NEGARA– Kasus paman setubuhi ponakan berinisial ZA di Kabupaten Jembrana, Bali, akhirnya menjalani sidang vonis.
Saat sidang pembacaan amar putusan, pria berusia 25 tahun ini akhirnya diganjar dengan hukuman pidana selama 8 (delapan) tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim PN Negara Ni Putu Asih Yudiastri menyatakan, hukuman bagi Terdakwa ZA, itu karena majelis hakim menilai, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana persetubuhan dengan korban yang masih keponakan sendiri.
Perbuatan terdakwa, itu terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat (2) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Bahkan selain putusan pidana penjara selama 8 tahun, terdakwa dipidana denda sebesar Rp 10 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
“Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana,” terangnya.
Sementara itu, sebelum membacakan amar putusan, majelis hakim terlebih dahulu mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan hukuman terdakwa.
Hal yang memberatkan, majelis hakim menilai, perbuatan terdakwa menimbulkan trauma baik fisik maupun psikis pada anak korban maupun keluarganya, serta anak korban masih keponakan dari terdakwa sendiri yang seharusnya terdakwa menjaga dan melindungi.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa jujur mengakui perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulangi. Selain itu, terdakwa sebagai orang tua tunggal yang memiliki anak yang masih kecil.
Putusan majelis hakim tersebut, hampir sama dengan tuntutan jaksa penutut umum yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 10 juta dan subsider 3 bulan.
Perbedaan dengan tuntutan hanya pada subsider yang berkurang 2 bulan dari tuntutan jaksa penutut umum.
Namun demikian, jaksa penutut umum menyatakan menerima dengan putusan tersebut, begitu juga dengan terdakwa yang menerima putusan sehingga tidak akan melakukan upaya hukum banding.
“Kami menerima putusan,” terang Kasipidum Kejari Jembrana Delfi Trimariono.
Kasus persetubuhan awal terjadi pada bulan Mei lalu pada pukul 02.00 WITA dini hari.
Saat itu, tersangka masuk ke rumah korban yang dalam kondisi sepi, terdakwa masuk melalui jendela setelah sempat dihubungi korban melalui pesan pendek.
Korban sering dirayu tersangka, hingga mau disetubuhi. Hingga kasus terungkap, tersangka sudah delapan kali melakukan hubungan badan dengan korban.
Terakhir pada Selasa (19/10) sekitar pukul 11.00 WITA. Pada saat kejadian terakhir di rumah korban hanya bersama nenek korban yang dalam kondisi stroke.
Orang tua korban mengetahui karena merasa curiga dengan tingkah laku anaknya yang tidak biasa. Saat bersamaan, ayah korban melihat tersangka keluar dari rumah saat peristiwa terakhir. Anak korban yang ditanya orang tuanya, mengaku telah disetubuhi tersangka. Padahal tersangka, merupakan paman dari korban karena istri tersangka adik dari ibu korban.
Dari hasil pemeriksaan, tidak ada paksaan dari tersangka pada korban. Tersangka yang berstatus duda setelah ditinggal istrinya meninggal 2 tahun lalu, melakukan bujuk rayu pada korban hingga korban mau disetubuhi.