26.5 C
Denpasar
Thursday, June 1, 2023

Bendesa Adat Nyaleg, MDA Ngaku Tak Bisa Melarang

TABANAN– Sejumlah bendesa adat ikut menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) pileg serentak 2024 dan telah didaftarkan oleh partai politik ke KPU Tabanan. Seperti Bendesa Adat Tegallinggah, Penebel I Wayan Wiarsa yang maju melalui partai PDIP, Bendesa Adat Kaba-Kaba I Gusti Ngurah Mayu dan lainnya.

Majunya sejumlah bendesa adat ini menjadi pertanyaan public, apakah mereka harus mundur sebagai bendesa adat atau tetap. Pun menjadi perhatian dari Majelis Desa Adat (MDA) Tabanan.

Menurut, Ketua MDA Tabanan I Wayan Tontra, soal adanya bendesa adat yang menjadi bacaleg saat ini dan memilih terjun di politik pihaknya tidak bisa melakukan intervensi langsung. “Kalau ditanya sikap kami ya happy-happy saja, karena apa yang seperti saya katakan tadi kita tidak boleh langsung intervensi kepada desa adat. Karena desa adat memiliki awig-awig, punya pararem dan uger-uger,” tutur Tontra ditemui, Kamis (25/5).

Baca Juga:  Kapolda Bali Sebut Ada 16 TPS Rawan di Tabanan

Bilamana tertuang dalam awig-awig mereka boleh mencalonkan diri atau sebalik tidak diizinkan, kata dia, itu sah-sah saja, karena aturan awig-awig desa adat satu dengan yang lainnya berbeda. “Maka kesimpulan tetap berada masyarakat desa adat itu sendiri. Ranah kami di MDA tidak untuk melarang bendesa adat mencalonkan diri sebagai bacaleg,” ungkapnya.

Tontra menjelaskan kembali, setiap bendesa adat yang mencalonkan diri sebagai bacaleg adalah hak politik mereka masing-masing. Pihaknya tidak bisa melarang, karena itu hak otonom masing-masing desa adat.

“Kalau saya mengatakan tidak boleh bisa dikebiri saya. Karena itu hak otonom desa adat,” jelasnya.

Tontra menambahkan memang idealnya setiap bendesa adat yang mencalonkan diri sebagai bacaleg harus atas persetujuan desa atau masyarakat adat. Kalau secara etika masyarakat adat yang meminta bendesa adat untuk mundur dari jabatannya. “Tapi kalau masyarakat diuntungkan bendesa adatnya menjadi DPRD kami mau bilang apa. Dan itu banyak terjadi di Bali. Bahkan masyarakat senang ada bendesa adat jadi DPRD,” ucapnya.

Baca Juga:  Didakwa Kasus Pemerasan, Bendesa Tanjung Benoa Kembali Jadi Pesakitan

Jika kemudian bicara dari sisi aturan salah satu perda Nomor 4 tahun 2019 desa adat di Bali tidak ada yang mengatur soal bendesa yang tidak diperbolehkan berpolitik. Hanya rangkap jabatan saja yang diatur. Bilamana masih bisa mengemban rangkap jabatan sah dan itu diperbolehkan.“Salah satu banyak bendesa adat jadi PNS. Artinya mereka rangkap jabatan tapi bisa mengemban tugas dengan baik itu diperbolehkan,” tandasnya. (uli)



TABANAN– Sejumlah bendesa adat ikut menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) pileg serentak 2024 dan telah didaftarkan oleh partai politik ke KPU Tabanan. Seperti Bendesa Adat Tegallinggah, Penebel I Wayan Wiarsa yang maju melalui partai PDIP, Bendesa Adat Kaba-Kaba I Gusti Ngurah Mayu dan lainnya.

Majunya sejumlah bendesa adat ini menjadi pertanyaan public, apakah mereka harus mundur sebagai bendesa adat atau tetap. Pun menjadi perhatian dari Majelis Desa Adat (MDA) Tabanan.

Menurut, Ketua MDA Tabanan I Wayan Tontra, soal adanya bendesa adat yang menjadi bacaleg saat ini dan memilih terjun di politik pihaknya tidak bisa melakukan intervensi langsung. “Kalau ditanya sikap kami ya happy-happy saja, karena apa yang seperti saya katakan tadi kita tidak boleh langsung intervensi kepada desa adat. Karena desa adat memiliki awig-awig, punya pararem dan uger-uger,” tutur Tontra ditemui, Kamis (25/5).

Baca Juga:  Dorongan Gugat ke Pengadilan Menguat, Bendesa: Izin, Kami Tak Tanggapi

Bilamana tertuang dalam awig-awig mereka boleh mencalonkan diri atau sebalik tidak diizinkan, kata dia, itu sah-sah saja, karena aturan awig-awig desa adat satu dengan yang lainnya berbeda. “Maka kesimpulan tetap berada masyarakat desa adat itu sendiri. Ranah kami di MDA tidak untuk melarang bendesa adat mencalonkan diri sebagai bacaleg,” ungkapnya.

Tontra menjelaskan kembali, setiap bendesa adat yang mencalonkan diri sebagai bacaleg adalah hak politik mereka masing-masing. Pihaknya tidak bisa melarang, karena itu hak otonom masing-masing desa adat.

“Kalau saya mengatakan tidak boleh bisa dikebiri saya. Karena itu hak otonom desa adat,” jelasnya.

Tontra menambahkan memang idealnya setiap bendesa adat yang mencalonkan diri sebagai bacaleg harus atas persetujuan desa atau masyarakat adat. Kalau secara etika masyarakat adat yang meminta bendesa adat untuk mundur dari jabatannya. “Tapi kalau masyarakat diuntungkan bendesa adatnya menjadi DPRD kami mau bilang apa. Dan itu banyak terjadi di Bali. Bahkan masyarakat senang ada bendesa adat jadi DPRD,” ucapnya.

Baca Juga:  Buntu, MDA Ambil Alih Mediasi Sengketa Kuburan 2 Desa Adat di Buleleng

Jika kemudian bicara dari sisi aturan salah satu perda Nomor 4 tahun 2019 desa adat di Bali tidak ada yang mengatur soal bendesa yang tidak diperbolehkan berpolitik. Hanya rangkap jabatan saja yang diatur. Bilamana masih bisa mengemban rangkap jabatan sah dan itu diperbolehkan.“Salah satu banyak bendesa adat jadi PNS. Artinya mereka rangkap jabatan tapi bisa mengemban tugas dengan baik itu diperbolehkan,” tandasnya. (uli)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru