SINGARAJA – Anggota Komisi IX DPR RI, Ketut Kariyasa Adnyana menyebut proses pemilihan anggota legislatif lewat sistem proporsional terbuka, akan memicu politik transaksional. Ia mengklaim proses pemilihan proporsional terbuka akan mendorong partai politik menghasilkan kader-kader berkualitas yang nantinya duduk di parlemen.
Hal itu diungkapkan Kariyasa Adnyana, saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Buleleng, Senin kemarin (13/3). Selain melakukan kunjungan kerja, ia juga melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan pada mahasiswa Buleleng.
Sistem pemilihan sendiri kini tengah dalam proses gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sebagian besar partai politik menghendaki pemilihan menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara PDI Perjuangan mengusulkan kembali pada sistem proporsional tertutup. Alasannya, peserta pemilu adalah partai politik, bukan kader partai politik.
Menurut Kariyasa, PDI Perjuangan pada prinsipnya siap tarung dengan berbagai sistem pemilihan. “Bukan kami takut dengan sistem terbuka. Buktinya dengan sistem terbuka, PDIP sudah menang pemilu dua kali kok. Tetapi PDIP ingin membuat pondasi yang benar sesuai dengan konstitusi negara,” kata Kariyasa.
Kariyasa menyebut, dengan sistem proporsional terbuka, maka hanya orang-orang dengan kemampuan ekonomi tinggi saja yang mampu duduk di parlemen. Padahal banyak orang-orang yang punya kemampuan, seperti guru besar dan aktivis juga siap duduk di parlemen. Hanya saja, kata Kariyasa, mereka tak berani maju karena kalah dengan kekuatan modal.
“Tentu kami tidak ingin pemimpin atau parlemen itu dikuasi oleh oligarki yang punya uang saja. Masih banyak orang-orang yang punya kemampuan yang juga harus dapat kesempatan. Kalau hanya mengandalkan uang, akan bahaya. Karena hanya memikirkan kepentingan kelompoknya atau kepentingan tertentu saja,” ujarnya.
Pria asal Desa Busungbiu itu tak menampik bila proses pemilihan proporsional terbuka, rentan memicu praktik politik transaksional. Pasalnya orang-orang yang berhasrat duduk di parlemen, akan menghambur-hamburkan uangnya untuk menyuap pemilih. Bahkan ia menyebut, ada orang-orang yang telah menyiapkan modal hingga Rp 10 miliar hanya untuk mendapatkan kursi di parlemen.
“Mau pemilu, akhirnya membeli suara. Bayangkan, kalau nggak punya uang, nggak mungkin. Saya kalau harus keluar uang Rp 10 miliar nggak mungkin jadi anggota DPR. Lebih baik uang segitu dipakai buka lahan pertanian yang modern. Tapi kalau diserahkan pada partai, maka partai bisa memilih orang-orang yang berkualitas untuk duduk di parlemen,” tegasnya.
Kalau toh nantinya sistem proporsional tertutup ditetapkan, Kariyasa mengaku sudah siap tarung kembali ke DPR RI pada 2024 mendatang. “Saya meskipun nanti dapat nomor besar, nggak masalah. Karena saya lahir dengan cita-cita bagaimana bangsa ini menjadi lebih baik,” demikian Kariyasa. (eps)