DENPASAR- Harapan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi lolos fit and proper test calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI asal Provinsi Bali kandas.
Bahkan, terpental Raka Sandi saat fit and proper test calon anggota KPU RI itu merupakan kegagalan kali kedua.
Pertama, mantan ketua KPU Bali gagal saat mengikuti seleksi pada 2017 lalu.
Namun meski gagal, nasib Raka Sandi masih beruntung menjadi pengganti antar waktu (PAW) menggantikan Wahyu Setiawan yang terjerat kasus suap.
Terkait tersingkirnya dirinya dalam test fit and proper, Wiarsa Raka Sandi saat dikonfirmasi hanya menyatakan akan melanjutkan sisa tugasnya sampai April 2022 mendatang.
“Saat ini masih fokus menyelesaikan masa tugas di KPU sampai April 2022,” jawabnya singkat.
Sementara itu, Mantan Komisioner KPU RI I Gusti Putu Artha yang dikonfirmasi terpisah menyayangkan kandasnya Kade Wiarsa Raka Sandi untuk jadi Komisioner KPU RI.
Menurutnya, kegagalan dua kali ini memang berdasarkan lobi politik. Wiarsa Raka Sandi tidak kuat dukungan politiknya.
Lebih lanjut, Artha menambahkan, jika anggota DPR RI dari dapil Bali juga tidak maksimal mendukung mantan ketua KPU Bali itu.
“Memang keempat belas nama itu memang kualitasnya rata-rata. Artinya kompetensinya bagus yang mana menjaminlah kualitasnya.
Artinya toh Wiarsa tidak terpilih bukan berarti tidak berkualitas dia incumbent. Ini titik lemah kepada persoalan lobi politik. Kelemahannya level lobi politik. Lima tahun lalu terpental,” ucapnya.
” Ketika bicara titik lemah lobi politik juga yang mengambil keputusan itu kan partai-partai, partai-partai punya pertimbangan tertentu ketika merekomendasikan seseorang,” lanjutnya.
Ia mengatakan, kemungkinan pertimbangan untuk dipilih adalah dari wilayah yang kantong suaranya besar.
Maka dari itu, Jawa Tengah maupun Jawa Timur kata Artha akan selalu masuk.
“Nah ini kan satu risiko dari komisioner dipilih oleh DPR tentu di sana. Pertimbangan politik jadi parameter utama. Bukan yang lain-lain. Kalau soal integritas Wiarsa luar biasa integritasnya. Bagus. Itu sangat teruji,” ujarnya.
Selain itu juga, komposisi susunan KPU dan Bawaslu disusun ada pertimbangan representasi wilayah, mewakili keragaman, suku dan agama.
Karena keberhasilan lobi-lobi juga, imbuh Artha, ada nama-nama sudah beredar sebelum uji kelayakan dan kepatutan digelar.
“Makanya bahasanya sebelum fit and proper test ada nama-nama tersebar memang sudah ada lobi-lobi sebelumnya jadi FPT hanya seremonial saja.
Biasanya satu hari sebelumnya sehari fraksi-fraksi deal-dealan jadi sat FPT tinggal mencocokan, kalau cakap jalan. Nah, ketika berbicara pertimbangan keragaman selain kewilayahan faktor agama. Disukai tidak disukai menjadi pertimbangan. Mengelola pemilu kan aspek culture ada. Jangan sampai berbarengan saat hari raya. Walaupun itu tidak terbuka di ruang publik,” paparnya.
Titik lemahnya juga menurut Putu Artha, Wiarsa sendiri berjuang sendiri. Tidak membentuk tim sukses yang membantu untuk menghadapi lobi-lobi politik yang kuat. Ia membandingkan tak seperti dirinya dulu yang sudah mempersiapkan tim untuk bertarung merebut kursi komisioner KPU RI periode 2007 -2012.
“Wiarsa mengandalkan dirinya sendiri. Tidak ada tim untuk diajak bergerak sana kesini-kesini,” tandasnya.
Seperti diketahui Komisi II DPR RI telah ditetapkan sejumlah nama anggota KPU dan Bawaslu RI periode 2022 sampai 2027 terpilih.
Keputusan ini ditetapkan dalam rapat pleno pada Kamis 17 Februari 2022 dini hari. Rapat tersebut digelar setelah selesainya proses fit and proper test kepada para calon anggota.
Adapun nama komisoner KPU RI terpilih yakni, Betty Epsilon Idross, Hasyim Asy’ari, Mochamad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Sedangkan komisioner Bawaslu RI yakni, Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Haryono, dan Herwyn Jefler Malonda.