26.5 C
Denpasar
Saturday, June 10, 2023

Sidang Korupsi LPD Sangeh Rp 57,2 Miliar: Ya Ampun! Uang Korupsi Dipakai Treding dan Main Saham

DENPASAR,radarbali.id –Kaget bukan kepalang sekaligus prihatin yang mendalam lantaran praktik korupsi yang satu ini. Betapa tidak,  terdakwa I Nyoman Agus Aryadi, 52, eks Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, malah memakai duit simpanan nasabah main treding dan saham.

Hal ini terungkap dalam fakta persidangan, praktik haram (korupsi) dilakukan Aryadi sangat sadis. Sebagian uang nasabah LPD, dijoki olehnya, dalam pembuatan untuk memperoleh keuntungan lebih banyak. Sebagian uang hasil korupsi justu dipakai untuk Investasi yakni trading. Juga bermain saham.

Ulahnya ini dengan maksud untuk menambah kekayaan, dengan suatu jangka waktu. Dengan membeli dan menyimpan sebuah portfolio atau kumpulan aset. “Ya, waktu itu, sempat diakui terdakwa, uang dipakai treding dan main saham,” jawab saksi Ni Made Suwerni saat dicecar sejumlah pertanyaan oleh Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Agus Wahyudi, didampingi anggotanya Nelson dan Ni Putu Sudariasih, di ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (21/2).

Sayangnya, terkait investasi online yang dilakoni terdakwa, tidak terus dikejar oleh majelis hakim sehingga terputus begitu saja penyataan saksi Ni Made Suwerni yang yang menjabat Sekretaris LPD Sangeh sejak 2006 sampai 2019 itu. Baik, sejak kapan Aryadi diketahui menjadi seorang trader, berapa keuntungan yang di didapat dan lain sebagainya. Di kursi saksi, Ni Made Suwerni yang duduk berdampingan dengan 3 orang lainnya banyak mengatakan tidak tahu terkait aliran dana sebanyak itu. Mengaku tidak tahu sejakan kapan LPD Sangat dapat bantuan dari Pemda Badung, walaupun sempat menandatangani penerimaan setoran dari setiap nasabah. Dikatakan hakim, diduga kenakan terima setoran saja ya bu? Kenapa ibu tidak tahu dan banyak diam? Kenapa tugas ini sebagai sekretaris tidak dilaksanakan? Tidak mambuat laporan pengeluaran.

“Setiap ada pemasukan, dan pengeluaran, saya berkoordinasi dengan ketua LPD (terdakwa),” jawabnya. Ditanya lagi, Apa yang dikoordisasikan, mengenai apa? Pertanyaan ini membuat saksi terdiam membisu. Mantan Sekretaris inipun mengaku tidak memiliki awik-awik dan peraren. “Ibu dianggap mati, tidak bekerja mulai  2006 sampai 2019,”  Nelson hakim anggota sedikit menyudutkan Ni Made Suwerni, yang terus diam itu.

Ditemui usai sidang, Suwerni menyatakan, dirinya sangat gugup sehingga tidak begitu banyak menjawab pertanyaan hakim. “Ya, tadi saya benar-benar gugup bercampur rasa takut juga. Tapi benar, pernyataan sata tadi, sekitar 2019 terdakwa sempat menyatakan bahwa mengikuti trading dan main saham pakai sebagian uang. Awalnya saya tidak tahu, akhirnya berujung sampai ke persidangan seperti ini,” sebut tambah wanita menggunakan baju batik ini.

Baca Juga:  Dana Rp 12 Miliar Ditilep Oknum Pengurus, LPD Ngis Langsung Kolaps

Selain itu, dalam persidangan tersebut Bendahara LPD Sangeh Gusti Ayu Wikani mengaku beberapa kali transfer uang dipinjama terdakwa secara beberapa kali. Dan totalnya mencapai sekitar 30 miliar. Juga diberikan uang secara kes. “Selain transfer, saya juga beberapa kali kasi secara kes kepada terdakwa. Tidak ingat bepara jumlah uang kes, diduga mencapai balasan miliar,” kisahnya didepan persidangan. Dari jumlah Rp 58 miliar, dipotong biaya  administrasi dan materi  1, 7 M lebih. Uang ini masuk ke rekening LPD. Sementara itu saksi Jro Bendesa Sangeh mengatakan, sejak menjabat sebagai prajuru 2019, dia mengetahui adanya korupsi setelah mengikuti paruman 2020.

Dalam laporan penanggung jawaban, baru diketahui adanya dugaan selisih keuangan, dan saat itu Bendesa ada sudah meninggal dunia. “Saya baru diangkat menjadi Jro Bendesa setelah kasus ini terungkap,”  bebernya kepada majelis hakim. Anak Agung Bagus Adi Dwiputra sebut, para nasabah diketahui semakin geram sekitar maret 2021 sedangkan dirinya tidak begitu paham terkait kemarahan warga. “Jalannya waktu, karena situasi semakin memanas, pihak desa melibatkan prajuru dengan banjar, melakukan rapat. Dengan fenomena yang ada, kita sepakat dilakukan audit eksternal, sekitar april sampai agustus 2021. Hasilnya ada kecurangan atau kerugian Rp 130 miliar,” cetus lelaki tersebut.

Dengan selisih sebanyak itu, yang terlintas dibenaknya sangat tidak percaya. Belakangan, baru diketahui selisih itu akibat modus kredit fiktif. Hingga, mengantarkan saya ke PN Denpasar dan duduk di kursi saksi. Sedangkan, Sekretaris aktif LPD Sangeh juga menjabat sebagai Kepala Bagian Dana

Ida Bagus Putu Pujawan mengaku, sampai tahun 2020 masih ada pencairan, tapi yang bersangkutan tidak catat. “Selain tidak mencstat, saya juga tidak tahu, sama sekali idak penah mengecek neraca kredit,” titupnya. Seperti berita sebelumnya, Eks Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Nyoman Agus Aryadi 52, diduga melakukan tindak pidana korupsi hingga menyebabkan kerugian Rp 57,2 miliar saat dirinya menjabat pada periode 2016–2020.

Baca Juga:  Pintu Tak Dikunci, Begini Kronologis TSK Perkosa Menantu Versi Polisi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yusmawati dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mendakwa terdakwa Agus Aryadi dengan tiga Pasal yakni Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 9 UU Tipikor. Sebagaimana laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan LPD yang diterbitkan oleh Inspektorat Kabupaten Badung Nomor: X700/10/V/ Inspektorat Tanggal 14 November 2022,

Aryadi selaku Kepala LPD Desa Adat Sangeh bersama-sama dengan pengurus dan karyawan LPD Desa Adat Sangeh, yakni Ni Wayan Suci selaku Kepala Bagian Kredit, Ni Ketut Deni Harum Sari selaku staff bagian kredit dan I Gusti Ayuwikani selaku kasir/bendahara.

Bahwa pada Mei 2016 sampai dengan Desember 2020 sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 56.112.543.783, atau orang lain yaitu para pengurus maupun karyawan LPD Desa Adat Sangeh sebesar Rp1.095.689,141. Bahwa pada 2016-2017, terdakwa membuat kredit fiktif dengan mencatut 92 nama nasabah LPD Sangeh yang pernah mengajukan kredit. Namun, kredit 92 nasabah itu telah lunas. Total uang yang diterima terdakwa dari 92 kredit fiktif tersebut sebesar Rp 55.732.073.000.

Kemudian pada 2017-2020, terdakwa kembali mengulangi perbuatannya dengan mencatut 54 nama nasabah LPD Sangeh dengan total uang yang dicairkan Rp 1.126.739.924. Uang tersebut kemudian ditampung ke dalam rekening atas nama Ayuk BPD/Laba dengan tujuan laba bulanan LPD Sangeh seolah-olah mencapai target dan memperoleh keuntungan. Selanjutnya, terdakwa juga pernah membuat kebijakan kepada pengurus maupun karyawan LPD Sangeh untuk mengajukan kas bon atas persetujuannya.

Bahwa dari beberapa kas bon yang ada ternyata hanya kasbon milik terdakwa yang tidak dikembalikan, sehingga hal ini mengakibatkan kerugian negara dalam hal ini kerugian LPD Sangeh sebesar Rp. 346.200.000,” kata dia. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 Ayat 1 (dakwaan primer) , Pasal 3 (dakwaan subsider), atau Pasal 9 (dakwaan subsider kesatu), juncto Pasal 18 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dre/rid)



DENPASAR,radarbali.id –Kaget bukan kepalang sekaligus prihatin yang mendalam lantaran praktik korupsi yang satu ini. Betapa tidak,  terdakwa I Nyoman Agus Aryadi, 52, eks Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, malah memakai duit simpanan nasabah main treding dan saham.

Hal ini terungkap dalam fakta persidangan, praktik haram (korupsi) dilakukan Aryadi sangat sadis. Sebagian uang nasabah LPD, dijoki olehnya, dalam pembuatan untuk memperoleh keuntungan lebih banyak. Sebagian uang hasil korupsi justu dipakai untuk Investasi yakni trading. Juga bermain saham.

Ulahnya ini dengan maksud untuk menambah kekayaan, dengan suatu jangka waktu. Dengan membeli dan menyimpan sebuah portfolio atau kumpulan aset. “Ya, waktu itu, sempat diakui terdakwa, uang dipakai treding dan main saham,” jawab saksi Ni Made Suwerni saat dicecar sejumlah pertanyaan oleh Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Agus Wahyudi, didampingi anggotanya Nelson dan Ni Putu Sudariasih, di ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (21/2).

Sayangnya, terkait investasi online yang dilakoni terdakwa, tidak terus dikejar oleh majelis hakim sehingga terputus begitu saja penyataan saksi Ni Made Suwerni yang yang menjabat Sekretaris LPD Sangeh sejak 2006 sampai 2019 itu. Baik, sejak kapan Aryadi diketahui menjadi seorang trader, berapa keuntungan yang di didapat dan lain sebagainya. Di kursi saksi, Ni Made Suwerni yang duduk berdampingan dengan 3 orang lainnya banyak mengatakan tidak tahu terkait aliran dana sebanyak itu. Mengaku tidak tahu sejakan kapan LPD Sangat dapat bantuan dari Pemda Badung, walaupun sempat menandatangani penerimaan setoran dari setiap nasabah. Dikatakan hakim, diduga kenakan terima setoran saja ya bu? Kenapa ibu tidak tahu dan banyak diam? Kenapa tugas ini sebagai sekretaris tidak dilaksanakan? Tidak mambuat laporan pengeluaran.

“Setiap ada pemasukan, dan pengeluaran, saya berkoordinasi dengan ketua LPD (terdakwa),” jawabnya. Ditanya lagi, Apa yang dikoordisasikan, mengenai apa? Pertanyaan ini membuat saksi terdiam membisu. Mantan Sekretaris inipun mengaku tidak memiliki awik-awik dan peraren. “Ibu dianggap mati, tidak bekerja mulai  2006 sampai 2019,”  Nelson hakim anggota sedikit menyudutkan Ni Made Suwerni, yang terus diam itu.

Ditemui usai sidang, Suwerni menyatakan, dirinya sangat gugup sehingga tidak begitu banyak menjawab pertanyaan hakim. “Ya, tadi saya benar-benar gugup bercampur rasa takut juga. Tapi benar, pernyataan sata tadi, sekitar 2019 terdakwa sempat menyatakan bahwa mengikuti trading dan main saham pakai sebagian uang. Awalnya saya tidak tahu, akhirnya berujung sampai ke persidangan seperti ini,” sebut tambah wanita menggunakan baju batik ini.

Baca Juga:  Gelontor Kredit Fiktif Rp 1,2 M, Trio TSK LPD Gerokgak Segera Diadili

Selain itu, dalam persidangan tersebut Bendahara LPD Sangeh Gusti Ayu Wikani mengaku beberapa kali transfer uang dipinjama terdakwa secara beberapa kali. Dan totalnya mencapai sekitar 30 miliar. Juga diberikan uang secara kes. “Selain transfer, saya juga beberapa kali kasi secara kes kepada terdakwa. Tidak ingat bepara jumlah uang kes, diduga mencapai balasan miliar,” kisahnya didepan persidangan. Dari jumlah Rp 58 miliar, dipotong biaya  administrasi dan materi  1, 7 M lebih. Uang ini masuk ke rekening LPD. Sementara itu saksi Jro Bendesa Sangeh mengatakan, sejak menjabat sebagai prajuru 2019, dia mengetahui adanya korupsi setelah mengikuti paruman 2020.

Dalam laporan penanggung jawaban, baru diketahui adanya dugaan selisih keuangan, dan saat itu Bendesa ada sudah meninggal dunia. “Saya baru diangkat menjadi Jro Bendesa setelah kasus ini terungkap,”  bebernya kepada majelis hakim. Anak Agung Bagus Adi Dwiputra sebut, para nasabah diketahui semakin geram sekitar maret 2021 sedangkan dirinya tidak begitu paham terkait kemarahan warga. “Jalannya waktu, karena situasi semakin memanas, pihak desa melibatkan prajuru dengan banjar, melakukan rapat. Dengan fenomena yang ada, kita sepakat dilakukan audit eksternal, sekitar april sampai agustus 2021. Hasilnya ada kecurangan atau kerugian Rp 130 miliar,” cetus lelaki tersebut.

Dengan selisih sebanyak itu, yang terlintas dibenaknya sangat tidak percaya. Belakangan, baru diketahui selisih itu akibat modus kredit fiktif. Hingga, mengantarkan saya ke PN Denpasar dan duduk di kursi saksi. Sedangkan, Sekretaris aktif LPD Sangeh juga menjabat sebagai Kepala Bagian Dana

Ida Bagus Putu Pujawan mengaku, sampai tahun 2020 masih ada pencairan, tapi yang bersangkutan tidak catat. “Selain tidak mencstat, saya juga tidak tahu, sama sekali idak penah mengecek neraca kredit,” titupnya. Seperti berita sebelumnya, Eks Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Nyoman Agus Aryadi 52, diduga melakukan tindak pidana korupsi hingga menyebabkan kerugian Rp 57,2 miliar saat dirinya menjabat pada periode 2016–2020.

Baca Juga:  Duh, Kehabisan Uang untuk Makan, Dua Buruh Bobol Tempat Kerja Sendiri

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yusmawati dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mendakwa terdakwa Agus Aryadi dengan tiga Pasal yakni Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 9 UU Tipikor. Sebagaimana laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan LPD yang diterbitkan oleh Inspektorat Kabupaten Badung Nomor: X700/10/V/ Inspektorat Tanggal 14 November 2022,

Aryadi selaku Kepala LPD Desa Adat Sangeh bersama-sama dengan pengurus dan karyawan LPD Desa Adat Sangeh, yakni Ni Wayan Suci selaku Kepala Bagian Kredit, Ni Ketut Deni Harum Sari selaku staff bagian kredit dan I Gusti Ayuwikani selaku kasir/bendahara.

Bahwa pada Mei 2016 sampai dengan Desember 2020 sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 56.112.543.783, atau orang lain yaitu para pengurus maupun karyawan LPD Desa Adat Sangeh sebesar Rp1.095.689,141. Bahwa pada 2016-2017, terdakwa membuat kredit fiktif dengan mencatut 92 nama nasabah LPD Sangeh yang pernah mengajukan kredit. Namun, kredit 92 nasabah itu telah lunas. Total uang yang diterima terdakwa dari 92 kredit fiktif tersebut sebesar Rp 55.732.073.000.

Kemudian pada 2017-2020, terdakwa kembali mengulangi perbuatannya dengan mencatut 54 nama nasabah LPD Sangeh dengan total uang yang dicairkan Rp 1.126.739.924. Uang tersebut kemudian ditampung ke dalam rekening atas nama Ayuk BPD/Laba dengan tujuan laba bulanan LPD Sangeh seolah-olah mencapai target dan memperoleh keuntungan. Selanjutnya, terdakwa juga pernah membuat kebijakan kepada pengurus maupun karyawan LPD Sangeh untuk mengajukan kas bon atas persetujuannya.

Bahwa dari beberapa kas bon yang ada ternyata hanya kasbon milik terdakwa yang tidak dikembalikan, sehingga hal ini mengakibatkan kerugian negara dalam hal ini kerugian LPD Sangeh sebesar Rp. 346.200.000,” kata dia. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 Ayat 1 (dakwaan primer) , Pasal 3 (dakwaan subsider), atau Pasal 9 (dakwaan subsider kesatu), juncto Pasal 18 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dre/rid)


Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru