DENPASAR,radarbali.id – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, menandatangani Perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia (RI) dengan Federasi Rusia (Rusia) di Badung, kemarin (31/3). Hadir Menteri Kehakiman (Minister of Justice) Rusia, Konstantin Anatolievich Chuichenko.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi sesuai komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperkuat kerja sama penegakan hukum lintas batas negara dengan negara-negara mitra. Penandatanganan perjanjian ekstradisi melanjutkan capaian kesuksesan atas ditandatanganinya perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana/Mutual Legal Assistance in Criminal Matters antara RI dan Rusia di Moskow, pada tanggal 13 Desember 2019.
“Perjanjian kerjasama ini Perjanjian ekstradisi sudah disepakati tahun 2019 bahkan kami Sudah menandatangani mutual legal system, ketika itu saya pergi Moscow menandatangani mutual legal system dengan Rusia federation. Kerja sama hukum timbal balik dalam bidang kriminal,” ucapnya.
Yasonna mengungkapkan, awalnya akan menandatangani ekstradisi ini pada waktu itu pada saat rencana kedatangan Presiden Rusia, Vladimir Putin ke Indonesia sayangnya waktu itu covid-19 sehingga dibatalkan. “Tidak terjadi itu kami menunggu sekarang sudah waktunya sebetulnya mereka mengajak saya bilang ke Bali aja lah,” ucap Politikus Partai Demokrai Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Perjanjian ekstradisi ini mencegah tindakan hukum transnasional seperti pencucian uang (Money Laundry), narkotika dan korupsi. “Sangat penting karena menolong kami untuk melakukan tindakan-tindakan hukum bagi ekstradisi pelaku pelaku tindak pidana transnasional crime,” ucapnya.
Diterangkan hubungan diplomatik RI-Rusia telah terjalin 3 Februari 1950 silam. Terlebih, secara geografis, baik Indonesia maupun Rusia memiliki wilayah teritorial yang sangat luas sehingga rentan dimanfaatkan sebagai tempat melarikan diri pelaku tindak pidana.
Kendati dalam Imigrasi jika WNA melanggar ada hukuman pemulangan para pelaku tindak pidana dengan mekanisme deportasi dan kerja sama keimigrasian, namun kerja sama ekstradisi tetap menjadi opsi yang utama karena ekstradisi bersifat formal dan mengikat.
Sementara itu Menteri Kehakiman Rusia, Konstantin Anatolievich Chuichenko menerangkan penandatangan kerjasama ini untuk menindak kejahatan pidana dan diharapkan menjadi langkah yang baik untuk memperkuat kerja sama dua negara.
“Saya sekarang yakin karena kami memiliki dasar hukum menindak kejahatan, kerja sama ini akan lebih sistematis dan produktif ke depannya,” terangnya.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Rusia yang baru saja ditandatangani merupakan perjanjian ekstradisi pertama yang dimiliki Indonesia dengan negara di Benua Eropa. Posisi strategis Rusia sebagai Anggota Dewan Keamanan PBB, G20, serta Eurasian Economic Union diharapkan dapat dimanfaatkan oleh RI untuk membangun reputasi dan kredibilitas dalam hal keamanan dan penegakan hukum serta membuka jaringan kerja sama yang lebih luas dengan negara-negara yang telah memiliki kerja sama dengan Rusia.
Sebagaimana diketahui bahwa Rusia merupakan salah satu negara paling berpengaruh di bidang ekonomi. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, nilai perdagangan Indonesia-Rusia tahun 2021 sebesar US$ 2,746 miliar dengan total ekspor Indonesia ke Rusia sebesar US$ 1,492 miliar. Sementara, pada tahun 2022 nilai perdagangan kedua negara tumbuh sebesar 29,87% menjadi sebesar US$ 1,386 miliar dari tahun sebelumnya. Nilai perdagangan tumbuh signifikan dengan masuknya 10 komoditas unggulan ke pasar Rusia, yaitu produk minyak sawit (CPO), karet alam, produk kopra, cocoa butter dan minyak nabati, alas kaki, stainless steel, tekstil, produk mainan, minyak hewani dan peralatan elektronik. Bisa dikatakan, Rusia merupakan pasar potensial (untapped market) bagi produk Indonesia, karena juga meliputi pasar Eurasian Economic Union.
Pada bidang pariwisata. jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia tahun 2019 mencapai 158.943 orang. Bahkan pada tahun 2022, ketika masih di dalam masa pandemi Covid-19, jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia naik 783,50% menjadi sebanyak 74.143 orang, dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya sebanyak 8.392 orang. Kedepannya, jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia diprediksi akan terus meningkat.
Secara politis, penandatanganan perjanjian ekstradisi antara RI dan Rusia yang memiliki dampak positif karena merupakan perjanjian ekstradisi pertama antara RI dengan negara di Benua Eropa. Posisi strategis Rusia sebagai Anggota Dewan Keamanan PBB, G20, serta Eurasian Economic Union diharapkan dapat dimanfaatkan oleh RI untuk membangun reputasi dan kredibilitas dalam hal keamanan dan penegakan hukum serta membuka jaringan kerja sama yang lebih luas dengan negara-negara yang telah memiliki kerja sama dengan Rusia.
Menkumham juga menyampaikan bahwa penandatanganan perjanjian ekstradisi ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam upaya RI untuk menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF) guna membangun dan memelihara stabilitas dan integritas sistem keuangan serta penegakan hukum yang berfokus pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Lebih lanjut, perjanjian ekstradisi antara RI dan Rusia ini juga merupakan sinyalemen kuat untuk mendukung pemberantasan tindak pidana yang mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan. (feb/rid)