25.4 C
Denpasar
Saturday, June 10, 2023

Bendesa Adat Liligundi Tuding Wenten Cs Langgar Kesepakatan

AMLAPURA- Pernyataan sikap krama atau warga Desa Adat Liligundi terkait mosi tidak percaya yang berlangsung di Pura Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem, Karangasem, pada Kamis (20/1) lalu ditanggapi santai oleh Bendesa Adat Liligundi I Ketut Alit Suardana.

 

Dikonfirmasi belum lama ini, Alit mengatakan bahwa tidak ada surat yang masuk ke desa adat terkait kegiatan tersebut.

 

“Tidak ada pemberitahuan ke desa adat terkait kegiatan itu,” ujarnya.

 

Selain itu, kata dia, dinamika penyelesaian masalah di tingkat desa adat tidak ada istilah pernyataan sikap mosi tidak percaya.

 

Ketika terjadi permasalahan di desa adat seharusnya diselesaikan di Majelis Desa Adat (MDA) atau bisa menyampaikan pendapat di dalam paruman desa.

 

“Kegiatan mosi tidak percaya itu kan tidak dikenal di desa adat. Dresta kita tidak ada norma begitu. Sama dengan petisi itu tidak ada. Kalau mosi tidak percaya itu untuk lembaga lain,” tutur Alit.

 

Alit menyebut, antara pihak desa adat dengan kelompok Wenten cs sempat menemukan kata sepakat pada November 2021 lalu di BKS LPD Bebandem.

 

Saat itu antara kelompom Wenten cs dengan kelompok Alit Suardana selaku terlapor menandatangani tiga butir kesepakatan.

 

Hanya saja seminggu sebelum kegiatan pernyataan sikap mosi tidak percaya, Alit menuding kelompok Wenten cs meminta kesepakatan pararem 05 tentang pemilihan bendesa adat Liligundi dihapus.

Baca Juga:  Dipindah ke Lapas Kerobokan, JRX Pakai Celana Pendek dan Sandal Jepit

 

“Persoalan kesepakatan sepakat untuk bersepakat itu terhadap tiga butir kesepakatan masih menimbulkan perbedaan tafsir,” sebutnya.

 

Tiga poin yang telah disepakati yakni, syarat calon bendesa dengan pendidikan minimal lulusan SMP sudah dicabut dan dikembalikan sesuai awig-awig.

 

Poin kedua yakni terkait amandemen pemilihan bendesa adat dilakukan dengan musyawarah mufakat dan tidak boleh voting.

 

Poin ketiga selambat-lambatnya tanggal 17 Maret 2022 Desa adat Liligundi sudah memiliki bendesa adat baru.

 

“Kami prajuru tetap konsen dengan tiga kesepakatan itu. Justru pak Wenten cs meminta pararem itu dicabut keseluruhannya untuk pararem 05 minta dicabut. Padahal dia yang menandatangani,” ucap Alit.

 

Dia menambahkan, tindak lanjut pembahasan bahwa ada perbedaan pendapat soal pemilihan bendesa adat dengan musyawarah mufakat.

 

Versi dari Wenten Cs, pemilihan bendesa adat dipilih atas kesepakatan krama desa secara langsung. Dengan demikian, Alit menyebut bahwa pemilihan tersebut merupakan pemilihan secara voting. “Dan itu tidak boleh,” imbuhnya.

 

Sementara dengan adanya rencana untuk menggelar pemilihan bendesa adat tandingan atau bayangan, pria yang juga menjabat sebagai Ketua MDA Karangasem ini mengatakan di era baru ini semua harus tunduk pada regulasi yang ada.

 

Pemilihan bendesa adat akan diakui apabila sah secara de facto dan de jure. “Tidak hanya de facto saja atau hasil sangkepan paruman desa adat, tapi juga secara hukum. Ada pengukuhan dan penetapan dari MDA provinsi,” tukasnya. 

Baca Juga:  Krama Liligundi Tak Percaya Bendesa Adat

 

Terkait hal ini, I Komang Wenten selaku tokoh masyarakat Desa Adat Liligundi menyebut bahwa bendesa adat dalam hal ini Alit Suardana lah yang justru memungkiri kesepakatan yang telah disepakati atas tiga poin tersebut.

 

Dia menyebut, krama desa adat Liligundi justru telah menjalankan isi dari berita acara yang telah disepakati bersama pada November 2021 lalu.

 

“Itu kan pembelaan versi dia (Alit Suardana). Sah-sah saja. Padahal kami tetap berpegang teguh pada hasil kesepakatan dan berita acara yang dibuat,” kata Wenten.

 

Wenten mengatakan, yang menjadi perbedaan tafsir sehingga memicu amarah warga Liligundi karena Alit Suardana tetap kekeh ingin pemilihan bendesa adat hanya ditentukan lima orang saja.

 

Sementara pihak Wenten mennganggap, sesuai kesepakatan, pemilihan bendesa adat dilakukan krama desa dalam paruman desa.

 

Hal ini kata dia mengacu Perda 4 tahun 2019 tentang desa adat, SE MDA Provinsi Bali nomor 006 dan dipadukan dengan awig-awig desa adat Liligundi. “Kalau pemilihan bendesa adat hanya disahkan lima orang, kan ini tidak demokratis.

Artinya bukan atas dasar pemilihan dari krama desa. Masyarakat sudah patuh dengan kesepakatan justru dari Bendesa Kami yang tidak patuh terhadap kesepakatan yang dibuat,” tandasnya. 



AMLAPURA- Pernyataan sikap krama atau warga Desa Adat Liligundi terkait mosi tidak percaya yang berlangsung di Pura Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem, Karangasem, pada Kamis (20/1) lalu ditanggapi santai oleh Bendesa Adat Liligundi I Ketut Alit Suardana.

 

Dikonfirmasi belum lama ini, Alit mengatakan bahwa tidak ada surat yang masuk ke desa adat terkait kegiatan tersebut.

 

“Tidak ada pemberitahuan ke desa adat terkait kegiatan itu,” ujarnya.

 

Selain itu, kata dia, dinamika penyelesaian masalah di tingkat desa adat tidak ada istilah pernyataan sikap mosi tidak percaya.

 

Ketika terjadi permasalahan di desa adat seharusnya diselesaikan di Majelis Desa Adat (MDA) atau bisa menyampaikan pendapat di dalam paruman desa.

 

“Kegiatan mosi tidak percaya itu kan tidak dikenal di desa adat. Dresta kita tidak ada norma begitu. Sama dengan petisi itu tidak ada. Kalau mosi tidak percaya itu untuk lembaga lain,” tutur Alit.

 

Alit menyebut, antara pihak desa adat dengan kelompok Wenten cs sempat menemukan kata sepakat pada November 2021 lalu di BKS LPD Bebandem.

 

Saat itu antara kelompom Wenten cs dengan kelompok Alit Suardana selaku terlapor menandatangani tiga butir kesepakatan.

 

Hanya saja seminggu sebelum kegiatan pernyataan sikap mosi tidak percaya, Alit menuding kelompok Wenten cs meminta kesepakatan pararem 05 tentang pemilihan bendesa adat Liligundi dihapus.

Baca Juga:  Dituding Nyerobot Tanah, Mantan Sekjen PHDI Diputus Bebas Hakim Negara

 

“Persoalan kesepakatan sepakat untuk bersepakat itu terhadap tiga butir kesepakatan masih menimbulkan perbedaan tafsir,” sebutnya.

 

Tiga poin yang telah disepakati yakni, syarat calon bendesa dengan pendidikan minimal lulusan SMP sudah dicabut dan dikembalikan sesuai awig-awig.

 

Poin kedua yakni terkait amandemen pemilihan bendesa adat dilakukan dengan musyawarah mufakat dan tidak boleh voting.

 

Poin ketiga selambat-lambatnya tanggal 17 Maret 2022 Desa adat Liligundi sudah memiliki bendesa adat baru.

 

“Kami prajuru tetap konsen dengan tiga kesepakatan itu. Justru pak Wenten cs meminta pararem itu dicabut keseluruhannya untuk pararem 05 minta dicabut. Padahal dia yang menandatangani,” ucap Alit.

 

Dia menambahkan, tindak lanjut pembahasan bahwa ada perbedaan pendapat soal pemilihan bendesa adat dengan musyawarah mufakat.

 

Versi dari Wenten Cs, pemilihan bendesa adat dipilih atas kesepakatan krama desa secara langsung. Dengan demikian, Alit menyebut bahwa pemilihan tersebut merupakan pemilihan secara voting. “Dan itu tidak boleh,” imbuhnya.

 

Sementara dengan adanya rencana untuk menggelar pemilihan bendesa adat tandingan atau bayangan, pria yang juga menjabat sebagai Ketua MDA Karangasem ini mengatakan di era baru ini semua harus tunduk pada regulasi yang ada.

 

Pemilihan bendesa adat akan diakui apabila sah secara de facto dan de jure. “Tidak hanya de facto saja atau hasil sangkepan paruman desa adat, tapi juga secara hukum. Ada pengukuhan dan penetapan dari MDA provinsi,” tukasnya. 

Baca Juga:  Bobol Rumah Kosong, Bawa Kabur Emas Rp 80 Juta, Emak-emak Diciduk

 

Terkait hal ini, I Komang Wenten selaku tokoh masyarakat Desa Adat Liligundi menyebut bahwa bendesa adat dalam hal ini Alit Suardana lah yang justru memungkiri kesepakatan yang telah disepakati atas tiga poin tersebut.

 

Dia menyebut, krama desa adat Liligundi justru telah menjalankan isi dari berita acara yang telah disepakati bersama pada November 2021 lalu.

 

“Itu kan pembelaan versi dia (Alit Suardana). Sah-sah saja. Padahal kami tetap berpegang teguh pada hasil kesepakatan dan berita acara yang dibuat,” kata Wenten.

 

Wenten mengatakan, yang menjadi perbedaan tafsir sehingga memicu amarah warga Liligundi karena Alit Suardana tetap kekeh ingin pemilihan bendesa adat hanya ditentukan lima orang saja.

 

Sementara pihak Wenten mennganggap, sesuai kesepakatan, pemilihan bendesa adat dilakukan krama desa dalam paruman desa.

 

Hal ini kata dia mengacu Perda 4 tahun 2019 tentang desa adat, SE MDA Provinsi Bali nomor 006 dan dipadukan dengan awig-awig desa adat Liligundi. “Kalau pemilihan bendesa adat hanya disahkan lima orang, kan ini tidak demokratis.

Artinya bukan atas dasar pemilihan dari krama desa. Masyarakat sudah patuh dengan kesepakatan justru dari Bendesa Kami yang tidak patuh terhadap kesepakatan yang dibuat,” tandasnya. 


Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru