DENPASAR, Radar Bali – Anak Agung Gde Agung menghadirkan kesempatan emas bagi para pekerja di Pulau Dewata. Tak tanggung-tanggung, Penglingsir Puri Ageng Mengwi kelahiran 25 Mei 1949 itu memboyong Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia ke Bali.
Bertindak sebagai koordinator, AA Gde Agung bersama 19 senator se-Indonesia menggelar kunjungan kerja dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Acara yang dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) itu dilaksanakan di Ruang Rapat Praja Sabha, Kantor Gubernur Bali, Senin (22/11).
FGD Komite III DPD RI bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) ini turut dihadiri Prof. Dr. I Nyoman Sudiana (Pokli Bidang Pembangunan Pemerintahan) dan mengundang Ketua FSP Par SPSI Bali, Ketua Federasi Serikat Mandiri, DPD Kesatuan Pelaut Indonesia, BP2MI, Apindo Bali, dan pejabat eselon III Disnaker dan ESDM Provinsi Bali.
FGD difokuskan untuk menginventarisasi temuan dan permasalahan terkait efektivitas pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja serta dialog, menggali informasi dan gagasan guna mendapatkan masukan bagi perbaikan pelaksanaan UU Nomor 21/2000.
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Evi Apita Maya selaku Pimpinan FGD menyampaikan salah satu hak pekerja adalah untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Dua puluh tahun pengundangan UU ini relatif berjalan baik. Hal ini terlihat dari tertatanya prosedur pembentukan dan penjenjangan organisasi serikat buruh/pekerja, mulai dari tingkat atau jenjang yang terendah hingga konfederasi.
Namun demikian, sebagaimana hasil RDPU Komite III DPD RI dengan LBH Jakarta dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) pada Senin, 8 November 2021 lalu, terkemuka beberapa temuan menarik. Pertama, pengawasan oleh Kementerian dan Dinas Tenaga Kerja untuk perlindungan hak serikat bagi pekerja sangat lemah.
Hal ini dibuktikan dengan masih terjadinya tindakan-tindakan pengusaha yang menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja, membuat serikat pekerja tandingan, bahkan adanya pengaturan PKB dan peraturan perusahaan yang mengancam kemerdekaan berserikat dan berpendapat yang dilindungi UU.
Kedua, laporan tindak pidana perburuhan kepada kepolisian perihal perlindungan hak berserikat (Pasal 28 Jo Pasal 43 ayat (1) UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh) sering tidak ditindaklanjuti, entah karena kekurangpahaman atau kesengajaan. Ketiga, adanya Surat Edaran Mahkamah Agung yang melemahkan dan bertentangan dengan semangat perlindungan terhadap hak berserikat buruh.
Selain ketiga hal itu, Komite III DPD RI juga menengarai adanya temuan lain, seperti pembatasan jumlah serikat buruh/pekerja dalam satu perusahaan untuk meminimalkan konflik, status pekerja outsourcing dalam keanggotaan serikat pekerja/buruh, hingga peran dan fungsi serikat buruh/pekerja yang seharusnya juga diarahkan pada peningkatan kualitas buruh/pekerja, layak untuk menjadi wacana terkait pengawasan atas pelaksanaan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
“Hal-hal tersebut melatarbelakangi kegiatan hari ini. Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali, Komite III DPD RI pada hari ini hadir untuk menjaring pandangan dan pendapat serta aspirasi masyarakat dan daerah terkait efektivitas implementasi Undang-Undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Apakah norma-norma dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh cukup untuk mengatasi berbagai persoalan kekinian yang muncul saat ini,” katanya.
Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) menyatakan Pemprov Bali saat ini sedang melaksanakan regulasi kebijakan program pembangunan yang khusus berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan, sebagai upaya pemenuhan krama atau masyarakat Bali.
Menurutnya, di pulau ini perlu fokus pada penyiapan ketenagakerjaan yang spesifik yaitu pertanian modern, pariwisata, industri kreatif berbasis budaya, arsitektur dan desain, pengobatan tradisional serta spa.
“Kami menyambut kunjungan kerja DPD RI beserta rombongan dalam bentuk FGD Inventarisasi Materi Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,” ucap Wagub Cok Ace.
Kadisnaker dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda membeberkan kondisi ketenagakerjaan di Bali pada Februari 2020 hingga Agustus 2021.
Angkatan kerja di Bali pada Februari 2020 mencapai 2.639.910 orang, pada Agustus 2020 mengalami penurunan menjadi 2.567.920, angka ini terus mengalami penurunan menjadi 2.566.430 angkatan kerja.
“Angka angkatan kerja di Bali pada Agustus 2021 berangsur mengalami kenaikan menjadi 2.580.520 angkatan kerja,” bebernya.
Lebih lanjut dia mengatakan, peran dan fungsi serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) dalam membela kepentingan pekerja/buruh dan juga untuk meningkatkan kemampuan anggotanya saat ini. Namun tetap diperlukan peningkatan kapasitas pekerja sebagai anggota SP/SB dalam membangun organisasinya dan ikut serta menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Wayan Madra, Ketua Serikat Pekerja Provinsi Bali menekankan masalah hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja. Walaupun ada hal untuk membentuk serikat pekerja, namum masalah di lapangan terhadap pekerja yang pendidikannya rendah, pengetahuannya kurang ini tidak ada keberanian terhadap perusahaannya.
“Sehingga akan ada intimidasi sedikit saja sudah mundur, sehingga tidak bisa membuat serikat pekerja. Inilah yang terjadi di Bali. Maka kami menginginkan supaya ada suatu kepastian untuk bisa membentuk serikat pekerja. Jadi wajib di setiap perusahaan ada serikat pekerja, perusahaannya wajib masuk anggota Apindo,” tambahnya.
Merespons Madra, perwakilan Apindo mengungkapkan, hubungan antara pekerja dan pengusaha di Bali sangat harmonis. Pekerja dan pengusaha adalah partner. Forum Bipartit antara pekerja dan pengusaha menjadi forum kedua belah pihak untuk saling tukar pikiran dan diskusi membahas berbagai persoalan dalam hubungan kerja. Setiap persoalan dan masalah diselesaikan serta dibahas dalam forum tersebut.
Menutup FGD, Senator AA Gede Agung menyesalkan ketidakhadiran pimpinan UPTD BP2MI Provinsi Bali dalam FGD tersebut. Menurutnya, persoalan perihal Pekerja Migran Indonesia (PMI) seharusnya juga dibahas dalam forum ini.
“Soal pendataan, jumlah PMI Bali berapa, bagaimana kondisi mereka saat ini serta soal hak-hak PMI dalam berserikat berkumpul, apakah PMI juga punya hak membuat serikat pekerja. Isu-isu ini tidak bisa dibahas dalam FGD karena ketidakhadiran pihak berwenang tersebut,” tegas Bupati Badung 2 periode (2005-2015) yang baru-baru ini membagikan 300 paket sembako untuk masyarakat Nusa Penida, Klungkung itu. (arb)