27.6 C
Denpasar
Tuesday, May 30, 2023

Ini Sederet Alasan Kepsek Cabul di Jembrana Dihukum 15 Tahun Penjara

NEGARA  –  GK, 58, oknum kepala sekolah (kepsek) di Mendoyo, Jembrana, Bali, yang menjadi terdakwa kasus pencabulan terhadap siswinya yang masih usia anak, divonis cukup berat oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Negara, Kamis (26/8/2021).

 

Berdasarkan fakta persidangan bahwa terdakwa GK, kepsek cabul ini, terbukti bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan dengan anak.

 

Kepsek cabul ini pun dihukum pidana penjara selama 15 tahun. Selain pidana penjara 15 tahun, GK juga dijatuhi hukuman berupa denda sebesar Rp 100 juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.

Dia terbukti sebagaimana pasal yang didakwakan. Yakni Pasal 81 ayat 1 dan 3 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpuu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Pasal 81 Ayat (1) UU Perlindungan Anak berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.

Walau begitu, hukuman yang diberikan kepada GK sebetulnya belum yang paling maksimal dari pasal yang dikenakan. Sebab, dalam pasal 81 Ayat 3, ada tambahan 1/3 dari ancaman hukumannya bagi orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan.

Baca Juga:  Sisi Lain Keramaian Penyeberangan Gilimanuk,Jembrana: Betutu Tetap Favorit Wisatawan Domestik

“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” demikian bunyi Pasal 81 Ayat (3) UU Perlindungan Anak.

Artinya, mengacu pada Pasal 81 Ayat 3 UU Perlindungan Anak, maka GK sebetulnya bisa dipidana maksimal 20 tahun. Yakni 15 tahun untuk pelaku pada umumnya, ditambah 5 tahun karena dia pendidik atau tenaga kependidikan. 

   

Walau begitu, putusan majelis hakim ini sudah lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Dalam sidang terdahulu, jaksa penuntut umum hanya meminta agar hakim memvonis GK, oknum kepsek cabul ini berupa 12 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 6 bulan kurungan.

 

Majelis hakim PN Negara yang diketuai Mohammad Hasanuddin Hefni pun membeberkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan dalam memutus perkara terdakwa GK, kepsek cabul ini.

 

Alasan hakim memvonis berat kepsek cabul itu antara lain, Pertama, terdakwa sebagai seorang pendidik.

Kedua, perbuatan terdakwa juga telah mencoreng citra dunia pendidikan dan profesi guru pada umumnya.

 

Ketiga, perbuatan terdakwa melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, asas kepatutan, dan ketertiban umum.

 

Tidak itu saja, Keempat, yang juga memberatkan adalah akibat perbuatan terdakwa tersebut secara langsung atau tidak langsung merugikan masa depan dan perkembangan kejiwaan atau menimbulkan trauma bagi anak korban.

Baca Juga:  Oknum Sulinggih Cabul Dijerat Pasal Berlapis dan Terancam 9 Tahun Bui

 

“Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan mengelak untuk bertanggungjawab,” ujar hakim menyebutkan hal yang memberatkan kelima.

 

Bahkan, majelis hakim dalam putusannya tidak menyebutkan hal yang meringankan bagi perbuatan terdakwa kepsek cabul ini.

 

Pertimbangan hakim lainnya adalah, bahwa secara filosofis anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya.

 

Dan secara sosiologi, anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

 

“Majelis hakim memperhatikan derita yang ditanggung anak korban yang usianya masih anak dan mempunyai masa depan yang cerah di kemudian hari dan sebagai anak yang diharapkan oleh orang tuanya telah sirna atau musnah akibat perbuatan terdakwa,” ungkapnya.

 

Putusan tersebut tiga tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun. Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 15 juta dengan subsider selama 6 bulan penjara.

 

Atas putusan tersebut terdakwa, melalui I Nyoman Aria Merta, pengacara dari pos bantuan hukum PN Negara, masih pikir-pikir.

 

“Atas putusan tersebut, kami masih pikir-pikir,” timpal  Kasipidum Kejari Jembrana Delfi Trimariono.

 

Pikir-pikir artinya belum menentukan apakah akan melakukan upaya hukum atau menerima putusan.



NEGARA  –  GK, 58, oknum kepala sekolah (kepsek) di Mendoyo, Jembrana, Bali, yang menjadi terdakwa kasus pencabulan terhadap siswinya yang masih usia anak, divonis cukup berat oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Negara, Kamis (26/8/2021).

 

Berdasarkan fakta persidangan bahwa terdakwa GK, kepsek cabul ini, terbukti bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan dengan anak.

 

Kepsek cabul ini pun dihukum pidana penjara selama 15 tahun. Selain pidana penjara 15 tahun, GK juga dijatuhi hukuman berupa denda sebesar Rp 100 juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.

Dia terbukti sebagaimana pasal yang didakwakan. Yakni Pasal 81 ayat 1 dan 3 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpuu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. 

Pasal 81 Ayat (1) UU Perlindungan Anak berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.

Walau begitu, hukuman yang diberikan kepada GK sebetulnya belum yang paling maksimal dari pasal yang dikenakan. Sebab, dalam pasal 81 Ayat 3, ada tambahan 1/3 dari ancaman hukumannya bagi orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan.

Baca Juga:  Puan Maharani: Tetap Bersama Rakyat, Saat Susah Ataupun Senang

“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” demikian bunyi Pasal 81 Ayat (3) UU Perlindungan Anak.

Artinya, mengacu pada Pasal 81 Ayat 3 UU Perlindungan Anak, maka GK sebetulnya bisa dipidana maksimal 20 tahun. Yakni 15 tahun untuk pelaku pada umumnya, ditambah 5 tahun karena dia pendidik atau tenaga kependidikan. 

   

Walau begitu, putusan majelis hakim ini sudah lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Dalam sidang terdahulu, jaksa penuntut umum hanya meminta agar hakim memvonis GK, oknum kepsek cabul ini berupa 12 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 6 bulan kurungan.

 

Majelis hakim PN Negara yang diketuai Mohammad Hasanuddin Hefni pun membeberkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan dalam memutus perkara terdakwa GK, kepsek cabul ini.

 

Alasan hakim memvonis berat kepsek cabul itu antara lain, Pertama, terdakwa sebagai seorang pendidik.

Kedua, perbuatan terdakwa juga telah mencoreng citra dunia pendidikan dan profesi guru pada umumnya.

 

Ketiga, perbuatan terdakwa melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, asas kepatutan, dan ketertiban umum.

 

Tidak itu saja, Keempat, yang juga memberatkan adalah akibat perbuatan terdakwa tersebut secara langsung atau tidak langsung merugikan masa depan dan perkembangan kejiwaan atau menimbulkan trauma bagi anak korban.

Baca Juga:  Mahasiswi Cantik Jadi Korban Begal di Gitgit, Motor & Uang Disikat TSK

 

“Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan mengelak untuk bertanggungjawab,” ujar hakim menyebutkan hal yang memberatkan kelima.

 

Bahkan, majelis hakim dalam putusannya tidak menyebutkan hal yang meringankan bagi perbuatan terdakwa kepsek cabul ini.

 

Pertimbangan hakim lainnya adalah, bahwa secara filosofis anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya.

 

Dan secara sosiologi, anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

 

“Majelis hakim memperhatikan derita yang ditanggung anak korban yang usianya masih anak dan mempunyai masa depan yang cerah di kemudian hari dan sebagai anak yang diharapkan oleh orang tuanya telah sirna atau musnah akibat perbuatan terdakwa,” ungkapnya.

 

Putusan tersebut tiga tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun. Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 15 juta dengan subsider selama 6 bulan penjara.

 

Atas putusan tersebut terdakwa, melalui I Nyoman Aria Merta, pengacara dari pos bantuan hukum PN Negara, masih pikir-pikir.

 

“Atas putusan tersebut, kami masih pikir-pikir,” timpal  Kasipidum Kejari Jembrana Delfi Trimariono.

 

Pikir-pikir artinya belum menentukan apakah akan melakukan upaya hukum atau menerima putusan.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru