DENPASAR–Direktur PT BPR Legian, Indra Wijaya mendapat tuntutan hukuman lumayan berat dari JPU Kejari Denpasar.
Sesuai surat tuntutan, pria 49 tahun itu bersama dua terdakwa lainnya I Gede Made Karyawan dan Ni Putu Dewi Wirastini (sidang terpisah) dinilai terbukti secara sah dan bersalah melanggar UU Perbankan.
Indra Wijaya yang saat ini mendekam di Lapas Kerobokan didakwa dengan sengaja melakukan pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan transaksi BPR Legian pada kurun waktu 2017-2018.
Di mana terdakwa dkk melakukan transaksi sebesar Rp23,1 miliar untuk kepentingan pribadi bos PT BPR Legian, Titian Wilaras. Titian sendiri saat ini sedang menjalani pidana penjara delapan tahun.
“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama sepuluh tahun,” tuntut JPU Ida Bagus Swadharma Diputra, Kamis (30/12).
Perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah bersama-sama melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 7/1992 tentang Perbankkan, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan alternatif pertama JPU.
Selain pidana badan, JPU Kejari Denpasar itu juga menuntut pidana denda. “Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 miliar subsider enam bulan kurungan,” tegas JPU Swadharma.
Dalam mengajukan tuntutan, JPU mengajukan pertimbangan memberatkan dan meringankan. “Pertimbangan memberatkan terdakwa tidak menjalankan tugasnya sebagai Dirut PT BPR Legian dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku,” beber JPU.
Sementara pertimbangan meringankan selama persidangan terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatannya, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Menanggapi tuntutan JPU, terdakwa akan mengajukan pledoi atau pembelaan tertulis pada persidangan pekan depan.
Dalam dakwaan dijelaskan, terdakwa Indra Wijaya bersama terdakwa Karyawan (Kepala Bisnis BPR Legian) dan saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan) menjalankan perintah Titian Wilaras mencairkan dana milik PT BPR Legian.
Dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi Titain Wilaras selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP). Padahal, terdakwa dan saksi lainnya tahu perbuatan itu melanggar Undang-Undang Perbankan. Total transaksi sebesar Rp23,1 miliar.
Transaksi Rp23,1 miliar tersebut di antaranya digunakan untuk membeli berbagai mobil mewah dan apartemen. Misalnya, pada 3 April 2018 transfer sebesar Rp2,2 miliar untuk pembelian mobil Mercy.
Selanjutnya 15 Mei 2018 transfer sebesar Rp2,3 miliar untuk pembelian mobil Range Rover, tanggal 16 Mei 2018 tranfser sebesar Rp205 juta untuk pembelian senjata api, dan 7 Juni 2018 transfer sebesar Rp5,5 miliar untuk pembelian apartemen Senayan City Residence.
Hal itu dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDD) atas beban kas dan/atau antar bank aktiva (ABA). Meskipun tanpa disertai underlying/dokumen pendukung, serta tidak dilampirkan memo intern sesuai dengan ketentuan yang berlaku di BPR Legian.
Pencatatan sebagai BDD tersebut tidak sesuai dengan PSAK Nomor 9 tentang Penyajian Aktiva Lancar dan kewajiban jangka pendek, seperti pembayaran premi asuransi.
Saat itu saksi Indra Wijaya, terdakwa, dan saksi lainnya menyadari hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankan. Namun, hal itu tetap dilakukan dikarenakan adanya perintah dari saksi Titian Wilaras selaku PSP BPR Legian.
Pada saat saldo tabungannya tidak mencukupi, Titian Wilaras masih memerintahkan pembayaran untuk keperluan pribadi. Saksi Indra wijaya selalu mengingatkan Titian Wilaras untuk tidak menggunakan uang bank untuk kepentingan pribadi. Hal itu berisiko menjadi temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tetapi hal itu ditanggapi santai oleh Titian Wilaras, dengan mengatakan akan menyelesaikan semuanya karena masih memiliki cukup uang.
Pada 29 Agustus 2018, saksi Titian Wilaras memerintahkan terdakwa dan saksi lainnya untuk melakukan pencairan 12 bilyet deposito milik nasabah yang belum jatuh tempo (break) dengan nilai total dana sebesar Rp11,7 miliar.
Dana tersebut pencairannya tidak diterima oleh deposan melainkan digunakan untuk pemenuhan komitmen Tititan Wilaras. Hal itu menjadi temuan pemeriksaan pengawas OJK Kantor Regional 8.
Terdakwa dan saksi lainnya diduga turut serta mengetahui adanya pencairan deposito. Terdakwa juga mengetahui saat pencairan deposito deposan tidak menyerahkan asli bilyet depositonya dan mengetahui bahwa hasil pencairan deposito sebesar Rp11,7 miliar tidak diterima deposan, melainkan digunakan untuk kepentingan Titian Wilaras sebagai PSP.