26.5 C
Denpasar
Thursday, June 1, 2023

Dilengserkan, Kelian Desa Adat Les Penuktukan Buleleng Melawan

SINGARAJA–Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, Jro Pasek Nengah Wiryasa melawan.

Perlawanan Nengah Wiryasa ini menyusul proses kanorayang (pelengseran, Red) yang dianggap tak sesuai dengan prosedur.

Wiryasa menyurati Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali meminta penundaan penerbitan Surat Keputusan (SK) pelaksana tugas untuk Desa Adat Les-Penuktukan.

Proses kanorayang itu bermula pada paruman yang berlangsung pada 7 Februari lalu. Paruman itu membahas laporan LPD Les-Penuktukan untuk tahun buku 2020. Versi Wiryasa, usai paruman salah seorang anggota kerta desa mengambil alih paruman dan mengarahkan paruman pada penjatuhan sanksi.

Selanjutnya pada Sabtu (6/3) lalu, kerta desa menggelar paruman dan mengeluarkan sejumlah keputusan.

Yakni memberhentikan Jro Pasek Nengah Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, memberhentikan Ketua dan Badan Pengawas LPD Les-Penuktukan, mengangkat pelaksana tugas (plt) Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, mengangkat Tim Peralihan, serta mengangkat dan mengganti prajuru patengen di Desa Adat Les-Penuktukan.

Menurut Wiryasa proses itu melabrak dresta dan awig Desa Adat Les-Penuktukan. Bila merujuk pada dresta, proses pengangkatan dan pemberhentian dilakukan lewat lembaga yang bernama peduluan desa. Lembaga ini membentuk panitia untuk melakukan proses pemilihan dan pelantikan kelian adat. Wiryasa sendiri dilantik lewat prosesi upacara skala dan niskala pada 2016 lalu.

“Kelian adat di Les-Penuktukan itu masa ngayah-nya seumur hidup. Bisa diberhentikan apabila meninggal, atas permohonan sendiri, atau kanorayang (dilengserkan). Semua itu harus lewat paruman. Tapi apa yang terjadi pada saya, tidak lewat sebagaimana mestinya. Saya tidak punya masalah hukum apa-apa kok,” kata Wiryasa yang didampingi kuasa hukumnya I Nyoman Sunarta, saat ditemui di Singaraja siang kemarin (23/3).

Baca Juga:  Kapolda Petrus Instruksikan Polisi di Bali Tingkatkan Kewaspadaan

Ia menilai paruman yang dilakukan oleh kerta desa melabrak sejumlah kewenangan. Sebab merujuk pada Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, kerta desa hanya memiliki hak menyelesaikan perkara di desa adat. Bukan melakukan kanorayang.

“Semestinya yang punya hak (kanorayang) itu peduluan desa. Bukan kerta desa. Kalau kerta desa menjatuhkan sanksi pada saya, salah saya apa? Saya tidak punya masalah pidana kok. Kalau memang saya dianggap salah, harusnya saya punya hak menyampaikan pembelaan dalam paruman kerta desa,” tegasnya.

Sementara itu kuasa hukum I Nyoman Sunarta mengatakan pihaknya telah menyurati Bendesa Agung MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet. Ia meminta agar MDA Bali melakukan proses telaah dan mediasi lebih lanjut. Sebab proses paruman dianggap tak memenuhi asas keadilan. Selain itu MDA Bali juga diminta menunda penerbitan SK pengangkatan pelaksana tugas di Desa Adat Les-Penuktukan.

“Kami minta Bendesa Agung menunda menerbitkan SK dan mencarikan solusi terhadap masalah ini. Sebab bila pola seperti ini dibiarkan, akan menjadi perseden buruk yang sangat merugikan masyarakat adat Bali. Dengan pola begini, akan sangat mudah menjatuhkan seorang pemimpin di desa adat,” kata Sunarta.

Baca Juga:  Majelis Desa Adat Bali Buat Surat Larang Demo Omnibus Lebih 100 Orang

Sementara itu Bendesa Madya MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa mengatakan, kanorayang di Desa Adat Les-Penuktukan sudah dilakukan lewat proses paruman yang dihadiri oleh Sabha Desa dan Kertha Desa di Pura Bale Agung. Paruman juga disebut dihadiri perwakilan dari 76 merajan dan dadia di Desa Adat Les-Penuktukan.

Budarsa mengatakan dirinya sudah sempat mempertemukan kedua belah pihak. Baik itu dari sabha-kertha desa, maupun dengan Jro Pasek Nengah Wiryasa. Hanya saja dalam mediasi itu, Wiryasa disebut lebih banyak diam. Sehingga ia memutuskan menerbitkan rekomendasi berupa pengantar putusan paruman di Desa Adat Les-Penuktukan.

“Saya memang membuatkan rekomendasi. Isinya bahwa sudah ada paruman di Desa Adat Les-Penuktukan. Selanjutnya saya memberikan pengantar ke MDA Bali terkait hasil putusan paruman yang dilakukan desa adat di sana. Suratnya hanya sebatas itu,” kata Budarsa.

Bila merujuk pada proses sebelum-belumnya, MDA Bali biasanya akan menerbitkan SK pengangkatan pelaksana tugas. Selanjutnya pelaksana tugas diberi waktu selama dua tahun untuk menjalankan tugas-tugas sebagai kelian desa adat, sekaligus menyiapkan kepanitiaan untuk pemilihan kelian desa selanjutnya.

Kalau toh ada permintaan mediasi di MDA Bali, Budarsa mengaku tak mempermasalahkan. “Merasa keberatan itu kan sah-sah saja. Kalau toh Pak Wiryasa itu mau minta mediasi di MDA Bali, silahkan saja. Itu hak yang bersangkutan. Kami tidak akan mengarahkan apalagi menghalangi,” tegas Budarsa. 



SINGARAJA–Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, Jro Pasek Nengah Wiryasa melawan.

Perlawanan Nengah Wiryasa ini menyusul proses kanorayang (pelengseran, Red) yang dianggap tak sesuai dengan prosedur.

Wiryasa menyurati Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali meminta penundaan penerbitan Surat Keputusan (SK) pelaksana tugas untuk Desa Adat Les-Penuktukan.

Proses kanorayang itu bermula pada paruman yang berlangsung pada 7 Februari lalu. Paruman itu membahas laporan LPD Les-Penuktukan untuk tahun buku 2020. Versi Wiryasa, usai paruman salah seorang anggota kerta desa mengambil alih paruman dan mengarahkan paruman pada penjatuhan sanksi.

Selanjutnya pada Sabtu (6/3) lalu, kerta desa menggelar paruman dan mengeluarkan sejumlah keputusan.

Yakni memberhentikan Jro Pasek Nengah Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, memberhentikan Ketua dan Badan Pengawas LPD Les-Penuktukan, mengangkat pelaksana tugas (plt) Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, mengangkat Tim Peralihan, serta mengangkat dan mengganti prajuru patengen di Desa Adat Les-Penuktukan.

Menurut Wiryasa proses itu melabrak dresta dan awig Desa Adat Les-Penuktukan. Bila merujuk pada dresta, proses pengangkatan dan pemberhentian dilakukan lewat lembaga yang bernama peduluan desa. Lembaga ini membentuk panitia untuk melakukan proses pemilihan dan pelantikan kelian adat. Wiryasa sendiri dilantik lewat prosesi upacara skala dan niskala pada 2016 lalu.

“Kelian adat di Les-Penuktukan itu masa ngayah-nya seumur hidup. Bisa diberhentikan apabila meninggal, atas permohonan sendiri, atau kanorayang (dilengserkan). Semua itu harus lewat paruman. Tapi apa yang terjadi pada saya, tidak lewat sebagaimana mestinya. Saya tidak punya masalah hukum apa-apa kok,” kata Wiryasa yang didampingi kuasa hukumnya I Nyoman Sunarta, saat ditemui di Singaraja siang kemarin (23/3).

Baca Juga:  Deportasi WNA Foto Telanjang di Tempat Suci, MDA Ikut Bicara

Ia menilai paruman yang dilakukan oleh kerta desa melabrak sejumlah kewenangan. Sebab merujuk pada Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, kerta desa hanya memiliki hak menyelesaikan perkara di desa adat. Bukan melakukan kanorayang.

“Semestinya yang punya hak (kanorayang) itu peduluan desa. Bukan kerta desa. Kalau kerta desa menjatuhkan sanksi pada saya, salah saya apa? Saya tidak punya masalah pidana kok. Kalau memang saya dianggap salah, harusnya saya punya hak menyampaikan pembelaan dalam paruman kerta desa,” tegasnya.

Sementara itu kuasa hukum I Nyoman Sunarta mengatakan pihaknya telah menyurati Bendesa Agung MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet. Ia meminta agar MDA Bali melakukan proses telaah dan mediasi lebih lanjut. Sebab proses paruman dianggap tak memenuhi asas keadilan. Selain itu MDA Bali juga diminta menunda penerbitan SK pengangkatan pelaksana tugas di Desa Adat Les-Penuktukan.

“Kami minta Bendesa Agung menunda menerbitkan SK dan mencarikan solusi terhadap masalah ini. Sebab bila pola seperti ini dibiarkan, akan menjadi perseden buruk yang sangat merugikan masyarakat adat Bali. Dengan pola begini, akan sangat mudah menjatuhkan seorang pemimpin di desa adat,” kata Sunarta.

Baca Juga:  Prajuru Jagatnatha Lakukan Melasti Ngubeng

Sementara itu Bendesa Madya MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa mengatakan, kanorayang di Desa Adat Les-Penuktukan sudah dilakukan lewat proses paruman yang dihadiri oleh Sabha Desa dan Kertha Desa di Pura Bale Agung. Paruman juga disebut dihadiri perwakilan dari 76 merajan dan dadia di Desa Adat Les-Penuktukan.

Budarsa mengatakan dirinya sudah sempat mempertemukan kedua belah pihak. Baik itu dari sabha-kertha desa, maupun dengan Jro Pasek Nengah Wiryasa. Hanya saja dalam mediasi itu, Wiryasa disebut lebih banyak diam. Sehingga ia memutuskan menerbitkan rekomendasi berupa pengantar putusan paruman di Desa Adat Les-Penuktukan.

“Saya memang membuatkan rekomendasi. Isinya bahwa sudah ada paruman di Desa Adat Les-Penuktukan. Selanjutnya saya memberikan pengantar ke MDA Bali terkait hasil putusan paruman yang dilakukan desa adat di sana. Suratnya hanya sebatas itu,” kata Budarsa.

Bila merujuk pada proses sebelum-belumnya, MDA Bali biasanya akan menerbitkan SK pengangkatan pelaksana tugas. Selanjutnya pelaksana tugas diberi waktu selama dua tahun untuk menjalankan tugas-tugas sebagai kelian desa adat, sekaligus menyiapkan kepanitiaan untuk pemilihan kelian desa selanjutnya.

Kalau toh ada permintaan mediasi di MDA Bali, Budarsa mengaku tak mempermasalahkan. “Merasa keberatan itu kan sah-sah saja. Kalau toh Pak Wiryasa itu mau minta mediasi di MDA Bali, silahkan saja. Itu hak yang bersangkutan. Kami tidak akan mengarahkan apalagi menghalangi,” tegas Budarsa. 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru