PERSIDANGAN Eks frontman (pentolan) Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) sempat diwarnai kegaduhan.
Sebagai terdakwa, Rizieq bahkan sempat menolak dengan keras mengikuti sidang secara virtual, dan menginginkan dihadirkan langsung di ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Kegaduhan persidangan dan penolakan HRS inipun langsung viral.
Viralnya kegaduhan saat sidang mantan imam besar FPI ini setelah beredar video saat Rizieq marah-marah kepada Majelis Hakim.
Dia mengaku dipaksa menghadiri persidangan secara virtual. Padahal dia meminta jaksa menghadirkan langsung di ruang sidang.
“Pak, saya didorong, saya tidak mau hadir,” kata Rizieq melalui tayangan virtual di akun Youtube Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (19/3) lalu.
Munculnya kegaduhan itupun langsung memantik reaksi dari mantan pengacara Kementerian Hukum dan Ham RI yang juga anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Perjuangan Dapil Bali I Wayan Sudirta SH.
Saat dikonfirmasi Senin (22/3), pengacara senior asal Bali ini selain meminta agar HRS menghormati penetapan majelis hakim, mantan senator yang pernah duduk di DPD RI ini juga meminta agar eks imam besar FPI itu membaca dan memahami Perma (Peraturan Mahkamah Agung) RI.
Berikut petikan wawancara antara mantan pengacara Kemenkumham RI I Wayan Sudirta SH (WS) dengan radarbali.id (RB) soal Penolakan sidang virtual oleh HRS
RB: Besok PN Jaktim kembali menggelar sidang dengan terdakwa Rizieq Shihab. Sebelumnya, Rizieq menolak sidang virtual. Apa saran anda agar HRS menghormati ketentuan sidang secara virtual?
WS: Semua pihak yang ada dipersidangan pengadilan, wajib mengikuti penetapan Majelis hakim, tidak terkecuali bagi terdakwa sendiri. Harus menjalankan apa yang diperintahkan Majelis hakim, termasuk menjalani persidangan secara virtual. Tetapi kalau terdakwa tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, terdakwa punya hak untuk diam dan tidak menjawab sama sekali.
RB: Kalau Habib Rizieq kembali menolak sidang virtual, apa yang hakim harus lakukan?
WS: Walaupun seandainya besok Terdakwa HRS masih menolak disidangkan secara virtual dan terus bersikukuh tidak mau hadir dalam sidang pengadilan secara virtual, Majelis Hakim punya kewenangan untuk memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa dengan upaya paksa dengan bantuan pihak kepolisian.
RB: Apakah seharusnya Rizieq menghormati keputusan sidang digelar virtual?
WS: Sidang virtual sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara pada masa pandemi Covid 19. Begitu pun di Indonesia yg sudah sering melaksanakan sidang virtual dalam berbagai kasus, sejak dikeluarkannya Peraturan Mahkamah (Perma) Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2020 dan Nomor 5 tahun 2020 masing masing bertanggal 25 September 2020 dan 27 November 2020.
RB: Jika masih ada pihak pihak yang mencoba meragukan keabsahan dan daya laku Perma RI Nomor 4 dan Nomor 5 tersebut?
WS: Saya mempersilahkan yang bersangkutan untuk membaca dan mempelajari secara mendalam isi dan jiwa Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, khususnya Pasal 7 dan Pasal 8.
Dengan memahami Perma RI Nomor 4 dan Nomor 5 sebagai lex spesialis atas KUHAP sebagai lex generalis, maka Perma Mahkamah Agung tersebut punya eksistensi dan daya laku yang kuat, karena tidak bertentangan dan tidak bisa dipertentangkan dengan ketentuan- ketentuan yang ada dalam KUHAP.
RB: Lalu apa kesimpulan anda terkait kegaduhan sidang HRS lalu?
WS: Pada intinya, pelaksanaan sidang virtual merupakan upaya negara dalam melindungi seluruh rakyat Indonesia. (*)