26.5 C
Denpasar
Thursday, March 30, 2023

Keren, Dosen STAH Mpu Kuturan Raih Doktor di Usia 31 Tahun

SINGARAJA– Salah seorang dosen di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan, I Made Bagus Andi Purnomo berhasil meraih gelar doktor pada usia yang relatif muda. Pria asal Desa Umajero, Kecamatan Busungbiu itu menyelesaikan jenjang pendidikan S3 saat masih berusia 31 tahun.

Bagus Andi – demikian dia biasa disapa – berhak menyandang gelar doktor, setelah mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka promosi doktor yang dilaksanakan di Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, pada Jumat (17/3) lalu. Dalam ujian itu ia mengangkat disertasi dengan judul Dinamika Pengembangan Pasraman Formal di Kabupaten Buleleng.

Ia mengaku sengaja mengangkat tema tersebut, setelah melihat masalah pengembangan pasrama formal di Buleleng. Padahal keberadaan lembaga pendidikan Hindu telah diakui lewat Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 56 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Lewat beleid itu, pasraman formal memiliki kedudukan yang setara dengan lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Misalnya lembaga pendidikan madrasah yang bernafaskan Islam.

Baca Juga:  Waduh, Demi G20 Siswa Bakal Dipaksa Sekolah Daring, Disdikpora Malah Bilang Tak Jadi Masalah

Kendati peraturan itu sudah terbit sejak delapan tahun lalu, faktanya kini pengembangan Lembaga pendidikan pasraman formal sulit dilakukan. Di Buleleng misalnya,  belum ada pasraman yang dibentuk pemerintah. Sejauh ini pasraman dibentuk oleh yayasan swasta. Salah satunya Madyama Widya Pasraman (MWP) Jnana Dharma Sastra di Desa Umajero. Pasraman itu merupakan lembaga pendidikan formal setingkat SMP.

Ia menilai pengembangan pasraman di Bali sangat kompleks. Kendati di Bali, Hindu menjadi agama mayoritas. Kendalanya diantara lain, persepsi masyarakat yang menganggap pasraman masih Lembaga non formal, adaptasi kurikulum yang belum optimal, hingga lemahnya dukungan elite pada pasraman.

“Kendalanya banyak. Mulai dari pemenuhan standar pendidikan, kendala manajerial, termasuk branding di masyarakat. Jadi pasraman formal masih dikesampingkan, dipandang sebelah mata. Padahal jenjangnya sama, dan punya kekhususan di bidang agama,” ujarnya.

Baca Juga:  Miris! Masih Ada Siswa di Karangasem Tak Bisa Baca, Begini Faktanya

Ia pun merekomendasikan agar dilakukan pengembangan pasraman formal secara menyeluruh. Mulai dari tingkat nasional, hingga kabupaten. Pemerintah juga diharapkan  segera merealisasikan keberadaan pasraman formal di semua jenjang pendidikan. “Kalau tidak segera dibenahi, saya khawatir itu akan berdampak sistematis terhadap pengembangan pendidikan agama Hindu. Baik di kalangan siswa maupun masyarakat secara umum,” tegasnya.

Selain itu ia mendorong agar masyarakat Bali, utamanya yang memeluk agama Hindu, memberikan dukungan dalam pengembangan pasraman formal. Sehingga penanaman pendidikan, mental, moral, dan karakter Hindu dapat dilakukan lebih optimal. (eps)



SINGARAJA– Salah seorang dosen di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan, I Made Bagus Andi Purnomo berhasil meraih gelar doktor pada usia yang relatif muda. Pria asal Desa Umajero, Kecamatan Busungbiu itu menyelesaikan jenjang pendidikan S3 saat masih berusia 31 tahun.

Bagus Andi – demikian dia biasa disapa – berhak menyandang gelar doktor, setelah mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka promosi doktor yang dilaksanakan di Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, pada Jumat (17/3) lalu. Dalam ujian itu ia mengangkat disertasi dengan judul Dinamika Pengembangan Pasraman Formal di Kabupaten Buleleng.

Ia mengaku sengaja mengangkat tema tersebut, setelah melihat masalah pengembangan pasrama formal di Buleleng. Padahal keberadaan lembaga pendidikan Hindu telah diakui lewat Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 56 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Lewat beleid itu, pasraman formal memiliki kedudukan yang setara dengan lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Misalnya lembaga pendidikan madrasah yang bernafaskan Islam.

Baca Juga:  Duh! Tiga Ruangan Kelas SDN 2 Pohsanten Rusak Berat, Ternyata Sudah sejak 2019

Kendati peraturan itu sudah terbit sejak delapan tahun lalu, faktanya kini pengembangan Lembaga pendidikan pasraman formal sulit dilakukan. Di Buleleng misalnya,  belum ada pasraman yang dibentuk pemerintah. Sejauh ini pasraman dibentuk oleh yayasan swasta. Salah satunya Madyama Widya Pasraman (MWP) Jnana Dharma Sastra di Desa Umajero. Pasraman itu merupakan lembaga pendidikan formal setingkat SMP.

Ia menilai pengembangan pasraman di Bali sangat kompleks. Kendati di Bali, Hindu menjadi agama mayoritas. Kendalanya diantara lain, persepsi masyarakat yang menganggap pasraman masih Lembaga non formal, adaptasi kurikulum yang belum optimal, hingga lemahnya dukungan elite pada pasraman.

“Kendalanya banyak. Mulai dari pemenuhan standar pendidikan, kendala manajerial, termasuk branding di masyarakat. Jadi pasraman formal masih dikesampingkan, dipandang sebelah mata. Padahal jenjangnya sama, dan punya kekhususan di bidang agama,” ujarnya.

Baca Juga:  Capaian Tahun 2022 ISI Denpasar: Citta Widya Mahottama: Visi Baru, Mitra Global & Ruang Seni Anyar

Ia pun merekomendasikan agar dilakukan pengembangan pasraman formal secara menyeluruh. Mulai dari tingkat nasional, hingga kabupaten. Pemerintah juga diharapkan  segera merealisasikan keberadaan pasraman formal di semua jenjang pendidikan. “Kalau tidak segera dibenahi, saya khawatir itu akan berdampak sistematis terhadap pengembangan pendidikan agama Hindu. Baik di kalangan siswa maupun masyarakat secara umum,” tegasnya.

Selain itu ia mendorong agar masyarakat Bali, utamanya yang memeluk agama Hindu, memberikan dukungan dalam pengembangan pasraman formal. Sehingga penanaman pendidikan, mental, moral, dan karakter Hindu dapat dilakukan lebih optimal. (eps)


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru