26.5 C
Denpasar
Wednesday, March 29, 2023

Kasus sumberklampok Tuntas,Tim 9 Ogah Bicara Soal Bandara

SINGARAJA– Sengketa agraria yang terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak sejak tahun 1990 akhirnya tuntas.

Gubernur Bali Wayan Koster dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali sepakat menyerahkan hak kepemilikan lahan seluas 300 hektare lebih pada masyarakat Sumberklampok.

Kesepakatan itu diambil lewat pertemuan yang dilangsungkan di Gedung Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, siang kemarin.

Penandatanganan kesepakatan itu juga dihadiri Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa serta Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok.

Sekedar diketahui, objek sengketa antara warga Desa Sumberklampok dengan Pemprov Bali, luasnya mencapai 623, 8 hektare.

Objek sengketa itu merupakan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) yang dikantongi PT. Margarana dan PT. Dharmajati.

Kedua perusahaan tersebut ditengarai tak pernah memanfaatkan HGU itu untuk berusaha, karena selama puluhan tahun lahan dikuasai oleh warga.

Berdasarkan hasil musyawarah mufakat, dari lahan seluas 623, 8 hektare itu, seluas  109, 78 hektare diantaranya digunakan untuk fasilitas umum.

Mulai dari sekolah, balai banjar, pekuburan warga, hingga ruang terbuka hijau. Sehingga lahan yang tersisa hanya sebanyak 514, 02 hektare.

Dari lahan seluas 514 hektare itu dilakukan pembagian dengan proporsi 70:30. Artinya lahan seluas 70 persen atau sekitar 359, 8 hektare diserahkan pada warga yang dalam hal ini diwakili Tim 9.

Baca Juga:  Terungkap, Gudang Sengaja Dibakar, Motif karena Pelaku Cemburu

Sementara 30 persen sisanya atau 154, 2 hektare diserahkan penguasaannya pada Pemprov Bali.

Ketua Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok Putu Artana yang dihubungi kemarin, menyebut sengketa agraria yang bermula sejak tahun 1990 silam, sudah mulai menunjukkan titik terang.

Pemprov dengan Tim 9 sudah sepakat membagi penguasaan lahan dengan proporsi 70:30. Dalam waktu dekat Tim 9 bersama warga akan segera mengurus hak kepemilikan tanah yang sudah diharapkan warga sejak puluhan tahun silam.

Artana menyebut proses peralihan hak kepemilikan akan difasilitasi oleh Kanwil BPN Provinsi Bali. Nantinya warga akan menyamapikan surat pernyataan penguasaan pada BPN Bali.

Setelah surat pernyataan itu tuntas baru selanjutnya dilakukan proses sertifikasi kepemilikan lahan yang selanjutnya diberikan pada warga.

“Perhitungan kami, bulan Desember ini seluruh proses penyampaian penyertaan penguasaan harus sudah selesai. Sehingga bulan Januari proses peralihan lahan menjadi hak milik sudah bisa dimulai,” kata Artana saat dihubungi dari Singaraja, Kamis petang (26/11).

Baca Juga:  Bule Pedofil Dituntut 12 Tahun, Keluarga Korban Buka Pintu Maaf

Artana menyatakan, proses peralihan hak diharapkan dapat berjalan melalui program reformasi agraria. Termasuk didalamnya proses Penyertifikatan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Sehingga warga tak terlalu terbebani dengan masalah biaya. Mengingat sebagian besar warga berprofesi sebagai petani.

Lebih lanjut dijelaskan, Tim 9 akan segera menyampaikan proses sosialisasi kepada warga. Sebab tim 9 harus mengondisikan proporsi kepemilikan lahan warga. Tak menutup kemungkinan lahan hak milik warga yang berstatus lahan pertanian, akan menyusut. Sebab pemerintah menghendaki proporsi 70:30 untuk proses peralihan hak.

“Kami masih harus rembug lagi dengan warga. Karena ini berkaitan dengan lahan tegalan. Bisa saja warga yang dulunya menggarap lahan 2 hektare, berkurang sedikit. Ini akan kami sosialisasikan dan rembug dulu di warga. Setelah sepakat, baru kami lanjutkan ke proses peralihan hak,” jelas Artana yang juga mantan Perbekel Sumberklampok itu.

Bagaimana dengan kesepakatan pembangunan bandara di Sumberklampok? Artana memilih tak mengomentari hal tersebut.

“Saat ini kami masih fokus menyelesaikan proses peralihan hak kepemilikan terhadap lahan di desa kami. Biar kami selesaikan masalah ini dulu. Baru bicara yang lain,” tukas Artana.



SINGARAJA– Sengketa agraria yang terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak sejak tahun 1990 akhirnya tuntas.

Gubernur Bali Wayan Koster dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali sepakat menyerahkan hak kepemilikan lahan seluas 300 hektare lebih pada masyarakat Sumberklampok.

Kesepakatan itu diambil lewat pertemuan yang dilangsungkan di Gedung Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, siang kemarin.

Penandatanganan kesepakatan itu juga dihadiri Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa serta Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok.

Sekedar diketahui, objek sengketa antara warga Desa Sumberklampok dengan Pemprov Bali, luasnya mencapai 623, 8 hektare.

Objek sengketa itu merupakan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) yang dikantongi PT. Margarana dan PT. Dharmajati.

Kedua perusahaan tersebut ditengarai tak pernah memanfaatkan HGU itu untuk berusaha, karena selama puluhan tahun lahan dikuasai oleh warga.

Berdasarkan hasil musyawarah mufakat, dari lahan seluas 623, 8 hektare itu, seluas  109, 78 hektare diantaranya digunakan untuk fasilitas umum.

Mulai dari sekolah, balai banjar, pekuburan warga, hingga ruang terbuka hijau. Sehingga lahan yang tersisa hanya sebanyak 514, 02 hektare.

Dari lahan seluas 514 hektare itu dilakukan pembagian dengan proporsi 70:30. Artinya lahan seluas 70 persen atau sekitar 359, 8 hektare diserahkan pada warga yang dalam hal ini diwakili Tim 9.

Baca Juga:  Dewan Bali Usulkan Operasional RS Pratama Ditanggung Pemprov

Sementara 30 persen sisanya atau 154, 2 hektare diserahkan penguasaannya pada Pemprov Bali.

Ketua Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok Putu Artana yang dihubungi kemarin, menyebut sengketa agraria yang bermula sejak tahun 1990 silam, sudah mulai menunjukkan titik terang.

Pemprov dengan Tim 9 sudah sepakat membagi penguasaan lahan dengan proporsi 70:30. Dalam waktu dekat Tim 9 bersama warga akan segera mengurus hak kepemilikan tanah yang sudah diharapkan warga sejak puluhan tahun silam.

Artana menyebut proses peralihan hak kepemilikan akan difasilitasi oleh Kanwil BPN Provinsi Bali. Nantinya warga akan menyamapikan surat pernyataan penguasaan pada BPN Bali.

Setelah surat pernyataan itu tuntas baru selanjutnya dilakukan proses sertifikasi kepemilikan lahan yang selanjutnya diberikan pada warga.

“Perhitungan kami, bulan Desember ini seluruh proses penyampaian penyertaan penguasaan harus sudah selesai. Sehingga bulan Januari proses peralihan lahan menjadi hak milik sudah bisa dimulai,” kata Artana saat dihubungi dari Singaraja, Kamis petang (26/11).

Baca Juga:  Parah, Kartu Kredit Curian Dipakai Transaksi Beli HP Sampai PS

Artana menyatakan, proses peralihan hak diharapkan dapat berjalan melalui program reformasi agraria. Termasuk didalamnya proses Penyertifikatan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Sehingga warga tak terlalu terbebani dengan masalah biaya. Mengingat sebagian besar warga berprofesi sebagai petani.

Lebih lanjut dijelaskan, Tim 9 akan segera menyampaikan proses sosialisasi kepada warga. Sebab tim 9 harus mengondisikan proporsi kepemilikan lahan warga. Tak menutup kemungkinan lahan hak milik warga yang berstatus lahan pertanian, akan menyusut. Sebab pemerintah menghendaki proporsi 70:30 untuk proses peralihan hak.

“Kami masih harus rembug lagi dengan warga. Karena ini berkaitan dengan lahan tegalan. Bisa saja warga yang dulunya menggarap lahan 2 hektare, berkurang sedikit. Ini akan kami sosialisasikan dan rembug dulu di warga. Setelah sepakat, baru kami lanjutkan ke proses peralihan hak,” jelas Artana yang juga mantan Perbekel Sumberklampok itu.

Bagaimana dengan kesepakatan pembangunan bandara di Sumberklampok? Artana memilih tak mengomentari hal tersebut.

“Saat ini kami masih fokus menyelesaikan proses peralihan hak kepemilikan terhadap lahan di desa kami. Biar kami selesaikan masalah ini dulu. Baru bicara yang lain,” tukas Artana.


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru