SINGARAJA,radarbali.id – Sidang perkara korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan dengan terdakwa tunggal Nyoman Arta Wirawan, mendekati akhir. Kemarin (20/3/2023) Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar yang dipimpin Putu Gede Novyarta.
Dalam berkas tuntutan, JPU Bambang Haryanto menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 18,5 tahun terhadap terdakwa Arta Wirawan. Tuntutan itu sekaligus mematahkan rekor tuntutan di Pengadilan Tipikor Denpasar. Sebelumnya tuntutan tertinggi dibacakan pada perkara dugaan korupsi LPD Ungasan.
Pada persidangan kemarin (20/3/2023), JPU membacakan berkas tuntutan secara daring. JPU membaca berkas tuntutan dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, sementara majelis hakim menyimak dari Pengadilan Tipikor. Khusus terdakwa yang didampingi pengacaranya I Wayan Sumardika, mendengarkan tuntutan itu dari Lapas.
JPU sendiri meyakini terdakwa Arta Wirawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi di LPD Anturan. Karena jabatannya sebagai Ketua LPD, terdakwa mendapat akses yang lebih leluasa untuk menilep uang di LPD. Tak tanggung-tanggung nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 151,46 miliar.
Dari hasil audit kerugian keuangan negara, kerugian itu terdiri dari selisih nilai kas di bank dengan nilai rekenin koran sebenarnya senilai Rp 1,06 miliar, pencairan kredit fiktif dan tanpa akad kredit sebanyak Rp 148,54 miliar, dan pembagian laba bersih sebesar Rp 1,84 miliar.
Selain itu dalam persidangan terungkap bahwa laba hasil penjualan tanah kavling milik LPD Anturan, digunakan untuk keperluan yang taka da kaitannya dengan usaha pengelolaan LPD. Tepatnya untuk kegiatan tirta yatra. Nilainya mencapai Rp 775 juta.
Tak cukup sampai di sana, Arta Wirawan diduga membagikan laba hasil penjualan tanah kavling kepada beberapa pengurus, pengawas LPD, dan rekan-rekan terdakwa. Total laba yang dijadikan bancakan mencapai Rp 2,59 miliar.
Terdakwa juga diduga menggunakan uang kas untuk kepentingan sendiri senilai Rp 397,7 juta. Untuk menyamarkan hal tersebut, terdakwa melakukan transfer uang kas LPOD ke rekening pribadi atas nama Ida Ayu Wijayanti. Hal itu diduga dilakukan secara bertahap sejak 2019 hingga 2020.
Dalam pertimbangannya, JPU Bambang Haryanto berpendapat perbuatan terdakwa terbilang memberatkan, lantaran perbuatan terdkawa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Perbuatan terdakwa mengakibatkan timbulnya kerugian negara cq LPD Adat Anturan sebesar Rp 155,23 miliar. Terdakwa telah menikmati hasil dari perbuatan korupsi yang dilakukan, dan perbuatan pidana yang diperbuat terdkawa dilakukan secara berlanjut sejak 2009 sampai tahun 2019,” ujarnya.
Sementara hal yang dianggap meringankan dari perbuatan terdakwa yakni terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan, terdakwa menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, dan terdakwa belum pernah dihukum.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut JPU menuntut agar majelis hakim di Pengadilan Tipikor Singaraja menyatakan bahwa terdakwa Arta Wirawan terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncot Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana selama 18 tahun dan enam bulan penjara, dikurangi selama masa terdakwa berada dalam tahanan,” ujar JPU.
Disamping itu JPU menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman denda sebanyak Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebanyak Rp 155,23 miliar subsidair 10 tahun penjara.
Mendengar tuntutan tersebut, majelis hakim Putu Gede Novyarta memutuskan menunda sidang. Rencananya sidang akan dilanjutkan pada Senin (27/3) pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan dari terdakwa.
Sementara itu pengacara terdakwa Nyoman Arta Wirawan, I Wayan Sumardika menegaskan pihaknya akan mengajukan pembelaan terhadap kliennya. “Dalam membuat tuntutan ini, JPU berhalusinasi. Kami akan lawan dan sampaikan dalam pledoi nanti,” kata Sumardika. (eps/rid)