25.4 C
Denpasar
Saturday, April 1, 2023

Rusak Penjor Galungan di Gianyar, 7 Prajuru Adat Dituntut 1 Tahun Penjara

GIANYAR-Sidang kasus pencabutan disertai pengerusakan penjor yang terjadi di pekarangan rumah I Ketut Warka di Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Gianyar, digelar pada Selasa (21/2) lalu. Pada sidang dengan agenda tuntutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut para terdakwa masing-masing 1 tahun penjara.

Sidang itu digelar secara online. Para Penasihat Hukum dan para terdakwa mengikuti sidang dari Rutan Kelas II B Gianyar, tempat 7 terdakwa ditahan. 7 terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal 156a Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun yang menjadi pertimbangan memberatkan tuntutan 7 terdakwa ialah perbuatan para terdakwa meresahkan Umat Hindu, Adat, Tradisi dan Budaya di Bali.

Atas surat tuntutan tersebut, para terdakwa melalui Penasihat Hukumnya akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada hari Senin tanggal 27 Februari 2023. “Kami selaku Penasihat Hukum para Terdakwa sangat menghormati tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,” kata salah satu kuasa hukum para terdakwa, Gede Narayana didampingi rekannya, Nyoman Astana, Kamis (23/2).

Baca Juga:  43 Jenis Pisang Dikembangkan di Taro, Ini Targetnya…

Dikatakannya, bahwa pihaknya selaku kuasa hukum para terdakwa berharap adanya pertimbangan secara objektif terhadap yang dilakukan oleh para terdakwa dengan melihat semua bukti-bukti dan fakta-fakta dalam persidangan.

Fakta yang terungkap dalam persidangan, lanjut pensehat hukum, terdakwa hanyalah sebagai prajuru adat yang senantiasa berusaha menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh awig-awig dan hasil Pasemuan/Pesangkepan Adat yang menjadi landasan norma hukum adat di Desa Adat Taro Kelod.

“Sesusai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (5) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Di Bali, menyebutkan, keputusan Pasangkepan Desa Adat mengikat secara hukum bagi seluruh Krama Desa Adat,” tandasnya.

Menurutnya, sebagai Prajuru adat, dalam kasus ini para terdakwa pun menjadi dalam posisi yang serba salah. Jika tidak melaksanakan keputusan adat, maka akan dikenakan sanksi adat. Namun, ketika melaksanakan keputusan adat justru dihadapkan pada proses hukum positif.

Baca Juga:  Hukuman Didiskon Hakim 3,5 Tahun, Eks Pejabat Terdakwa Korupsi Berulah

Lanjutnya, dengan segala upaya, termasuk menyampaikan permintaan maaf kepada I Ketut Warka, para Terdakwa sudah siap secara lahir dan bantin untuk menerima keputusan Majelis Hakim Yang Terhormat. Namun apa yang terdakwa jalani ini tentunya akan menjadi tongkatan bagi masyarakat adat di Bali yang dilandasi adat , budaya  Agama Hindu.

” Ke depannya, kasus akan menjadi momok bagi warga masyarakat Bali untuk bersedia ngayah menjadi prajuru adat. Karena prajuru adat dalam menjalani hukum adatnya, berpotensi terbentur hukum. Hal ini tentunya layak menjadi pertimbangan semua pihak,” pungkasnya. (mar)






Reporter: Marsellus Nabunome Pampur


GIANYAR-Sidang kasus pencabutan disertai pengerusakan penjor yang terjadi di pekarangan rumah I Ketut Warka di Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Gianyar, digelar pada Selasa (21/2) lalu. Pada sidang dengan agenda tuntutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut para terdakwa masing-masing 1 tahun penjara.

Sidang itu digelar secara online. Para Penasihat Hukum dan para terdakwa mengikuti sidang dari Rutan Kelas II B Gianyar, tempat 7 terdakwa ditahan. 7 terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal 156a Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun yang menjadi pertimbangan memberatkan tuntutan 7 terdakwa ialah perbuatan para terdakwa meresahkan Umat Hindu, Adat, Tradisi dan Budaya di Bali.

Atas surat tuntutan tersebut, para terdakwa melalui Penasihat Hukumnya akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada hari Senin tanggal 27 Februari 2023. “Kami selaku Penasihat Hukum para Terdakwa sangat menghormati tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,” kata salah satu kuasa hukum para terdakwa, Gede Narayana didampingi rekannya, Nyoman Astana, Kamis (23/2).

Baca Juga:  Rem Blong, Pikap Ringsek Nyungsep ke Sungai, Sopir Patah Tulang

Dikatakannya, bahwa pihaknya selaku kuasa hukum para terdakwa berharap adanya pertimbangan secara objektif terhadap yang dilakukan oleh para terdakwa dengan melihat semua bukti-bukti dan fakta-fakta dalam persidangan.

Fakta yang terungkap dalam persidangan, lanjut pensehat hukum, terdakwa hanyalah sebagai prajuru adat yang senantiasa berusaha menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh awig-awig dan hasil Pasemuan/Pesangkepan Adat yang menjadi landasan norma hukum adat di Desa Adat Taro Kelod.

“Sesusai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (5) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Di Bali, menyebutkan, keputusan Pasangkepan Desa Adat mengikat secara hukum bagi seluruh Krama Desa Adat,” tandasnya.

Menurutnya, sebagai Prajuru adat, dalam kasus ini para terdakwa pun menjadi dalam posisi yang serba salah. Jika tidak melaksanakan keputusan adat, maka akan dikenakan sanksi adat. Namun, ketika melaksanakan keputusan adat justru dihadapkan pada proses hukum positif.

Baca Juga:  Hukuman Didiskon Hakim 3,5 Tahun, Eks Pejabat Terdakwa Korupsi Berulah

Lanjutnya, dengan segala upaya, termasuk menyampaikan permintaan maaf kepada I Ketut Warka, para Terdakwa sudah siap secara lahir dan bantin untuk menerima keputusan Majelis Hakim Yang Terhormat. Namun apa yang terdakwa jalani ini tentunya akan menjadi tongkatan bagi masyarakat adat di Bali yang dilandasi adat , budaya  Agama Hindu.

” Ke depannya, kasus akan menjadi momok bagi warga masyarakat Bali untuk bersedia ngayah menjadi prajuru adat. Karena prajuru adat dalam menjalani hukum adatnya, berpotensi terbentur hukum. Hal ini tentunya layak menjadi pertimbangan semua pihak,” pungkasnya. (mar)






Reporter: Marsellus Nabunome Pampur

Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru