26.5 C
Denpasar
Thursday, March 30, 2023

Prof. I Wayan Widiana,Guru Besar Termuda Undiksha:Ingin Jadi Profesor, Jadi Dosen Semangat Tinggi

Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) punya guru besar termuda. Usianya baru 37 tahun. Dia adalah Prof. I Wayan Widiana, guru besar pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

WIDIANA terus melayangkan senyum. Terutama setelah menerima medali dan toga guru besar. Pagi itu, Kamis (19/1), Undiksha mengukuhkan belasan guru besar. Salah satunya adalah I Wayan Widiana. Dia menjadi bintang, karena menjadi profesor termuda di Undiksha.

Widiana kini berusia 37 tahun. Dia lahir di Banjar Dinas Tunas Sari, Desa Tianyar, Karangasem, pada 5 Juli 1985 silam. Putra dari pasangan I Ketut Merta dan Ni Ketut Ngara itu sempat mengenyam pendidikan sarjana pada program  studi pendidikan fisika di Undiksha.

Selama berkuliah, Widiana terbilang aktif dalam organisasi di internal kampus maupun eksternal kampus. Di internal kampus, ia sempat menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) pendidikan fisika serta senat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Sementara di luar kampus, ia sempat aktif menjadi anggota Palang Merah Indonesia (PMI), serta pengurus Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) di Kabupaten Buleleng dan Provinsi Bali.

Setelah lulus pada tahun 2007 silam, ayah dari empat orang anak itu memilih merantau ke Denpasar. Dia sempat menjadi guru di SMP dan SMA Dwijendra, serta SMAN 3 Denpasar.

Baca Juga:  Jurus Lain Pengasuh Bahasa Bali di Gerokgak saat Hari Libur: Pelajar SMP Diajak Belajar “Nyurat”

Setahun kemudian dia memilih melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Kali ini dia masuk ke program studi magister Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Begitu lulus, dia melamar sebagai dosen di Undiksha. Gayung bersambut, pada tahun 2010 dia dinyatakan lulus sebagai dosen pada prodi PGSD.

“Guru besar itu sudah jadi cita-cita saya sejak dulu. Tahun 2010 saya lulus magister, kemudian di Undiksha ada rekrutmen dosen, saya mencoba melamar. Ternyata saya diterima. Dari sana saya mulai aktif mempersiapkan diri menggapai cita-cita jadi guru besar,” kata Widiana.

Setelah dua tahun sebagai dosen, dia melanjutkan studi doktor pada Universitas Negeri Jakarta. Di sana dia menempuh pendidikan pada prodi yang sama seperti yang ia pelajari saat jenjang magister, yakni penelitian dan evaluasi pendidikan. Ia akhirnya dinyatakan lulus pada 2016.

Selama enam tahun dia terus mengejar cita-citanya. Hingga kini dia tercatat telah menulis 50 karya pada jurnal ilmiah, dua buah buku referensi, delapan buah prosiding, serta tujuh buah hasil laporan. “Meraih jenjang fungsional tertinggi itu butuh kerja keras. Ini perjuangan selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Baca Juga:  Kurangi Minat Anak Bermain Gadget, Gelar Lomba Membaca dan Merangkum Isi Buku

Saat pengukuhan guru besar beberapa waktu lalu dia membawakan orasi ilmiah mengenai kemampuan berpikir metakognitif. Widiana mengaku telah mengkaji soal kemampuan berpikir sejak tahun 2007 silam.

“Saya sudah tertarik dengan hal itu (kemampuan berpikir) dari tahun 2007 dan itu jadi penelitian saya. Waktu menyusun skiripsi saya membahas tentang berpikir kritis, kemudian saat magister tentang kemampuan berpikir kreatif. Kemudian saya mendalami lagi saat jenjang doktor. Setelah saya dalami semakin banyak hal yang ditemukan sehingga saya mengambil topik lebih khusus lagi tentang kemampuan berpikir metakognitif,” ujarnya.

Pria yang juga Wakil Dekan II pada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha itu mengatakan, predikat yang ia capai tak lepas dari usaha dan kerja keras serta peran motivasi keluarga, lembaga, dan kolega. Ia mengaku bangga dengan capaian ini dan berharap bisa berkontribusi lebih banyak lagi pada dunia pendidikan.

“Saya mengikuti tahapan dengan baik. Penelitian saya lakukan dengan baik, dapat hasil dipublikasikan dengan baik. Penelitian saya ini bisa diimplementasikan.  Jadi kendala yang berat itu tidak saya temui,” demikian Widiana. [eka prasetya/radar bali]

 

 



Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) punya guru besar termuda. Usianya baru 37 tahun. Dia adalah Prof. I Wayan Widiana, guru besar pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

WIDIANA terus melayangkan senyum. Terutama setelah menerima medali dan toga guru besar. Pagi itu, Kamis (19/1), Undiksha mengukuhkan belasan guru besar. Salah satunya adalah I Wayan Widiana. Dia menjadi bintang, karena menjadi profesor termuda di Undiksha.

Widiana kini berusia 37 tahun. Dia lahir di Banjar Dinas Tunas Sari, Desa Tianyar, Karangasem, pada 5 Juli 1985 silam. Putra dari pasangan I Ketut Merta dan Ni Ketut Ngara itu sempat mengenyam pendidikan sarjana pada program  studi pendidikan fisika di Undiksha.

Selama berkuliah, Widiana terbilang aktif dalam organisasi di internal kampus maupun eksternal kampus. Di internal kampus, ia sempat menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) pendidikan fisika serta senat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Sementara di luar kampus, ia sempat aktif menjadi anggota Palang Merah Indonesia (PMI), serta pengurus Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) di Kabupaten Buleleng dan Provinsi Bali.

Setelah lulus pada tahun 2007 silam, ayah dari empat orang anak itu memilih merantau ke Denpasar. Dia sempat menjadi guru di SMP dan SMA Dwijendra, serta SMAN 3 Denpasar.

Baca Juga:  Hari Ini, Unwar Lepas 1.332 Wisudawan

Setahun kemudian dia memilih melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Kali ini dia masuk ke program studi magister Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Begitu lulus, dia melamar sebagai dosen di Undiksha. Gayung bersambut, pada tahun 2010 dia dinyatakan lulus sebagai dosen pada prodi PGSD.

“Guru besar itu sudah jadi cita-cita saya sejak dulu. Tahun 2010 saya lulus magister, kemudian di Undiksha ada rekrutmen dosen, saya mencoba melamar. Ternyata saya diterima. Dari sana saya mulai aktif mempersiapkan diri menggapai cita-cita jadi guru besar,” kata Widiana.

Setelah dua tahun sebagai dosen, dia melanjutkan studi doktor pada Universitas Negeri Jakarta. Di sana dia menempuh pendidikan pada prodi yang sama seperti yang ia pelajari saat jenjang magister, yakni penelitian dan evaluasi pendidikan. Ia akhirnya dinyatakan lulus pada 2016.

Selama enam tahun dia terus mengejar cita-citanya. Hingga kini dia tercatat telah menulis 50 karya pada jurnal ilmiah, dua buah buku referensi, delapan buah prosiding, serta tujuh buah hasil laporan. “Meraih jenjang fungsional tertinggi itu butuh kerja keras. Ini perjuangan selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Baca Juga:  STMIK Primakara Sukseskan G20, Bangun Ekosistem Ekonomi Kreatif Digital

Saat pengukuhan guru besar beberapa waktu lalu dia membawakan orasi ilmiah mengenai kemampuan berpikir metakognitif. Widiana mengaku telah mengkaji soal kemampuan berpikir sejak tahun 2007 silam.

“Saya sudah tertarik dengan hal itu (kemampuan berpikir) dari tahun 2007 dan itu jadi penelitian saya. Waktu menyusun skiripsi saya membahas tentang berpikir kritis, kemudian saat magister tentang kemampuan berpikir kreatif. Kemudian saya mendalami lagi saat jenjang doktor. Setelah saya dalami semakin banyak hal yang ditemukan sehingga saya mengambil topik lebih khusus lagi tentang kemampuan berpikir metakognitif,” ujarnya.

Pria yang juga Wakil Dekan II pada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha itu mengatakan, predikat yang ia capai tak lepas dari usaha dan kerja keras serta peran motivasi keluarga, lembaga, dan kolega. Ia mengaku bangga dengan capaian ini dan berharap bisa berkontribusi lebih banyak lagi pada dunia pendidikan.

“Saya mengikuti tahapan dengan baik. Penelitian saya lakukan dengan baik, dapat hasil dipublikasikan dengan baik. Penelitian saya ini bisa diimplementasikan.  Jadi kendala yang berat itu tidak saya temui,” demikian Widiana. [eka prasetya/radar bali]

 

 


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru