STATUS desa konservasi yang disandang sejak 1989 menjadi dasar Penglipuran sebagai desa wisata.
Sejak itu, seluruh kegiatan di desa terbersih di dunia tersebut dikelola pengelola desa wisata yang saat itu dikomandani oleh I Wayan Moning. Dalam perjalanannya, desa wisata dibantu desa adat.
Hubungan kedinasan dan adat berjalan harmonis serta saling melengkapi.
I Nengah Moneng, Ketua Desa Wisata Penglipuran, Bangli mengatakan Desa Adat Penglipuran sejak dulu mewarisi konsep saving (simpanan, red) dan nilai-nilai kemandirian yang kuat.
Ini konsep bagus yang diwariskan penglingsir setempat. Konsep saving ini tampak nyata pada deretan bangunan jineng atau klumpu berderet, tempat menyimpan padi yang digunakan saat kekurangan makanan.
Dalam perkembangannya, dana cadangan disiapkan untuk hal-hal tak terduga seperti Bom Bali 1, Bom Bali 2, dan erupsi Gunung Agung.
Sampai sekarang, ketika pandemi melanda, pengelola Desa Wisata Penglipuran menyiapkan dana cadangan sejak 18 Maret- 17 Juli 2020 dan sampai sekarang.
Untuk sementara dana cadangan disiapkan hanya 30% saja. Dana cadangan di-backup dari desa adat yang disupport BRI, BPD, LPD, dan Bank Pasar yang ada di Bangli.
18 Maret 2020, Penglipuran resmi ditutup sementara. Sempat dibuka 1 Januari 2021, sejak PPKM kembali tutup.
Menariknya, meski kedatangan wisatawan turun sekitar bulan September 2020 hingga Januari 2021 masih ada kunjungan wisatawan domestik.
Hal ini menyebabkan dana cadangan yang disiapkan 30 % tersebut belum sepenuhnya terpakai. Imbasnya, gaji seluruh karyawan pengelola desa wisata pun aman.
Penglipuran memiliki 300 room home stay dan 89 pedagang cenderamata. Sejak pandemi Covid-19, seluruh kegiatan masyarakat Penglipuran harus menunjang atau berorientasi kepada kegiatan pariwisata di DeWi (I Nengah Moneng, 2021).
Sekarang Desa Wisata Penglipuran memiliki 72 song atau rumah sebagai zona konservasi atau zona inti.
Untuk itu perlu upaya meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap konservasi pada rumah zona inti tradisional di wilayah pawongan.
Pementasan tari sakral menjadi salah satu tradisi unik dan menarik di Penglipuran.
Tari baris sakral ini hanya dipentaskan pada upacara tertentu. Penghargaan pun diraih oleh Penglipuran.
Di antaranya penghargaan Desa Wisata Berkelanjutan dengan sertifikat No. STC-03/XII/2020 oleh Lembaga Sertifikasi Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (CB-ISTC) dan memenuhi CHSE Standards (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability) CHSE 04044/2020.
Di masa pandemi, pengelola Desa Wisata Penglipuran mengeluarkan sejumlah kebijakan.
Pertama, membentuk Satgas Gotong Royong Desa Adat yang berkolaborasi dengan pengelola desa wisata (DeWi), kepala lingkungan, dan desa adat untuk penanganan Covid-19.
Kedua, awalnya penyemprotan dilakukan oleh pengelola DeWi saja. Setelah terbentuk SK, baru diambil alih oleh kepala lingkungan dan desa adat.
Ketiga, membuat jalur titik kumpul, sehingga wisatawan merasa nyaman dan aman ketika memasuki areal DeWi. Ini yang sedang digodok tim peneliti Universitas Warmadewa di Penglipuran.
Keempat, mengedukasi generasi muda (sekehe teruna) untuk lebih mengenal desa sendiri dengan memperkuat pasraman, karena merekalah yang akan melanjutkan kegiatan ini ke depan.
Kelima, membuka peluang kolaborasi dari semua pihak yang berkepentingan baik di bidang lingkungan, budaya, ekowisata, maupun bidang lainnya untuk berkomitmen memajukan atau membangkitkan kembali Desa Wisata Penglipuran.
Keenam, sekeha teruna juga membantu kegiatan penanganan covid dengan ikut satgas dan membantu tugas-tugas di desa wisata terutama di masa pandemi ini.
Kegiatan baru warga DeWi di masa pandemi antara lain beternak ayam, pembibitan bunga hias dan ikan hias (koi), pengelolaan pupuk secara kualitas dan kuantitas.
Ketujuh, membentuk satgas gotong royong desa adat yang berkolaborasi dengan pengelola desa wisata (DeWi), kepala lingkungan, dan desa adat untuk penanganan Covid-19.
Pandemi dikelola menjadi peluang di Penglipuran. Kreativitas baru muncul seperti kelompok usaha tani (dikaitkan dengan DeWi), kelompok tani khusus keladi (talas) kopi + snack (keladi), kerajinan akar bambu yang diukir berbentuk topeng dan bentuk-bentuk lainnya, pembuatan barong (kolaborasi anak muda dan senior), beternak ayam (mengikuti zone yang sesuai dengan areal peruntukan).
Ini terjadi saat bisnis pelayaran internasional lesu di masa pandemi.
Dalam rangka menjaga Penglipuran di masa pandemi, sejumlah saran dianjurkan Unwar Denpasar.
Pertama, mencari masterplan 3 tahun yang sudah dikerjakan oleh peneliti sebelumnya lalu di-overlay-kan dengan kondisi saat ini.
Kedua, membuat jalur titik kumpul sehingga wisatawan merasa nyaman dan aman ketika memasuki areal DeWi Penglipuran.
Ketiga, fokus pada kebijakan terutama tentang masa pandemi, generasi muda (sekehe teruna teruni) untuk penguatan Desa Wisata Penglipuran ke depan.
Keempat, pengembangan aktivitas desa wisata Penglipuran ke depan, seperti kerajinan pembuatan barong oleh sekehe teruna, pengembangan usaha tani, snack tradisional, dan kuliner dari masyarakat agar berfokus dan terkait dengan pengembangan desa wisata di desa ini. (*/bersama tim peneliti desa penglipuran universitas warmadewa denpasar/arb)