NEGARA, Radar Bali.id – Proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk pemilu 2024, diklaim KPUD Jembrana sudah selesai seratus persen sejak Senin (13/3/2023) lalu. Namun, masih ada temuan di lapangan mengenai proses coklit yang dilakukan oleh petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih).
Komisioner KPUD Jembrana Divisi Perencanaan, Data dan Informasi Ni Putu Angelia mengatakan, proses coklit data pemilih sudah selesai seratus persen. Data pemilih yang coklit berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kemendagri kepada KPU Jembrana. “Semua data yang ada di DP4 dicoklit oleh pantarlih. Semua sudah dicoklit,” tegasnya.
Angelia menegaskan, berdasarkan data DP4 yang diturunkan, seratus persen sudah tercoklit. Nama yang terdaftar didatangi petugas pantarlih dan rumahnya ditempel stiker oleh petugas.
Proses coklit yang sudah selesai masih berproses, dengan meminta tanggapan masyarakat. Karena pada saat coklit dilakukan, nama yang terdaftar dalam DP4 bisa saja tidak bisa ditemui. “Hasil coklit ini belum tentu sama nanti, sekarang masih dalam proses rekap ditingkat desa oleh PPS,” ujarnya.
Kemudian nantinya akan disinkronkan dengan data Disdukcapil mengenai data yang belum update dan belum melakukan perekaman.
Sementara itu Bawaslu Jembrana menemukan sejumlah temuan pada saat proses coklit. Diantaranya, tidak ada penempelan stiker pada rumah yang sudah dicoklit. “Temuan itu hampir di semua kecamatan ada,” ujar Ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan.
Menurutnya, pemilih yang rumahnya tidak ditempel stiker sebagai tanda sudah coklit, diduga karena tidak ada di rumah saat coklit. Petugas coklit bisa menanyakan kepada kerabat atau orang yang bisa ditemui seperti Kelian atau kaling mengenai pemilih yang terdaftar dalam data. “Kalau tidak ada stiker belum tentu tidak dicoklit, karena bisa juga petugasnya lupa tempel, banyak kemungkinan kendala teknis di lapangan,” jelasnya.
Selain Itu, ada temuan pemilih yang tempat tinggalnya jauh dari tempat pemungutan suara (TPS), tetapi masih dalam satu desa. Hanya jarak yang jauh, bahkan beda banjar.
Menariknya, ada pemilih yang secara de jure administrasi masih ada, tetapi tidak ditemukan orang. Padahal data pemilih dan alamatnya masih ada, tetapi saat dicari tidak ada orangnya dan tidak ada tetangga yang mengenal data pemilih yang tercatat.
Bawaslu juga menemukan data pemilih pasangan suami istri diduga ganda. Karena ada nama suami istri yang sama, tetapi NIK dan Nomor KK yang berbeda. “Apakah kebetulan atau memang ganda? Kami sudah tugaskan pengawas desa untuk cek lagi,” ungkapnya.
Mengenai temuan – temuan tersebut, sudah menyampaikan saran perbaikan kepada KPU Jembrana. Pihaknya berharap saran perbaikan yang sudah disampaikan segara ditindaklanjuti. [m.basir/radar bali]