Para perajin minuman beralkohol (mikol) tradisional di Buleleng sempat bergembira. Seiring dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Izin Investasi Mikol.
Sayangnya aturan itu dicabut Presiden Jokowi kemarin. Para perajin arak Bali kini kembali meringis, karena usaha mereka masih berada dalam daftar negatif investasi.
EKA PRASETYA, Tejakula
SALAH satu desa yang dikenal sebagai sentra penghasil mikol tradisional jenis arak Bali adalah Desa Bondalem.
Di desa tersebut, tak kurang dari 40 kepala keluarga menggantungkan hidupnya dari memproduksi arak Bali.
Dulunya para perajin kerap kucing-kucingan dengan aparat keamanan. Terutama saat dilangsungkan operasi antik.
Sudah setahun terakhir para perajin kini bisa bernafas lebih lega. Mereka tak lagi dikejar-kejar aparat keamanan. Meski belum ada legalitas soal peredaran mikol yang mereka produksi.
Salah seorang perajin arak, ialah Ketut Budi Darma, 50. Ia sudah menggeluti usaha pembuatan mikol arak sejak 15 tahun terakhir.
Arak yang ia produksi berasal dari nira pohon lontar yang ada di kebunnya. Hasil produksi itu, setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Darma menyebutkan, usaha itu dilakukan secara turun temurun di keluarganya. Untuk menghasilkan 10 liter arak Bali, membutuhkan kerja selama 12 jam.
Mulai dari menderas nira, memanen, hingga melakukan proses distilasi. Proses produksi sudah dimulai sejak pukul 06.00 pagi.
Darma akan mulai mendatangi pohon lontar di kebunnya satu persatu, untuk melihat nira yang dipanen. Proses itu ia lakukan hingga pukul 10.00 pagi.
Dalam sehari biasanya ia mendapat 30 liter nira dari pohon lontar di kebunnya. Setelah terkumpul, nira itu langsung melalui proses distilasi.
Proses distilasi itu biasanya berlangsung hingga pukul 15.00 atau pukul 16.00 sore. Dari 30 liter nira, biasanya hanya didapat 10 liter arak.
Setelah itu Darma akan kembali ke kebun untuk menderas nira, agar bisa dipanen keesokan paginya. Darma sendiri mengaku masih sangat awam soal aturan-aturan.
Entah itu peraturan gubernur atau peraturan presiden. Ia hanya paham bahwa arak tak lagi dilarang, juga tak lagi dikejar-kejar aparat.
Namun, saat ia mendengar peraturan presiden dicabut Presiden Jokowi, ia ikut was-was. Khawatir akan dikejar-kejar aparat lagi.
“Kemarin kan katanya ada aturan jual lewat koperasi. Jadi, bisa bebas jual arak. Sekarang katanya aturan dicabut. Jujur saya yang masyarakat kecil ini jadi bingung,” kata Darma.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng Made Kutha mengatakan, Perpres 10 Tahun 2021 sudah keburu dicabut.
Sebelum dicabut, Kutha menyebut cukup banyak pihak yang menanyakan proses pembuatan izin soal mikol. Terutama izin edar.
“Kemarin yang cari tahu itu kebanyakan masyarakat kita sendiri, pengusaha UMKM. Karena mereka belum punya izin produksi dan izin edar.
Ada yang perorangan, ada yang lewat institusi koperasi. Tapi, karena belum ada juklak juknis dari Perpres, kami sarankan sabar dulu. Tapi hari ini (kemarin, Red) perpres-nya sudah lebih dulu dicabut,” kata Kutha.
Kutha mengaku dirinya tak bisa berbuat sebanyak. Sebab institusinya hanya sebagai pelaksana aturan dari pusat maupun daerah.
Saat perpres baru terbit pun, sejatinya sudah dilakukan rapat guna memastikan prosedur maupun regulasi perizinan.
Terutama yang terkait dengan mikol tradisional. “Karena sekarang sudah dicabut, ya mau kami tidak bisa komentar terlalu jauh lagi,” imbuhnya.
Hingga kini DPMPTSP Buleleng mencatat ada 4 perusahaan di Buleleng yang mengantongi izin produksi mikol.
Sebanyak 2 perusahaan berada di wilayah Celukan Bawang, 1 perusahaan di Desa Kalibukbuk, dan 1 perusahaan lainnya berada di Desa Penglatan. (*)