DENPASAR, Radar Bali – Terdakwa kasus pasal 263 ayat (1) atau pasal 263 ayat (2) tentang pemalsuan surat, bernama Ir. Sanjaya, dinyatakan bebas murni oleh Majelis hakim.
Itu diputuskan Hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (16/3) sore.
Ir. Sanjaya dinyatakan tidak bersalah oleh hakim yang memimpin jalannya persidangan yang dipimpin oleh hakim ketua Noviarta serta hakim anggota Made Pasek dan Wayan Sukradana.
Pasca dinyatakan tidak bersalah, jaksa dari Kejaksaan Negeri Denpasar yang menangani kasus ini melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Akta permohonan kasasi ke MA itu nomor 8/Akta Pid.B/2021/PN DPS juncto Nomor 769/Pid.B/2020/PN DPS.
Namun, kasasi jaksa penuntut umum itu kembali ditolak di tingkat MA. “Mengadili, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tersebut; membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500.00”.
Demikian bunyi amar putusan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada Selasa (24/8/2021).
Erwin Siregar, selaku kuasa hukum Ir. Sanjaya mengatakan, dengan ditolaknya kasasi Jaksa Penuntut Umum di MA, kliennya tersebut dinyatakan bebas demi hukum.
“Putusnya baik PN maupun MA adalah lepas demi hukum walaupun dapat diartikan bebas. Keputusan itu sudah tepat,” Denpasar, Selasa (21/9).
Terkait ditolaknya kasasi Jaksa di tingkat MA tersebut, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Denpasar, mengatakan dirinya masih melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait hal itu.
“Saya confirm dulu. Kalau sudah ada data nanti saya info,” katanya saat dikonfirmasi via WhatsApp, Selasa (21/9).
Di sisi lain, Erwin Siregar, selaku kuasa hukum Ir. Sanjaya menjelaskan, kasus ini awalnya terkait tanah warisan milik kliennya yang terletak di jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektare. Pelapor atau saksi 1 dalam kasus ini yakni Putu Widyantara.
Di mana, awalnya, Ir. Sanjaya dilaporkan ke Mapolda Bali oleh saksi atas dugaan penyerobotan. Namun, dua kali laporan dibuat di Polda Bali, kasusnya berujung SP3.
Pertimbangan Polda saat itu mengeluarkan SP3 karena Ir. Sanjaya berhasil menunjukkan salinan surat silsilah keluarganya yang saat itu diminta oleh Polda Bali.
Namun, karena berujung SP3, saksi 1 atau Putu Widyantara kembali membuat laporan ke Mapolresta Denpasar dengan tuduhan pemalsuan surat.
“Polisi (Polda Bali) meminta, apa bukti jika itu tanah bapaknya (ayah dari Ir. Sanjaya). Akhirnya dia (Ir. Sanjaya) menyalin silsilah dan ditunjukkan ke Polda. Karena menyalin silsilah tersebut, dia akhirnya dibilang memalsukan dan dilaporkan ke Polresta. Celakanya lagi, kasus ini di-P21 oleh kejaksaan,” bebernya.
Lalu, kasusnya pun berjalan ke persidangan. Sementara saat itu, Ir. Sanjaya sempat ditahan selama kurang lebih satu bulan.
Selaku kuasa hukum, Erwin Siregar mengajukan penangguhan dan dikabulkan. Dalam persidangan, Ir. Sanjaya dituntut penjara selama empat bulan.
“Dari tuntutan saja saya sudah curiga karena hanya empat bulan. Jadi saya pikir tujuan mereka ini hanya dinyatakan salah saja,” beber pria yang juga berposisi sebagai salah satu Anggota Penasihat Peradi pusat ini.
Dalam proses persidangan, Hakim akhirnya memutuskan membebaskan Ir. Sanjaya karena tidak terbukti bersalah melakukan tindakan pemalsuan surat.
“Nah, itulah yang jadi pertimbangan hakim. Artinya, perbuatan menyalin itu ada, tetapi itu adalah perbuatan perdata. Dia menyalin dari yang asli untuk meyakinkan Polda Bali pada laporan pertama dan kedua yang di SP-3 itu. Akhirnya dilepas demi hukum,” beber Erwin Siregar.
Lalu, terkait asal muasal kasus ini. Erwin Siregar menjelaskan, kasus tanah itu bermula pada tahun 1968 lalu.
Saat itu tanah yang terletak di jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektare itu memiliki sertifikat atas nama ayah dari terdakwa bernama Wijaya Kusuma.
Lalu pada tahun 1990-an dilakukan pembaharuan sertifikat dengan atas nama yang masih sama, yakni I Made Wijaya Kusuma.
Tiba-tiba di tahun 2020, pelapor menuduh Ir. Sanjaya melakukan penyerobotan tanah. Di mana asal muasal tanah itu merupakan warisan dari kakek terdakwa bernama I Made Wanten yang kemudian diwariskan kepada ayah terdakwa.
Namun, tiba-tiba, pelapor mengaku jika itu adalah tanah dari keturunannya yang diberikan oleh kakeknya bernama Kak Wanten.
“Padahal, I Made Wanten dan Kak Wanten ini adalah dua orang yang berbeda. Antara pelapor dan klien saya tidak ada hubungan keluarga secara silsilah keluarga,” urainya.
I Putu Widyantara akhirnya merasa dirugikan dengan silsilah tersebut dan memilih melapor ke penegak hukum setelah beberapa kali melakukan mediasi.
Sementara itu, terkait putusan bebas oleh Majelis Hakim tersebut, istri terdakwa Ny. Sanjaya mengaku lega atas putusan bebas sang suami.
“Kami sekeluarga mengaturkan terima kasih kepada Pak Erwin dan tim atas kerja keras dan perjuangannya. Mudah-mudahan semuanya dalam lindungan Tuhan,” tandasnya.