GIANYAR – Sidang gugatan sengketa lahan antara keluarga almarhum I Ketut Bawa asal Celuk di Desa Guwang dengan tergugat Dinas Pendidikan Gianyar, Desa Guwang dan Desa Adat Guwang memantik reaksi warga.
Puluhan warga menggeruduk PN Gianyar dalam sidang perdana yang berlangsung Rabu (25/8).
Penggugat mengklaim tanah seluas 6.100 meter persegi (61 are) di Desa Guwang merupakan milik almarhum I Ketut Bawa.
Saat ini, di atas tanah itu telah berdiri SDN 1, 2, dan 3 Guwang. Kemudian Kantor Desa Guwang, serta gedung LPD, Minimarket Tenten dan Pasar Desa Adat Guwang.
Dalam gugatannya, penggugat meminta tergugat 1 Dinas Pendidikan membayar ganti rugi Rp5,3 miliar; tergugat 2 yakni Desa dinas Guwang membayar Rp492 juta dan tergugat 3 yakni Desa Adat Guwang membayar Rp 288 juta. Serta kerugian moril Rp1 miliar. Sehingga total yang harus dibayarkan Rp7,1 miliar.
Kepala Dinas Pendidikan, Wayan Sadra, selaku tergugat 1 menyatakan sidang tadi hanya mendengar tata cara sidang.
“Belum mediasi, belum menyampaikan resume. Baru mendengar tata cara sidang,” ujarnya.
Disinggung status tanah di atas sekolah, Sadra menyatakan itu bukan kewenangannya.
“Dinas Pendidikan itu pengelola proses pembelajaran. Kalau lebih jauh, (Bidang, Red) Aset (Pemkab Gianyar),” tegas Sadra.
Sedangkan, Bendesa Desa Adat Guwang, Wayan Karben Wardana didampingi Perbekel Guwang, Anak Agung Alit, menambahkan, tanah yang digugat telah dikuasai desa adat selama lebih dari 100 tahun.
“Panglingsir yang berusia 90 tahun kami tanyakan, ternyata pasar sudah ada sejak mereka kecil,” ujarnya.
Pihak desa mengaku sudah mengantongi sertifikat.
“Sertifikat sudah keluar sebagian. SPT (surat pemberitahuan tahunan pajak) juga kami bayar lunas,” ujarnya.
Bendesa mengakui SPT memang bukan bukti kepemilikan. “Namun secara riil, kalau tidak milik kami, kenapa SPT keluar dan sudah kami bayar,” bebernya.
Usai sidang perdana, kuasa hukum penggugat, Wayan Suardika menyatakan dasar gugatan karena secara dejure (secara hukum) memiliki tanah itu.
“Baru sekarang digugat karena rencana dari desa adat seperti apa. Dengan itu, dari dulu kami minta mediasi, lewat PN. Namun dari desa adat tidak menghadiri,” ujar Suardika.