28.7 C
Denpasar
Wednesday, June 7, 2023

Kasus Dana Kampanye Dr Somvir Nol Rupiah, DKPP Sanksi Anggota KPU Bali

DENPASAR Kasus dugaan manipulasi Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) Caleg DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng dalam Pileg 2019, Dr Somvir sempat menggelinding di Dedan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

 

Pasalnya, dana kampanye sampai nol rupiah itu menjadi tidak masuk akal, apalagi dalam kenyataan di lapangan ada banyak baliho caleg Dr Somvir, juga memberi uang kepada beberapa orang.

Kasus ini sempat dilaporkan warga bernama Gede Suardana, warga Buleleng, ke Bawaslu Bali terkait dugaan pidana pemilu. Namun, Bawaslu tidak melanjutkan perkara ini lantaran ada beda pendapat hukum di Gakkumdu, sedangkan waktu penyidikan habis. 

 

Sikap pasif KPU Bali dan tidak melanjutkan perkara ini oleh Bawaslu Provinsi Bali atas caleg yang laporan dana kampanyenya nol rupiah pun sempat diadukan salah satu warga kepada DKPP bernama Ketut Adi Gunawan, warga Buleleng.

 

Ketut Adi Gunawan mengadukan I Dewa Agung Lidartawan, Anak Agung Gede Raka Nakula, I Gede John Darmawan, I Gusti Ngurah Agus Darma Sanjaya, dan Luh Putu Sri Widyastini Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bali sebagai Teradu I sampai V.

 

Selain itu, Pengadu juga mengadukan Ketut Ariyani, I Ketut Rudia, I Wayan Widyardana Putra, I Wayan Wirka dan I Ketut Sunadra yang merupakan Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali sebagai Teradu VI sampai X.

Nah, setelah melalui serangkaian sidang, akhirnya DKPP menggelar sidang pembacaan putusan, Rabu (1/9). Putusannya, DKPP mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Hampir seluruh komisoner KPU Bali dan ketua serta anggota Bawaslu Bali dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku. Juga merehabilitasi nama baik Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali.

 

Namun, dalam putusan itu, ada satu komisioner KPU Bali yang dianggap melanggar kode etik. Yakni teradu II, Anak Agung Gede Raka Nakula. Gung Nakula merupakan leading sector laporan dana kampanye. Dia pun diberi sanksi peringatan.

DKKP menjelaskan, meskipun dari sisi formal hukum sikap dan tindakan Teradu I s.d V dibenarkan menurut hukum, DKPP berpendapat Teradu II sebagai leading sector laporan dana kampanye mempunyai tanggungjawab etis untuk bersikap aktif,

Baca Juga:  Berpotensi Digugat, KPU Rancang Pengurangan 1 Kursi di Buleleng dan Tambah 1 Kursi di Badung

mengambil inisiatif dan tanggungjawab membangun komunikasi serta berdiskusi dengan Ketua dan para Anggota KPU Provinsi Bali guna merumuskan kebijakan yang dapat ditempuh sebagai solusi atas kebuntuan hukum yang belum mewadahi problem teknis Pemilu.

 

DKPP menegaskan, ketentuan peraturan perundangan-undangan secara tegas memerintahkan peserta Pemilu untuk menyampaikan keterangan laporan dana kampanye dengan benar sesuai dengan keadan yang sesungguhnya, namun berbeda dengan kondisi faktualnya.

 

Para saksi Pengadu menerangkan pada masa kampaye Somvir mempunyai banyak APK yang mudah dilihat dibeberapa tempat sesuai daerah pemilihannya. Teradu II sebagai penanggungjawab divisi hukum dan pengawasan seharusnya memiliki kepekaan, menggunakan kewenangan secara efektif untuk mewujudkan proses Pemilu yang berintegritas.

 

Teradu II atas persetujuan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bali dapat mengambil peran berkoordinasi kepada Bawaslu Provinsi Bali agar menyampaikan hasil pengawasannya kepada KAP sebagai bahan klarifikasi kepada peserta Pemilu pada proses audit dana kampanye.

 

Dengan demikian, jelas DKPP, dalil pada angka [4.1.1] terbukti dan Jawaban Teradu II tidak meyakinkan DKPP. Teradu II terbukti melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a, b, e dan g, Pasal 19 huruf g dan h Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

“Menjatuhkan sanksi Peringatan kepada Teradu II Anak Agung Gede Raka Nakula selaku Anggota KPU Provinsi Bali Sejak Putusan ini dibacakan,” demikian putusan DKPP yang dibacakan secara daring dalam sidang pembacaan putusan untuk perkara nomor 125-PKE-DKPP/IV/2021 di di Ruang Sidang DKPP Jakarta.

Sidang pembacaan putusan tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Alfitra Salamm, didampingi anggota majelis lainnya Teguh Prasetyo, Dr. Ida Budhiati, dan Didik Supriyanto.

 

Sedangkan terkait pengaduan pengadu lainnya, DKPP tak mengabulkan. DKPP memutuskan teradi I sampai X, kecuali Teradu II yakni Gung Nakula, tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Dalam putusannya, DKPP merehabilitasi nama baik seluruh Teradu, kecuali Teradu II Gung Nakula.

Baca Juga:  Mediasi Gerindra-KPU Bali Happy Ending, Nasib BSW..

Dalam pertimbangan putusan, DKPP juga menilai bahwa teradu VI sampai IX (ketua dan anggota Bawaslu) yang telah menerima pengaduan I Gede Suardana telah bekerja secara bersungguh-sungguh dalam menangani laporan pelanggaran sesuai dengan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.

 

Lebih Lanjut berkenaan dengan teradu, I Ketut Sunadra, dalam sidang pemeriksaan terungkap fakta bahwa teradu  belum menjabat sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Bali pada saat peristiwa hukum ini terjadi yang kemudian menjadi isu dalam perkara aquo.

 

Anggota Bawaslu Ketut Rudia mengaku bersyukur akhirnya DKPP menyatakan ketua dan anggota Bawaslu Bali tidak terbukti melanggar kode etik hingga nama mereka direhabilitiasi.

 

“Kasus ini menjadikan pengalaman buat kami ke depan dalam memastikan hak-hak konstitusi para peserta, pemilih dan pihak-pihak yang mencari keadilan ke Bawaslu,” ucapnya. 

 

DKPP mengingatkan kepada Bawaslu penyelenggara, bahwa pemilu bukan soal prosedural saja, tapi harus substansif. Artinya, meski ada kekosongan norma dalam undang-undang, penyelenggara diingatkan untuk peka dengam fakta-fakta lapangannya selama tahapan. 

 

Dalam undang-undang secara normatif tidak ada ketentuan yang melarang dana kampanye boleh 0 (nol). Tapi, manakala fakta-fakta lapangan ada banyak instrumen kampanye seperti baliho dan alat peraga lainnya dari peserta yang dana kampanyenya 0, pengawas harus mengambil langkah progresif.

 

Yakni melakukan koordinasi dengan penyelenggara teknis atau jika sudah diaudit oleh KAP (Kantor Akuntan Publik)  penyelemggara bisa menyampaikan fakta-fakta lapanganya tersebut kepada KAP itu dilakukan klarifikasi kepada peserta.

 

Sebelum diadukan ke DKPP, Bawaslu Bali juga sebelumnya sudah menerima pengaduan I Gede Suardana soal laporan dana kampanye Dr Somvir yang nol rupiah. Saat itu, Bawaslu tidak melanjutkan perkara pidana pemilu itu dengan alasan beda pendapat hukum di Gakkumdu, sehingga tidak dilanjutkan.

“Kami merasa bangga karena penanganan laporan dugaan pidana pemilu oleh Suardana telah dibenarkan oleh DKPP,” ujarnya.



DENPASAR Kasus dugaan manipulasi Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) Caleg DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng dalam Pileg 2019, Dr Somvir sempat menggelinding di Dedan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

 

Pasalnya, dana kampanye sampai nol rupiah itu menjadi tidak masuk akal, apalagi dalam kenyataan di lapangan ada banyak baliho caleg Dr Somvir, juga memberi uang kepada beberapa orang.

Kasus ini sempat dilaporkan warga bernama Gede Suardana, warga Buleleng, ke Bawaslu Bali terkait dugaan pidana pemilu. Namun, Bawaslu tidak melanjutkan perkara ini lantaran ada beda pendapat hukum di Gakkumdu, sedangkan waktu penyidikan habis. 

 

Sikap pasif KPU Bali dan tidak melanjutkan perkara ini oleh Bawaslu Provinsi Bali atas caleg yang laporan dana kampanyenya nol rupiah pun sempat diadukan salah satu warga kepada DKPP bernama Ketut Adi Gunawan, warga Buleleng.

 

Ketut Adi Gunawan mengadukan I Dewa Agung Lidartawan, Anak Agung Gede Raka Nakula, I Gede John Darmawan, I Gusti Ngurah Agus Darma Sanjaya, dan Luh Putu Sri Widyastini Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bali sebagai Teradu I sampai V.

 

Selain itu, Pengadu juga mengadukan Ketut Ariyani, I Ketut Rudia, I Wayan Widyardana Putra, I Wayan Wirka dan I Ketut Sunadra yang merupakan Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali sebagai Teradu VI sampai X.

Nah, setelah melalui serangkaian sidang, akhirnya DKPP menggelar sidang pembacaan putusan, Rabu (1/9). Putusannya, DKPP mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Hampir seluruh komisoner KPU Bali dan ketua serta anggota Bawaslu Bali dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku. Juga merehabilitasi nama baik Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali.

 

Namun, dalam putusan itu, ada satu komisioner KPU Bali yang dianggap melanggar kode etik. Yakni teradu II, Anak Agung Gede Raka Nakula. Gung Nakula merupakan leading sector laporan dana kampanye. Dia pun diberi sanksi peringatan.

DKKP menjelaskan, meskipun dari sisi formal hukum sikap dan tindakan Teradu I s.d V dibenarkan menurut hukum, DKPP berpendapat Teradu II sebagai leading sector laporan dana kampanye mempunyai tanggungjawab etis untuk bersikap aktif,

Baca Juga:  Penuhi Syarat, Bawaslu Gandeng Gakkumdu Untuk Tentukan Nasib Somvir

mengambil inisiatif dan tanggungjawab membangun komunikasi serta berdiskusi dengan Ketua dan para Anggota KPU Provinsi Bali guna merumuskan kebijakan yang dapat ditempuh sebagai solusi atas kebuntuan hukum yang belum mewadahi problem teknis Pemilu.

 

DKPP menegaskan, ketentuan peraturan perundangan-undangan secara tegas memerintahkan peserta Pemilu untuk menyampaikan keterangan laporan dana kampanye dengan benar sesuai dengan keadan yang sesungguhnya, namun berbeda dengan kondisi faktualnya.

 

Para saksi Pengadu menerangkan pada masa kampaye Somvir mempunyai banyak APK yang mudah dilihat dibeberapa tempat sesuai daerah pemilihannya. Teradu II sebagai penanggungjawab divisi hukum dan pengawasan seharusnya memiliki kepekaan, menggunakan kewenangan secara efektif untuk mewujudkan proses Pemilu yang berintegritas.

 

Teradu II atas persetujuan Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bali dapat mengambil peran berkoordinasi kepada Bawaslu Provinsi Bali agar menyampaikan hasil pengawasannya kepada KAP sebagai bahan klarifikasi kepada peserta Pemilu pada proses audit dana kampanye.

 

Dengan demikian, jelas DKPP, dalil pada angka [4.1.1] terbukti dan Jawaban Teradu II tidak meyakinkan DKPP. Teradu II terbukti melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a, b, e dan g, Pasal 19 huruf g dan h Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

“Menjatuhkan sanksi Peringatan kepada Teradu II Anak Agung Gede Raka Nakula selaku Anggota KPU Provinsi Bali Sejak Putusan ini dibacakan,” demikian putusan DKPP yang dibacakan secara daring dalam sidang pembacaan putusan untuk perkara nomor 125-PKE-DKPP/IV/2021 di di Ruang Sidang DKPP Jakarta.

Sidang pembacaan putusan tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Alfitra Salamm, didampingi anggota majelis lainnya Teguh Prasetyo, Dr. Ida Budhiati, dan Didik Supriyanto.

 

Sedangkan terkait pengaduan pengadu lainnya, DKPP tak mengabulkan. DKPP memutuskan teradi I sampai X, kecuali Teradu II yakni Gung Nakula, tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Dalam putusannya, DKPP merehabilitasi nama baik seluruh Teradu, kecuali Teradu II Gung Nakula.

Baca Juga:  Berpotensi Digugat, KPU Rancang Pengurangan 1 Kursi di Buleleng dan Tambah 1 Kursi di Badung

Dalam pertimbangan putusan, DKPP juga menilai bahwa teradu VI sampai IX (ketua dan anggota Bawaslu) yang telah menerima pengaduan I Gede Suardana telah bekerja secara bersungguh-sungguh dalam menangani laporan pelanggaran sesuai dengan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.

 

Lebih Lanjut berkenaan dengan teradu, I Ketut Sunadra, dalam sidang pemeriksaan terungkap fakta bahwa teradu  belum menjabat sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Bali pada saat peristiwa hukum ini terjadi yang kemudian menjadi isu dalam perkara aquo.

 

Anggota Bawaslu Ketut Rudia mengaku bersyukur akhirnya DKPP menyatakan ketua dan anggota Bawaslu Bali tidak terbukti melanggar kode etik hingga nama mereka direhabilitiasi.

 

“Kasus ini menjadikan pengalaman buat kami ke depan dalam memastikan hak-hak konstitusi para peserta, pemilih dan pihak-pihak yang mencari keadilan ke Bawaslu,” ucapnya. 

 

DKPP mengingatkan kepada Bawaslu penyelenggara, bahwa pemilu bukan soal prosedural saja, tapi harus substansif. Artinya, meski ada kekosongan norma dalam undang-undang, penyelenggara diingatkan untuk peka dengam fakta-fakta lapangannya selama tahapan. 

 

Dalam undang-undang secara normatif tidak ada ketentuan yang melarang dana kampanye boleh 0 (nol). Tapi, manakala fakta-fakta lapangan ada banyak instrumen kampanye seperti baliho dan alat peraga lainnya dari peserta yang dana kampanyenya 0, pengawas harus mengambil langkah progresif.

 

Yakni melakukan koordinasi dengan penyelenggara teknis atau jika sudah diaudit oleh KAP (Kantor Akuntan Publik)  penyelemggara bisa menyampaikan fakta-fakta lapanganya tersebut kepada KAP itu dilakukan klarifikasi kepada peserta.

 

Sebelum diadukan ke DKPP, Bawaslu Bali juga sebelumnya sudah menerima pengaduan I Gede Suardana soal laporan dana kampanye Dr Somvir yang nol rupiah. Saat itu, Bawaslu tidak melanjutkan perkara pidana pemilu itu dengan alasan beda pendapat hukum di Gakkumdu, sehingga tidak dilanjutkan.

“Kami merasa bangga karena penanganan laporan dugaan pidana pemilu oleh Suardana telah dibenarkan oleh DKPP,” ujarnya.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru