28.7 C
Denpasar
Saturday, June 10, 2023

Dibui 12 Tahun, Oknum Kepsek yang Setubui Siswi Masih Terima Gaji

NEGARA-GK, 58, oknum kepala sekolah terdakwa persetubuhan siswi di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) di salah satu sekolah dasar negeri (SDN) di Mendoyo, Jembrana, Bali telah menjalani vonis.

Pihak Pengadilan Tinggi (PT) Bali telah memvonis GK dengan pidana penjara selama 12 tahun. Selain pidana penjara, terdakwa juga pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Vonis PT yang sama dengan tuntutan JPU, itu sejatinya lebih rendah dari vonis pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Negara.

Saat itu, GK oleh majelis hakim pimpinan Mohammad Hasanuddin Hefni mengganjar terdakwa GK dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Baca Juga:  [Ironis] Berdalih untuk Biaya Hidup, Remaja Nekat Curi Belasan Aki

Sesuai amar putusan, vonis bagi terdakwa GK, itu karena hakim menilai, perbuatan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 81 ayat 1 dan 3 UU RI no 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU no 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang – undang, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kini, meski dari hasil upaya banding, hukuman terdakwa berkurang 3 tahun, namun sampai saat ini, terdakwa GK masih menerima gaji dari pemerintah.

Seperti dibenarkan Sekretaris Kabupaten Jembrana I Made Budiasa, Senin (22/11).

Menurutnya, sesuai aturan mengenai aparatur sipil negara, apabila terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap maka diberhentikan.

Baca Juga:  Hitung Kerugian LPD Serangan, Jaksa Penyidik Gunakan Auditor Internal

Namun selama proses hukum masih berjalan, terpidana hanya diberhentikan sementara. Sehingga terdakwa masih berhak menerima gaji sebesar 50 persen dari pemerintah.

“Kalau sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka akan segera diberhentikan,” tegasnya.

Sedangkan saat ini, kata Made Budiasa, salinan putusan belum diterima.

“Kami belum menerima salinan putusan terakhirnya,” tukasnya.

 



NEGARA-GK, 58, oknum kepala sekolah terdakwa persetubuhan siswi di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) di salah satu sekolah dasar negeri (SDN) di Mendoyo, Jembrana, Bali telah menjalani vonis.

Pihak Pengadilan Tinggi (PT) Bali telah memvonis GK dengan pidana penjara selama 12 tahun. Selain pidana penjara, terdakwa juga pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Vonis PT yang sama dengan tuntutan JPU, itu sejatinya lebih rendah dari vonis pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Negara.

Saat itu, GK oleh majelis hakim pimpinan Mohammad Hasanuddin Hefni mengganjar terdakwa GK dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.

Baca Juga:  Warga Disarankan Tempuh Jalur Konsinyasi di Pengadilan

Sesuai amar putusan, vonis bagi terdakwa GK, itu karena hakim menilai, perbuatan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 81 ayat 1 dan 3 UU RI no 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU no 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang – undang, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kini, meski dari hasil upaya banding, hukuman terdakwa berkurang 3 tahun, namun sampai saat ini, terdakwa GK masih menerima gaji dari pemerintah.

Seperti dibenarkan Sekretaris Kabupaten Jembrana I Made Budiasa, Senin (22/11).

Menurutnya, sesuai aturan mengenai aparatur sipil negara, apabila terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap maka diberhentikan.

Baca Juga:  [Ironis] Berdalih untuk Biaya Hidup, Remaja Nekat Curi Belasan Aki

Namun selama proses hukum masih berjalan, terpidana hanya diberhentikan sementara. Sehingga terdakwa masih berhak menerima gaji sebesar 50 persen dari pemerintah.

“Kalau sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka akan segera diberhentikan,” tegasnya.

Sedangkan saat ini, kata Made Budiasa, salinan putusan belum diterima.

“Kami belum menerima salinan putusan terakhirnya,” tukasnya.

 


Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru