30.4 C
Denpasar
Tuesday, March 28, 2023

Kapok! 2 Pelaku Pencabulan Anak Ditahan, P2TP2A: Kekerasan Seksual Anak Tidak Bisa Ditoleransi

NEGARA,radarbali.id – Polres Jembrana akhirnya menahan dua tersangka yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, sebut saja namanya Bunga,16. Namun demikian meskipun kedua tersangka sudah ditahan, salah satu terangka, GP, 57, masih belum mengakui perbuatannya.

Bahkan, keluarga GP, masih berupaya untuk menyelesaikan secara damai dengan pihak keluarga korban. Padahal, kasus persetubuhan anak di bawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa tidak bisa ditolerir dan tidak bisa diselesaikan secara damai.

Infomasi yang dihimpun, setelah kedua tersangka asal Kecamatan Melaya, GP dan  PN, 59, ditahan Polres Jembrana, bukan berarti keluarga korban bisa tenang. Karena setelah penanganan dua tersangka, keluarga dari tersangka GP, masih melakukan upaya untuk berdamai. “Masih tetap minta damai, tapi keluarga tetap meminta proses hukum diteruskan,” kata IKE, salah satu kerabat korban.

Mengenai kasus pemerkosaan anak dibawah umur, Ketua Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Jembrana Ida Bagus Panca Sidarta menyatakan, seberapa besar upaya dari pelaku atau keluarganya meminta damai dengan korban, tidak bisa menghentikan proses hukum. ” Intinya, pelaku kekerasan pada anak dibawah umur oleh orang dewasa tidak bisa toleransi. Bukan delik aduan juga, tidak bisa dicabut laporan,” tegasnya.

Baca Juga:  Sebelum Tewas Dibacok, Korban Sempat Cekcok di Markas Mata Elang

Bahkan meskipun tidak ada laporan resmi dari korban maupun keluarga korban, apabila korbannya masih anak di bawah umur bisa diproses hukum oleh polisi. Misalnya ada informasi atau pengaduan dari masyarakat bahwa ada anak di bawah umur dicabuli, maka polisi sudah bisa melakukan penyelidikan. “Terpenting ada pengaduan atau informasi. Polisi bisa menindaklanjuti. Makanya masyarakat atau siapapun menutup-nutupi, kalau korban di bawah umur,” tegasnya.

Kasus pemerkosaan anak di bawah umur, bisa dilakukan upaya pembinaan jika pelaku maupun korban masih di bawah umur. Akan tetapi, pembinaan bisa dilakukan jika kasus yang menimpa anak di bawah umur tidak fatal, misalnya disertai kekerasan atau ancaman maka peluang untuk pembinaan tipis dan harus diproses hukum. “Kalau korban anak, dan pelaku dewasa maka harus diproses, tidak bisa diselesaikan secara damai,” tegasnya.

Mengenai salah satu terangka yang masih belum mengakui perbuatannya, menurut pria yang juga pengacara ini, tersangka yang tidak mengakui perbuatannya sah -sah saja. Namun tersangka GP yang belum mengakui, merupakan residivis kasus yang sama pada tahun 2014. “Saya nilai, polisi sudah memiliki alat bukti dan SOP yang jelas sebelum menetapkan tersangka,” ujarnya.

Baca Juga:  Info Mudik! H-7 Lebaran, Aktivitas Pelabuhan Gilimanuk Mulai Padat

Mengenai kasus yang menimpa anak di bawah umur ini, dari pendampingan P2TP2A bersama dinas terkait, korban mengaku dicabuli dua orang PN dan GP. Bahkan GP ini merupakan tetangga dekatnya, serta masih ada hubungan keluarga. “Tinggal nanti pembuktian di pengadilan, kami juga akan mengawal sampai sidang selesai,” terangnya,” ungkapnya.

Sebelumya, polisi menetapkan dan menahan dua orang tersangka, GP dan PN atas dugaan pencabulan yang dilaporkan keluarga korban. Dari laporan polisi 12 Januari lalu, polisi kemudian melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi serta korban dilakukan visum.

Modus pelaku saat melakukan aksinya, memang ada iming-iming, serta dengan modus melakukan pengecekan keperawanan. Bahkan salah satu tersangka, GP ini juga merupakan seorang residivis kasus pencabulan pada tahun 2014 lalu dan dijatuhi hukuman selama 5 tahun.

Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Julian menjelaskan, dua tersangka merupakan tetangga korban yang juga sering bertemu saat melakukan mencari rumput. “Jadi saya tegaskan, untuk pelaku-pelaku ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang terdekat, sehingga kita harus terus mengawasi dan menjaga anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual,” tegasnya. (bas/rid)



NEGARA,radarbali.id – Polres Jembrana akhirnya menahan dua tersangka yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, sebut saja namanya Bunga,16. Namun demikian meskipun kedua tersangka sudah ditahan, salah satu terangka, GP, 57, masih belum mengakui perbuatannya.

Bahkan, keluarga GP, masih berupaya untuk menyelesaikan secara damai dengan pihak keluarga korban. Padahal, kasus persetubuhan anak di bawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa tidak bisa ditolerir dan tidak bisa diselesaikan secara damai.

Infomasi yang dihimpun, setelah kedua tersangka asal Kecamatan Melaya, GP dan  PN, 59, ditahan Polres Jembrana, bukan berarti keluarga korban bisa tenang. Karena setelah penanganan dua tersangka, keluarga dari tersangka GP, masih melakukan upaya untuk berdamai. “Masih tetap minta damai, tapi keluarga tetap meminta proses hukum diteruskan,” kata IKE, salah satu kerabat korban.

Mengenai kasus pemerkosaan anak dibawah umur, Ketua Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Jembrana Ida Bagus Panca Sidarta menyatakan, seberapa besar upaya dari pelaku atau keluarganya meminta damai dengan korban, tidak bisa menghentikan proses hukum. ” Intinya, pelaku kekerasan pada anak dibawah umur oleh orang dewasa tidak bisa toleransi. Bukan delik aduan juga, tidak bisa dicabut laporan,” tegasnya.

Baca Juga:  Ini Daftar Kejahatan Napi Kerobokan yang Dilayar ke Nusa Kambangan

Bahkan meskipun tidak ada laporan resmi dari korban maupun keluarga korban, apabila korbannya masih anak di bawah umur bisa diproses hukum oleh polisi. Misalnya ada informasi atau pengaduan dari masyarakat bahwa ada anak di bawah umur dicabuli, maka polisi sudah bisa melakukan penyelidikan. “Terpenting ada pengaduan atau informasi. Polisi bisa menindaklanjuti. Makanya masyarakat atau siapapun menutup-nutupi, kalau korban di bawah umur,” tegasnya.

Kasus pemerkosaan anak di bawah umur, bisa dilakukan upaya pembinaan jika pelaku maupun korban masih di bawah umur. Akan tetapi, pembinaan bisa dilakukan jika kasus yang menimpa anak di bawah umur tidak fatal, misalnya disertai kekerasan atau ancaman maka peluang untuk pembinaan tipis dan harus diproses hukum. “Kalau korban anak, dan pelaku dewasa maka harus diproses, tidak bisa diselesaikan secara damai,” tegasnya.

Mengenai salah satu terangka yang masih belum mengakui perbuatannya, menurut pria yang juga pengacara ini, tersangka yang tidak mengakui perbuatannya sah -sah saja. Namun tersangka GP yang belum mengakui, merupakan residivis kasus yang sama pada tahun 2014. “Saya nilai, polisi sudah memiliki alat bukti dan SOP yang jelas sebelum menetapkan tersangka,” ujarnya.

Baca Juga:  Rem Blong, Truk Pasir Hajar Tiga Motor, Satu Tewas Dilindas Roda Truk

Mengenai kasus yang menimpa anak di bawah umur ini, dari pendampingan P2TP2A bersama dinas terkait, korban mengaku dicabuli dua orang PN dan GP. Bahkan GP ini merupakan tetangga dekatnya, serta masih ada hubungan keluarga. “Tinggal nanti pembuktian di pengadilan, kami juga akan mengawal sampai sidang selesai,” terangnya,” ungkapnya.

Sebelumya, polisi menetapkan dan menahan dua orang tersangka, GP dan PN atas dugaan pencabulan yang dilaporkan keluarga korban. Dari laporan polisi 12 Januari lalu, polisi kemudian melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi serta korban dilakukan visum.

Modus pelaku saat melakukan aksinya, memang ada iming-iming, serta dengan modus melakukan pengecekan keperawanan. Bahkan salah satu tersangka, GP ini juga merupakan seorang residivis kasus pencabulan pada tahun 2014 lalu dan dijatuhi hukuman selama 5 tahun.

Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Julian menjelaskan, dua tersangka merupakan tetangga korban yang juga sering bertemu saat melakukan mencari rumput. “Jadi saya tegaskan, untuk pelaku-pelaku ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang terdekat, sehingga kita harus terus mengawasi dan menjaga anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual,” tegasnya. (bas/rid)


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru