KEBERADAAN S Spa di Jalan Nakula No.168B, Pemecutan Kelod, Denpasar bukan hanya bikin geger karena tetap buka saat perpanjangan PPKM.
Namun keberadaan spa yang diduga juga menawarkan layanan pijat plus-plus ini juga bikin pemerintah daerah pusing tujuh keliling.
Bahkan, seperti tak mau terkena “nila setitik”, para pejabat di Pemkab Badung dan Pemkot Denpasar saling lempar handuk dan cuci tangan.
I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar
AKSI saling lempar para pejabat di Pemkab Badung dan Pemkot Denpasar bukan hanya ramai dan mendapat sorotan publik.
Namun, atas ulah pejabat terkait keberadaan S Spa di Jalan Nakula No.168B di Pemecutan Kelod, Denpasar Barat (namun oleh Pemkab Badung dan Pemkot Denpasar disebut berada di wilayah perbatasan antar dua kabupaten/kota) ini juga memantik reaksi dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali.
Tak hanya memberi reaksi, namun LABHI juga memberi sindiran keras dengan statemen dan aksi lempar tanggungjawab para pejabat di dua wilayah ini. “Kalau saling rebut pendapatan itu baru luar biasa,” sindir Direktur LABHI Bali I Made “Ariel” Suardana.
Menurut Ariel, tontotan aksi lempar tanggungjawab antar pejabat Badung dan Denpasar semestinya tak perlu terjadi.
“Kalau dapat masalah aja mereka lari dan menghindar. Tapi giliran pemasukan atau pendapatan saling klaim,” sindir Ariel lagi.
Menurutnya, masalah letak atau gerografis menurutnya bisa dilihat dari beberapa aspek.
“Pertama, catatan SPPT-yya atau SHM-nya bisa diketahui itu berdiri di wilayah mana? Hal ini seharusnya mudah dicari,”kata Ariel.
Kedua, imbuh Aril, keberadaan usaha juga bisa dilihat dari pajak Pendapatan atau NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang disetorkan.
“Nah S Spa ini setornya kemana? Apakah ke Badung ataukah ke Denpasar?,”imbuhnya.
Bahkan kata Ariel, untuk lebih spesifik, pelacakan tempat usaha juga bisa dilihat dari wilayah atau wewidangan Desa adat.
“Jadi bisa juga dilihat dari keberadaan wilayah atau wewidangan Desa Adat mana usaha itu berada. Kan pasti gampang tuh melacaknya? Masak sih ada kawasan blank, kabur atau abu-atau. Apalagi di zaman sekarang masak iya ada tempat yang tak terdata,”ujar Ariel.
Bahkan menurut Ariel, dengan aksi saling lempar tanggungjawab antar pejabat di Badung dan Denpasar, justru menurutnya, yang paling tersinggung adalah pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta BPN.
“Kalau nggak ada yang tahu dan mengakui, apa nggak menampar tuh muka Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan BPN setempat?,” ujarnya.
Menurutnya, dengan kejadian ini, justru ia menilai adanya bentuk atau upaya menghindar dari masalah.
“Kayaknya yang punya Spa itu juga harus bersuara. Satpol PP mana aja yang ke sana dan jujur ada nggak yang ngecuk (minta pungutan) ke sana? Kan jelas ketahuan,” sodoknya.
Apakah polisi perlu dilibatkan?
“Menurut saya sih gini, polisi mesti turun tangan untuk menyikapi masalah begini untuk memastikan. Kalau ditangan polisi semua bakal gamblang sepanjang polisi mau jujur dan terbuka soal ini,” jawabnya.
Disebutkan, sebelum mengarah kepada langkah pidana, pihak kepolisian bisa mengambil langkah terkait perizinan untuk memeriksa karena Undang-Undangnya memungkinkan diantaranya UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Nah UU ini mengatur masalah perdagangan Barang dan Jasa. Bukan kita bermaksud bakal mempidana secara membabi buta. Hal ini hanya untuk membuktikan kekacauan 2 Administrasi pemerintahan ini yaitu Badung dan Denpasar,” sarannya.