SINGARAJA– Oknum kepala sekolah di salah satu SD negeri di Kecamatan Sukasada, diadukan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng. Oknum tersebut diduga memaksa meminta setoran uang untuk pengurusan tunjangan profesi guru alias uang sertifikasi.
Pengaduan itu dilayangkan belum lama ini. Total ada 14 poin pengaduan yang disampaikan. Salah satu yang paling menonjol adalah sikap kepala sekolah yang meminta setoran uang sertifikasi pada guru-guru di sekolah tersebut.
Dalam pengaduan tertulis yang dilayangkan, para guru mengaku keberatan dengan kebijakan itu. Sebab setiap uang sertifikasi cair, para guru diminta menyetor uang Rp 100 ribu per bulan. Terkadang uang sertifikasi cair tiga bulan sekali. Saat itu, uang setoran juga harus berlipat tiga. Bukan hanya uang sertifikasi, kepala sekolah juga mengutip “uang tanda tangan” untuk proses pemberkasan bagi para guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Nominalnya beragam. Untuk guru kelas diminta setoran Rp 25 ribu setiap pengurus berkas, sementara guru agama diminta menyerahkan Rp 100 ribu untuk proses pemberkasan serupa.
Tak hanya itu, oknum kepsek itu diduga mengabaikan kewajibannya sebagai kepala sekolah. Oknum tersebut justru sibuk dengan pengelolaan kantin. Para guru diwajibkan membantu mengurus kantin yang dikelola kepala sekolah. Guru harus membantu berjualan secara bergantian. Bila kebagian giliran berjualan, guru itu harus datang ke sekolah pada pukul 06.15 pagi untuk menyiapkan barang dagangan. Selain itu guru juga harus membantu berjualan.
Tak jarang oknum Kepsek uring-uringan apabila hasil jualan tak sesuai harapan. Bahkan oknum kepsek akan mencari siswa dan memarahi siswa hanya semata-mata mereka tak berbelanja di kantin. Terkadang waktu pelajaran akan dipotong hingga 20 menit, agar siswa punya waktu lebih panjang untuk beristirahat dan berbelanja di kantin.
Ketua Dewan Pendidikan Buleleng Made Sedana mengaku sudah menerima pengaduan itu secara tertulis. Menurutnya tindakan oknum tersebut sudah terbilang parah. Ia sempat datang ke sekolah mencari fakta-fakta yang ada. Terbukti sebagian besar keluhan dianggap benar.
Menurut Sedana, hal yang paling fatal adalah memangkas jam belajar siswa. Apabila hal itu berlanjut, maka hal itu akan merugikan siswa. “Bayangkan kalau sehari itu jam pelajaran dipangkas 30 menit, hanya supaya siswa bisa belanja lebih banyak di kantin. Kalau itu dikali seminggu, sudah berapa jam dipangkas. Kami harap Dinas Pendidikan juga bisa segera menindaklanjuti masalah ini,” kata Sedana.
Terpisah, Kepala Disdikpora Buleleng Made Astika mengaku laporan itu baru diterima pada Rabu (25/1) lalu. Saat ini Disdikpora telah menerjunkan tim untuk menelusuri fakta-fakta yang ada di sekolah tersebut. “Kami belum bisa menyatakan apakah laporan itu sepenuhnya benar atau seperti apa. Tim kami masih melakukan pemantauan dan evaluasi ke sekolah tersebut. Karena laporan yang kami terima kan masih sepihak,” kata Astika.
Khusus soal pengelolaan kantin, Astika mengatakan Disdikpora telah menerbitkan surat edaran (SE) yang seharusnya dijadikan pedoman oleh seluruh kepala sekolah. Dalam SE itu, Disdikpora menegaskan agar pengelolaan kantin diserahkan pada pihak ketiga.“Itu untuk memastikan profesionalisme guru dan kepala sekolah. SE itu sudah lama terbit. Sudah tegas dan tidak perlu diulang-ulang lagi. Sudah tegas semuanya,” tegasnya. (eps)