DENPASAR – Jumat kemarin (4/11), PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator Liga 1 2022/2023 mengadakan pertemuan dengan perwakilan klub di Jakarta. Belum diketahui apa yang dibahas. Tetapi mungkin saja yang dibahas adalah kelanjutan kompetisi musim ini pasca tragedi Kanjuruhan.
Masih belum jelasnya kompetisi, jelas membuat waswas semua pihak. Apalagi pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan sepak bola seperti pelatih, pemain, hingga klub itu sendiri. Apalagi sudah satu bulan kompetisi ditunda, bisa saja pemasukan klub berkurang dan sponsor juga mulai mengencangkan ikat pinggang untuk memberikan dan segara.
Pengamat sepak bola Bali I Wayan Sukadana pun ikut berkomentar mengenai hal ini. Ditemui di Jimbaran saat dia sedang menjadi Asisten Instruktur Kursus Kepelatihan Lisensi C AFC kemarin, dihentikannya kompetisi sampai batas waktu yang tidak ditentukan, bisa berpengaruh bukan hanya terkait finansial dan pemain profesional, tetapi pembinaan usia muda juga terganggu.
“Semua pihak pasti sependapat dengan saya. Wajar ini situasi yang tidak menentu dan kami senang karena akhirnya PSSI mengambil sikap dengan mempercepat KLB. Tapi alangkah baiknya jika sebelum KLB, kompetisi bisa dilanjutkan kembali. Dimulai dengan Liga 1,” ucapnya.
“Dihentikannya kompetisi ini, berpengaruh loh sampai ke grassroot. Biarkan liga berjalan dulu, saya dengar juga timeline kompetisi lanjutan sudah dibuat. Kalau tidak dilanjutkan dalam waktu yang lama, banyak pihak yang merasa dirugikan,” tambah pemilik lisensi kepelatihan lisensi A AFC tersebut.
Lanjut mantan bek tengah Gelora Dewata dan Persegi Gianyar tersebut, apa yang sudah terjadi bulan lalu di Stadion Kanjuruhan dan menewaskan 135 suporter Arema FC tersebut, tidak perlu disesali lagi. Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana semua pihak yang terlibat di sepak bola, terutama saat pertandingan, bisa melakukan pembenahan kearah yang lebih baik.
“Jadikan tragedi kemarin menjadi pembelajaran dan introspeksi diri untuk semuanya. Tidak boleh diratapi terus menerus. Semuanya harus berbenah kearah yang lebih baik. Kalau jalan ditempat seperti ini, justru bisa “membunuh” semuanya. Kalau kompetisi dilanjutkan, jelas ada semangat baru,” jelasnya.
Menurut pandangannya ketika kompetisi masih belum jelas seperti sekarang, klub yang paling merugi bukanlah penghuni Liga 1, tetapi Liga 2 dan Liga 3. Keuangan klub Liga 2 dan Liga 3 tidak sebesar Liga 1.
Sukadana mengetahuinya karena sempat terlibat di Liga 2 bersama Celebest FC sebagai asisten pelatih dan Perseden Denpasar sebagai pelatih kepala.“Liga 2 loh sponsornya kurang. Banyak klub yang kebingungan mencari pendanaan di tengah situasi seperti ini. Apalagi klub di Liga 3,” tutupnya. (lit/rid)