di rumah.
Saat mencari korban di sekitar rumah, ayah korban melihat sandal korban di depan pintu rumah terdakwa.
Seketika melihat sandal anaknya, ayah korban langsung masuk ke dalam rumah yang tidak dikunci.
Nah saat ayah korban masuk itulah, saksi langsung shock. Hati saksi langsung hancur lebur melihat terdakwa melakukan perbuatan cabul terhadap putrinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
“Korban sempat melawan, namun terdakwa membekap mulut korban karena berusaha berontak dan berteriak,”kata Delfi.
Singkat cerita, sesaat setelah dipergoki saksi (ayah korban), Terdakwa M sempat kabur. Beruntung berhasil diamankan polisi sebelum diamuk warga.
Selanjutnya, usai diamankan dan diproses kepolisian, kasus pencabulan yang dilakukan Terdakwa M kini sudah sampai tahap penuntutan.
Bahkan saat sidang penuntutan, pria 58 tahun ini dituntut dengan hukuman pidana selama 10 tahun.
Tuntutan hukuman tinggi bagi terdakwa, itu kata Delfi Trimarionokarena terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 81 ayat (1) dan (3) Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Karena terdakwa dan korban masih kerabat dekat ini, tuntutan terdakwa ditambah sepertiga. Terdakwa itu sebagai kakek korban, tapi bukan kakek kandung. Terdakwa sebagai kerabat semestinya melindungi korban, bukan melakukan perbuatan yang melawan hukum yang membuat korban trauma atas perbuatanya,”jelas Delfi.
Untuk itu, imbuh Delfi, dengan adanya kasus ini, pihaknya mengharapkan peran serta masyarakat dan pemerintah untuk selalu memberikan penyuluhan mengenai perlindungan anak.
“Dalam melindungi anak ini tidak hanya peran orang tua dan keluarga, tetapi seluruh masyarakat. Terutama pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan memberikan perlindungan pada anak,” pinta Delfi.