27.6 C
Denpasar
Friday, June 2, 2023

Dari Vonis Kasus Korupsi di BUMDes Patas, Buleleng

Dituntut 6 Tahun & Divonis Hakim 1,5 Tahun Penjara, Jaksa Mantap Banding!

SINGARAJA– Kejari Buleleng memutuskan banding ke Pengadilan Tinggi terhadap putusan kasus korupsi yang dilakukan terdakwa Hernawati, Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amartha Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

 

“JPU banding karena putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar tidak sesuai dengan tuntutan,” ujar Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Ngurah Jayalantara, Rabu kemarin (27/7).

 

JPU menuntut primer terhadap terdakwa yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor dengan tuntutan pidana penjara selama enam tahun. JPU saat itu juga mengajukan tuntutan pidana denda Rp 200 juta subsider enam bulan dan membayar uang pengganti Rp 511,6 juta subsider tiga tahun penjara.

Baca Juga:  Jadi TSK Korupsi Impor Bawang, KPK Geledah Rumah Dhamantra di Denpasar

 

Namun, majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi tak sepakat dengan tuntutan JPU. Dalam putusannya pekan lalu, hakim menyatakan Hernawati melanggar dakwaan subsider yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor.

 

Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1,5 tahun dan membayar uang pengganti Rp 19 juta subsider satu bulan penjara.

 

Karena berbeda pasal, maka hukuman yang dijatuhkan hakim pun jauh dari tuntutan jaksa. JPU menuntut 6 tahun, hakim memutus 1,5 tahun penjara.

 

“Setelah mengajukan permohonan banding, selanjutnya JPU akan mengirimkan memori banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar dan menunggu hasil putusan banding tersebut,” tukas jaksa yang pernah bertugas di Kejari Denpasar itu.

Baca Juga:  Korupsi, Bekas Mantri Bank BUMN Diganjar 5 Tahun

 

Hernawati diduga melakukan tindak pidana korupsi sejak 2010 hingga 2017. Perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sebahyak Rp 511,6 juta.

 

Saat menjalankan aksimya, tersangka menggunakan uang kas yang ada di desa. Dampaknya laporan keuangan dan arus kas pun menjadi tidak seimbang.

 

Untuk mengelabui pembukuan, tersangka berpura-pura menyalurkan kredit. Ternyata kredit itu semuanya fiktif. Selama menjalankan aksinya, tersangka selalu melakukan penarikan kas seorang diri. (san)



SINGARAJA– Kejari Buleleng memutuskan banding ke Pengadilan Tinggi terhadap putusan kasus korupsi yang dilakukan terdakwa Hernawati, Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amartha Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

 

“JPU banding karena putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar tidak sesuai dengan tuntutan,” ujar Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Ngurah Jayalantara, Rabu kemarin (27/7).

 

JPU menuntut primer terhadap terdakwa yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor dengan tuntutan pidana penjara selama enam tahun. JPU saat itu juga mengajukan tuntutan pidana denda Rp 200 juta subsider enam bulan dan membayar uang pengganti Rp 511,6 juta subsider tiga tahun penjara.

Baca Juga:  Jadi TSK Korupsi Impor Bawang, KPK Geledah Rumah Dhamantra di Denpasar

 

Namun, majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi tak sepakat dengan tuntutan JPU. Dalam putusannya pekan lalu, hakim menyatakan Hernawati melanggar dakwaan subsider yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor.

 

Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1,5 tahun dan membayar uang pengganti Rp 19 juta subsider satu bulan penjara.

 

Karena berbeda pasal, maka hukuman yang dijatuhkan hakim pun jauh dari tuntutan jaksa. JPU menuntut 6 tahun, hakim memutus 1,5 tahun penjara.

 

“Setelah mengajukan permohonan banding, selanjutnya JPU akan mengirimkan memori banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar dan menunggu hasil putusan banding tersebut,” tukas jaksa yang pernah bertugas di Kejari Denpasar itu.

Baca Juga:  CATAT! Main Perkara, Kajati Bali Ancam Kirim Jaksa Nakal ke Perbatasan

 

Hernawati diduga melakukan tindak pidana korupsi sejak 2010 hingga 2017. Perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sebahyak Rp 511,6 juta.

 

Saat menjalankan aksimya, tersangka menggunakan uang kas yang ada di desa. Dampaknya laporan keuangan dan arus kas pun menjadi tidak seimbang.

 

Untuk mengelabui pembukuan, tersangka berpura-pura menyalurkan kredit. Ternyata kredit itu semuanya fiktif. Selama menjalankan aksinya, tersangka selalu melakukan penarikan kas seorang diri. (san)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru