Banyak cerita tercipta jika mengunjungi Bali Utara. Terkhusus Desa Temukus, Kecamatan Banjar, yang berada di balik bukit ini.
NI KADEK NOVI FEBRIANI, Buleleng
BILA datang ke Buleleng di Bali Utara, biasanya yang terbesit adalah Lovina. Kawasan pariwisata yang dibangun Anak Agung Pandji Tisna sejak 1950-an.
Namun, Buleleng bukan hanya pariwisata Lovina. Buleleng menyimpan banyak tempat bersejarah, budaya yang unik, dan keindahan alam yang beragam dari pegunungan hingga pesisir.
Satu di antaranya adalah Desa Temukus di Kecamatan Banjar. Sebelah barat Lovina yang berada di Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng.
Luas Desa Temukus 5,39 kilometer persegi. Desa ini memiliki rahasia keindahan alam, sejarah, dan budaya. Sungguh paket komplet.
Salah satu peninggalan sejarah di Desa Temukus adalah Monumen Tugu Belanda yang tak jauh lokasinya dekat perbatasan dengan Desa Cempaga.
Monumen berwarna putih itu pada awalnya dibangun setelah Perang Banjar pada 1868. Pemerintah kolonial Belanda membangun monumen tersebut untuk memperingati tewasnya dua perwira tentara Belanda (Letnan Steigman dan De Nijs) dan 20 prajurit Belanda dalam Perang Banjar melawan Laskar Banjar yang dipimpin Ida Made Rai.
Dalam Perang Banjar, Desa Temukus memang menjadi tempat pemerintah Belanda mendaratkan pasukan. Dari pantai, pasukan Belanda bergerak malam untuk menyerang pasukan Ida Made Rai di Banjar. Namun, pasukan ini disergap pasukan Ida Made Rai hingga tewasnya dua perwira Letnan Steigman dan De Nijs beserta 20 pasukannya tersebut.
Desa Temukus diapit beberapa desa. Di antaranya Kalibukbuk (Lovina) di timur, Desa Dencarik di barat, dan selatannya adalah Desa Cempaga. Bila dilihat dari Desa Cempaga yang berada di atasnya (daratan lebih tinggi), mata akan dimanjakan dengan keindahan laut dan pepohonan hijau di Desa Temukus.
Di Banjar Labuan Aji, Desa Temukus tersembunyi air terjun bernama Sing Sing Waterfall. Agak susah menuju ke sana. Terutama fasilitas parkir yang tak memadai. Bila membawa kendaraan, maka harus parkir di rumah warga setempat. Kemudian harus jalan kaki melewati hutan yang dipinggirnya ada aliran air dan sempit. Pengunjung mesti hati-hati. Tapi, ini keseruannya, sangat enak untuk trekking dan bertualang.
Sayangnya, pandemi ini jarang ada yang datang ke air terjun itu. Sehingga sangat sepi. Cocok dikunjungi untuk menghabiskan waktu senggang. Saat penulis ke sana hanya ada dua warga yang sedang mancing.
Wisata ziarah juga ada di Desa Temukus. Karena terdapat Makam Kramat Karang Rupit The Kwan Lie atau Syekh Abdul Qodir Muhammad. Tokoh ini dianggap sebagai salah satu Wali Pitu di Bali. Atau penyebar Islam awal di Bali.
Pengelola makam, Samsul Hadi mengatakan yang datang ke makam The Kwan Lie dari berbagai kalangan, tidak hanya beragama Islam. Dari warga non-Muslim datang untuk mencari petunjuk. Selain itu, warga negara asing juga yang beragama Islam seperti Turki, Yaman, Amerika berziarah ke makam tokoh “Muslim Cina” itu.
“Kalau warga asing banyak juga ke sini. Kalau Non-Muslim karena ada panggilan untuk berdoa ada seperti sakit atau untuk mengembangkan usaha. Ia dikasih petunjuk datang ke sini,” jelas Selasa (11/1/2022).
Tak perlu pergi ke Amerika Serikat, Temukus juga punya LA Beach. Namun bukan Los Angeles di California. LA di Temukus adalah singkatan dari Pantai Labuan Aji. Pantai ini eksotis. Masyarakat bisa datang ke pantai saat pagi hari menikmati sunrise (matahari terbit) dan sunset (saat matahari tenggelam).
Kondisi LA Beach terbilang sunyi. Cocok untuk digunakan untuk menghilangkan penat. Pantai ini juga digunakan pembersihan (melukat) karena berdekatan dengan Pura Labuan Aji.
Pemangku bernama Jro Mangku Wayan Mudia mengatakan yang datang ke pura ini berbagai daerah tidak hanya masyarakat sekitarnya. Dari Jembrana atau Denpasar. Karena tergolong Pura Dang Kahyangan, maka siapa saja boleh datang ke pura tersebut.
“Ramai yang datang,” imbuhnya.
Tak lupa yang paling terkenal dari desa ini adalah produksi kecap legendaris cap Meliwis yang bediri sejak zaman Belanda pada tahun 1939.
Datang ke Desa Temukus akan menggetarkan seluruh indera manusia, dari mata hingga ke cita rasa (lidah). Namun, sayangnya pesona Desa Temukus ini masih terbungkus.
Untuk menjadikan Desa Temukus sebagai salah satu destinasi wisata harus didukung dengan adanya pembenahan. Di antaranya perbaikan infrastruktur untuk memudahkan pengunjung yang datang.