26.5 C
Denpasar
Thursday, June 1, 2023

Jurus Lain Pengasuh Bahasa Bali di Gerokgak saat Hari Libur: Pelajar SMP Diajak Belajar “Nyurat”

Siswa di Buleleng telah memasuki masa liburan akhir semester sejak pekan lalu. Biasanya pada semester ganjil, siswa hanya akan berlibur selama dua pekan. Tapi kali ini siswa akan berlibur selama sebulan. Ini jurus yang dilakukan gurunya.

BELASAN siswa berkumpul di Aula Kantor Camat Gerokgak. Mereka merupakan pelajar perwakilan dari sekolah menengah pertama (SMP) di kecamatan yang terletak di ujung barat Kabupaten Gerokgak itu.

Di sana mereka kemudian diberikan sebuah bantal berukuran 15×15 centimeter, sebilah pisau temutik, dan beberapa lembar daun lontar. Mereka kemudian diberi tantangan untuk menulis di atas selembar daun lontar.

Siswa-siswa itu sengaja diajak menulis pada daun lontar. Mereka dilatih melakukan tradisi nyurat atau menulis aksara Bali, sebab tradisi itu telah jarang dijumpai. Terlebih lagi pada kalangan generasi muda saat ini. Mereka cenderung lebih tertarik dengan hal-hal yang berbau teknologi dan digital.

Baca Juga:  Nah Lho…Kepala Sekolah di Jembrana Ragu Terapkan Kebijakan Koster

Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Putu Pertama Yasa menuturkan, pihaknya sengaja mengajak para siswa menulis di atas selembar daun lontar. Sehingga dalam kegiatan liburan, siswa bisa tetap produktif.

Ia mengaku kini tradisi nyurat aksara sangat jarang dilakukan. Seiring dengan bergesernya tradisi tulis dari media lontar menjadi media kertas. Biasanya kegiatan nyurat aksara itu baru dilakukan jelang ajang-ajang perlombaan. Salah satunya saat lomba Bulan Bahasa Bali yang rutin digelar tiap Februari, atau saat Museum Lontar Gedong Kirtya menggelar lomba serupa.

“Kami menyadari generasi muda sekarang masih awam menulis lontar. Pada jam pelajaran Bahasa Bali di sekolah juga masih minim dilakukan. Jadi kami bersinergi dengan pemerintah kecamatan untuk melakukan pendampingan dan pembinaan kepada generasi muda,” ungkapnya.

Baca Juga:  Covid Melandai, Penerapan PTM Tunggu Instruksi Kemendagri

Menurutnya nyurat aksara telah jadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun di Bali. Bahkan banyak manuskrip dan pengetahuan yang tercantum dalam lontar. Pengetahuan-pengetahuan tersebut terbukti masih relevan hingga kini.

Penyuluh pun berharap agar para generasi muda tetap tertarik melestarikan tradisi turun temurun tersebut. Kendati kini tradisi tulis telah bergeser dari lontar menjadi kertas.

“Memang tidak mudah. Saat ini kami kenalkan dulu. Kedepan mudah-mudahan mereka tertarik sehingga mau jadi praktisi dan rutin menulis lontar,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pelatihan nyurat aksara pada daun lontar itu sengaja dilakukan pada masa liburan sekolah, untuk mengisi waktu luang hari libur pelajar agar mereka tetap melakukan kegiatan positif dan produktif. Selain di Kecamatan Gerokgak, kegiatan serupa sempat dilakukan di Kecamatan Banjar dan akan dilakukan di kecamatan-kecamatan lainnya. [eka prasetya/radar bali]

 



Siswa di Buleleng telah memasuki masa liburan akhir semester sejak pekan lalu. Biasanya pada semester ganjil, siswa hanya akan berlibur selama dua pekan. Tapi kali ini siswa akan berlibur selama sebulan. Ini jurus yang dilakukan gurunya.

BELASAN siswa berkumpul di Aula Kantor Camat Gerokgak. Mereka merupakan pelajar perwakilan dari sekolah menengah pertama (SMP) di kecamatan yang terletak di ujung barat Kabupaten Gerokgak itu.

Di sana mereka kemudian diberikan sebuah bantal berukuran 15×15 centimeter, sebilah pisau temutik, dan beberapa lembar daun lontar. Mereka kemudian diberi tantangan untuk menulis di atas selembar daun lontar.

Siswa-siswa itu sengaja diajak menulis pada daun lontar. Mereka dilatih melakukan tradisi nyurat atau menulis aksara Bali, sebab tradisi itu telah jarang dijumpai. Terlebih lagi pada kalangan generasi muda saat ini. Mereka cenderung lebih tertarik dengan hal-hal yang berbau teknologi dan digital.

Baca Juga:  Wisuda Ke-89, Undiknas Konsisten Cetak Sarjana Berdaya Saing Internasional

Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Putu Pertama Yasa menuturkan, pihaknya sengaja mengajak para siswa menulis di atas selembar daun lontar. Sehingga dalam kegiatan liburan, siswa bisa tetap produktif.

Ia mengaku kini tradisi nyurat aksara sangat jarang dilakukan. Seiring dengan bergesernya tradisi tulis dari media lontar menjadi media kertas. Biasanya kegiatan nyurat aksara itu baru dilakukan jelang ajang-ajang perlombaan. Salah satunya saat lomba Bulan Bahasa Bali yang rutin digelar tiap Februari, atau saat Museum Lontar Gedong Kirtya menggelar lomba serupa.

“Kami menyadari generasi muda sekarang masih awam menulis lontar. Pada jam pelajaran Bahasa Bali di sekolah juga masih minim dilakukan. Jadi kami bersinergi dengan pemerintah kecamatan untuk melakukan pendampingan dan pembinaan kepada generasi muda,” ungkapnya.

Baca Juga:  27 Lulusan STMIK Bandung Bali Diwisuda, Diharapkan Bisa Jadi Tenaga Profesional di Masyarkat.

Menurutnya nyurat aksara telah jadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun di Bali. Bahkan banyak manuskrip dan pengetahuan yang tercantum dalam lontar. Pengetahuan-pengetahuan tersebut terbukti masih relevan hingga kini.

Penyuluh pun berharap agar para generasi muda tetap tertarik melestarikan tradisi turun temurun tersebut. Kendati kini tradisi tulis telah bergeser dari lontar menjadi kertas.

“Memang tidak mudah. Saat ini kami kenalkan dulu. Kedepan mudah-mudahan mereka tertarik sehingga mau jadi praktisi dan rutin menulis lontar,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pelatihan nyurat aksara pada daun lontar itu sengaja dilakukan pada masa liburan sekolah, untuk mengisi waktu luang hari libur pelajar agar mereka tetap melakukan kegiatan positif dan produktif. Selain di Kecamatan Gerokgak, kegiatan serupa sempat dilakukan di Kecamatan Banjar dan akan dilakukan di kecamatan-kecamatan lainnya. [eka prasetya/radar bali]

 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru