28.7 C
Denpasar
Tuesday, March 28, 2023

Soal Jual Beli Monyet di Bali, Ini Kata BKSDA

DENPASAR – Jakarta Animal Aid Network (JAAN) merilis laporan adanya terkait penemuan perdagangan monyet di Bali. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) ditemukan secara ilegal.

 

Tepatnya, di Bali masih ditemukan banyak penjual bayi-bayi monyer ekor panjang di Pasar Burung Satria, Denpasar. Setidaknya ada dua lapak penjual monyet ekor panjang di pasar itu.

 

Monyet-monyet ini rata-rata berusia sangat muda. Menurut seorang pedagang, monyet ini didatangakan hampir setiap bulan dari Sumatera.

 

Baginya hal ini ilegal, karena memasukan hewan penular rabies (HPR) ke dalam Pulau Bali dilarang, mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian RI No.1696/2008, tentang larangan memasukan anjing, kucing, monyet dan sebangsanya ke Provinsi Bali.

 

Menanggapi hal tersebut, R. Agus Budi Santosa selaku Kepala BKSDA Bali menyampaikan species monyet ini populasinya relatif melimpah karena termasuk mamalia yang sangat mudah survive, mudah menyesuaikan diri di lingkungan manusia, makan apa pun yang dimakan manusia, produktif berkembang biak seperti manusia, tidak ada saingan dengan species jenis monyet lain dan tidak ada hewan pemangsanya.

Baca Juga:  Drama Putra Bali, Kabinda Papua Brigjen Gusti Danny Korban KKB

 

“Bayi monyet abu-abu ini mungkin lebih aman dan sejahtera dipelihara manusia daripada kekurangan pakan dan dibunuh sesama monyet di alam liar. Selain itu sangat jarang ditemukam penyiksaan terhadap satwa monyet jenis ini di Bali karena banyak yang percaya bahwa monyet ini adalah titisan/ keturunan Dewa Hanoman yang patut dihormati,” ujarnya saya dikonfirmasi radarbali.id pada Senin (27/9).

 

Lanjutnya, Satwa ini tidak dilindungi Undang-Undang dan cenderung jadi hama apabila populasinya tidak terkontrol. Pun juga Undang-Undang KSDAE tidak bisa diterapkan untuk menghukum pelaku perdagangan satwa ini. Pelaku perdagangan satwa monyet ini hanya bisa dikenakan pasal penyiksaan hewan sesuai pasal KUHP.

 

“Itu pun kalau jelas-jelas terbukti disiksa dan delik penyiksaannya terpenuhi,” ujarnya.

Baca Juga:  Kalapas Perketat Pengawasan Deterjen dalam Blok

 

Untuk perdagangan bayi monyet jenis ini, BKSDA sulit memantau karena ukuran satwa yang kecil, jinak dan mudah disembunyikan.

 

Bagi penyayang hewan memang terlihat kasihan denvab nasib bayi-bayi monyet ini, namun menurut aturan, pelaku perdagangan satwa monyet ini tidak bisa dikenai hukuman berat karena satwa tidak dilindungi UU.

 

“Razia satwa monyet jenis ini amat tidak efisien serta tidak sebanding antara nilai konservasi dan bobot kesalahan dibanding dengan biaya operasional dan biaya perawatan apabila satwa disita,” lanjutnya.

 

Namun, peredarannya sebenarnya bisa diatur dengan perda karena merupakan tipiring dan sanksinya lebih condong ke sanksi administrasi.

 

“Untuk itu perlu pendekatan dan dikomunikasikan dengan Pemda setempat,” pungkasnya.



DENPASAR – Jakarta Animal Aid Network (JAAN) merilis laporan adanya terkait penemuan perdagangan monyet di Bali. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) ditemukan secara ilegal.

 

Tepatnya, di Bali masih ditemukan banyak penjual bayi-bayi monyer ekor panjang di Pasar Burung Satria, Denpasar. Setidaknya ada dua lapak penjual monyet ekor panjang di pasar itu.

 

Monyet-monyet ini rata-rata berusia sangat muda. Menurut seorang pedagang, monyet ini didatangakan hampir setiap bulan dari Sumatera.

 

Baginya hal ini ilegal, karena memasukan hewan penular rabies (HPR) ke dalam Pulau Bali dilarang, mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian RI No.1696/2008, tentang larangan memasukan anjing, kucing, monyet dan sebangsanya ke Provinsi Bali.

 

Menanggapi hal tersebut, R. Agus Budi Santosa selaku Kepala BKSDA Bali menyampaikan species monyet ini populasinya relatif melimpah karena termasuk mamalia yang sangat mudah survive, mudah menyesuaikan diri di lingkungan manusia, makan apa pun yang dimakan manusia, produktif berkembang biak seperti manusia, tidak ada saingan dengan species jenis monyet lain dan tidak ada hewan pemangsanya.

Baca Juga:  PLN Klaim RE Bali 100 %, Tapi Puluhan KK di Ban Tak Teraliri Listrik

 

“Bayi monyet abu-abu ini mungkin lebih aman dan sejahtera dipelihara manusia daripada kekurangan pakan dan dibunuh sesama monyet di alam liar. Selain itu sangat jarang ditemukam penyiksaan terhadap satwa monyet jenis ini di Bali karena banyak yang percaya bahwa monyet ini adalah titisan/ keturunan Dewa Hanoman yang patut dihormati,” ujarnya saya dikonfirmasi radarbali.id pada Senin (27/9).

 

Lanjutnya, Satwa ini tidak dilindungi Undang-Undang dan cenderung jadi hama apabila populasinya tidak terkontrol. Pun juga Undang-Undang KSDAE tidak bisa diterapkan untuk menghukum pelaku perdagangan satwa ini. Pelaku perdagangan satwa monyet ini hanya bisa dikenakan pasal penyiksaan hewan sesuai pasal KUHP.

 

“Itu pun kalau jelas-jelas terbukti disiksa dan delik penyiksaannya terpenuhi,” ujarnya.

Baca Juga:  Diduga WikWik Empat Siswa Gilir Satu Siswi Terjadi Di Luar Jam Sekolah

 

Untuk perdagangan bayi monyet jenis ini, BKSDA sulit memantau karena ukuran satwa yang kecil, jinak dan mudah disembunyikan.

 

Bagi penyayang hewan memang terlihat kasihan denvab nasib bayi-bayi monyet ini, namun menurut aturan, pelaku perdagangan satwa monyet ini tidak bisa dikenai hukuman berat karena satwa tidak dilindungi UU.

 

“Razia satwa monyet jenis ini amat tidak efisien serta tidak sebanding antara nilai konservasi dan bobot kesalahan dibanding dengan biaya operasional dan biaya perawatan apabila satwa disita,” lanjutnya.

 

Namun, peredarannya sebenarnya bisa diatur dengan perda karena merupakan tipiring dan sanksinya lebih condong ke sanksi administrasi.

 

“Untuk itu perlu pendekatan dan dikomunikasikan dengan Pemda setempat,” pungkasnya.


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru